Semarang (ANTARA) - Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Semarang, Jawa Tengah, memastikan kematian puluhan ton ikan di Waduk Kedungombo disebabkan oleh fenomena alam berupa pembalikan massa air atau "upwelling".
"Kemarin kami melakukan observasi di lokasi dan secara umum kondisi ikan yang mati tidak terlihat gejala klinis, tapi karena perubahan suhu yang sangat ekstrem dan ada perbedaan tekanan sehingga terjadi 'upwelling'," kata Kepala BKIPM Semarang Raden Gatot Perdana di Semarang, Rabu.
Fenomena "upwelling" yang terjadi tiap tahun itu menyebabkan ikan sulit bernafas karena konsentrasi oksigen minimal yang mengakibatkan kematian masal pada ikan.
Tanda-tanda awal yaitu ada angin dari arah selatan, dan warna air mulai putih keruh.
Menurut dia, hal tersebut diperparah dengan buruknya kualitas air akibat sedimentasi atau dasar perairan yang naik ke atas sehingga kondisi perairan di permukaan tidak baik bagi kehidupan ikan.
Gejala klinis ikan yang mati antara lain, warna cerah, tidak ditemukan borok, jamur, geripis sirip, namun insang utuh pucat, serta operculum kemerahan, sedangkan jenis ikan yang mati adalah ikan nila, ikan tombro, ikan patin dan ikan mas dengan usia yang siap dipanen.
Ia menyebutkan bahwa petani sudah diberi peringatan awal untuk melakukan pemanenan bila kepadatan sudah meningkat, serta melakukan penarikan karamba bila ada tanda-tanda akan terjadi "upwelling", namun hal ini kurang diperhatikan karena keterbatasan perahu penarik untuk mengantisipasi kejadian tersebut.
Terlambatnya penanganan itu, kata dia, menyebabkan ikan tidak bisa diselamatkan atau mati sebelum dipanen.
Terkait dengan hal tersebut, BKIPM Semarang kemudian merekomendasikan masyarakat pembudi daya karamba jaring apung untuk secara cermat dan rutin menguji kualitas air sebagai prasyarat lingkungan untuk budi daya, mengatur kepadatan tebar, dan segera melakukan pemanenan serta penarikan jaring keramba ke tepi apabila mula terjadi perubahan cuaca yang ekstrem.
Baca juga: Elevasi Waduk Kedungombo di Atas Normal
"Kemarin kami melakukan observasi di lokasi dan secara umum kondisi ikan yang mati tidak terlihat gejala klinis, tapi karena perubahan suhu yang sangat ekstrem dan ada perbedaan tekanan sehingga terjadi 'upwelling'," kata Kepala BKIPM Semarang Raden Gatot Perdana di Semarang, Rabu.
Fenomena "upwelling" yang terjadi tiap tahun itu menyebabkan ikan sulit bernafas karena konsentrasi oksigen minimal yang mengakibatkan kematian masal pada ikan.
Tanda-tanda awal yaitu ada angin dari arah selatan, dan warna air mulai putih keruh.
Menurut dia, hal tersebut diperparah dengan buruknya kualitas air akibat sedimentasi atau dasar perairan yang naik ke atas sehingga kondisi perairan di permukaan tidak baik bagi kehidupan ikan.
Gejala klinis ikan yang mati antara lain, warna cerah, tidak ditemukan borok, jamur, geripis sirip, namun insang utuh pucat, serta operculum kemerahan, sedangkan jenis ikan yang mati adalah ikan nila, ikan tombro, ikan patin dan ikan mas dengan usia yang siap dipanen.
Ia menyebutkan bahwa petani sudah diberi peringatan awal untuk melakukan pemanenan bila kepadatan sudah meningkat, serta melakukan penarikan karamba bila ada tanda-tanda akan terjadi "upwelling", namun hal ini kurang diperhatikan karena keterbatasan perahu penarik untuk mengantisipasi kejadian tersebut.
Terlambatnya penanganan itu, kata dia, menyebabkan ikan tidak bisa diselamatkan atau mati sebelum dipanen.
Terkait dengan hal tersebut, BKIPM Semarang kemudian merekomendasikan masyarakat pembudi daya karamba jaring apung untuk secara cermat dan rutin menguji kualitas air sebagai prasyarat lingkungan untuk budi daya, mengatur kepadatan tebar, dan segera melakukan pemanenan serta penarikan jaring keramba ke tepi apabila mula terjadi perubahan cuaca yang ekstrem.
Baca juga: Elevasi Waduk Kedungombo di Atas Normal