Jakarta (ANTARA) - Perusahaan integrator teknologi dan penyedia layanan terkelola, Dimension Data menilai perusahaan sektor keuangan dan pendidikan kerap menjadi sasaran serangan kejahatan digital alias cybercrime.
"Ada beberapa pekerjaan yang memang sudah harus dilakukan di semua sektor terutama keuangan dan pendidikan untuk membangun tingkat keamanan yang lebih kuat demi meningkatkan pertahanan keamanan siber mereka," ujar Presiden Direktur Dimension Data, Hendra Lesmana di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, salah satu cara untuk menahan kejahatan digital yakni dengan memprediksi potensi serangan siber.
"Setelah itu diproteksi, infrastrukturnya juga harus siap," ucapnya.
Ia menambahkan menggunakan data intelijen dari berbagai pihak untuk mendeteksi dan mengantisipasi ancaman juga merupakan kunci menahan kejahatan siber.
Pada sektor jasa keuangan, menurut Hendra, serangan siber bukanlah hal yang mengejutkan. Namun, tetap harus meningkatkan keamanan sistem teknologinya.
"Perusahaan keuangan skala besar sudah sangat sadar, apalagi perusahaan yang juga memiliki aplikasi mobile. Namun, ada juga perusahaan yang belum aware," katanya.
Sementara sektor pendidikan, lanjut dia, masih ada yang memandang sebelah mata, sebagian perangkatnya ada yang tidak diperbaharui sehingga memicu pelaku kejahatan siber.
Pada 2018, ia mengemukakan, pelaku penyerangan cryptojacking meningkat di sektor pendidikan. Hal itu tidak terlepas dari masih rendahnya kesadaran pelaku sektor pendidikan.
"Banyak yang tidak sadar kalau sektor pendidikan menjadi target utama. Penggunaan komputer di laboratorium sekolah hanya dipakai saat jam sekolah, itu bisa disusupi malware dan dipakai untuk chryptojacking, tanpa disadari dijadikan untuk menambang bitcoin (cryptocurrency)," katanya.
Selain sektor-sektor itu, Hendra Lesmana juga menyampaikan layanan pemerintahan juga masih menjadi target utama kejahatan siber karena memegang informasi sensitif dalam jumlah besar, salah satunya data penduduk.
"Bayangkan kalau data Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) disusupi malware. Namun sistem keamanan layanan pemerintah sudah cukup baik, tetapi harus terus dikembangkan dalam mengantisipasi serangan siber," katanya.
Baca juga: Pakar: BSSN perlu mendorong pengesahan RUU Keamanan Siber jadi UU
Baca juga: Pakar: Kesadaran keamanan siber perlu ditingkatkan
Baca juga: Diretas, Bukalapak pastikan tidak ada data bocor
"Ada beberapa pekerjaan yang memang sudah harus dilakukan di semua sektor terutama keuangan dan pendidikan untuk membangun tingkat keamanan yang lebih kuat demi meningkatkan pertahanan keamanan siber mereka," ujar Presiden Direktur Dimension Data, Hendra Lesmana di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, salah satu cara untuk menahan kejahatan digital yakni dengan memprediksi potensi serangan siber.
"Setelah itu diproteksi, infrastrukturnya juga harus siap," ucapnya.
Ia menambahkan menggunakan data intelijen dari berbagai pihak untuk mendeteksi dan mengantisipasi ancaman juga merupakan kunci menahan kejahatan siber.
Pada sektor jasa keuangan, menurut Hendra, serangan siber bukanlah hal yang mengejutkan. Namun, tetap harus meningkatkan keamanan sistem teknologinya.
"Perusahaan keuangan skala besar sudah sangat sadar, apalagi perusahaan yang juga memiliki aplikasi mobile. Namun, ada juga perusahaan yang belum aware," katanya.
Sementara sektor pendidikan, lanjut dia, masih ada yang memandang sebelah mata, sebagian perangkatnya ada yang tidak diperbaharui sehingga memicu pelaku kejahatan siber.
Pada 2018, ia mengemukakan, pelaku penyerangan cryptojacking meningkat di sektor pendidikan. Hal itu tidak terlepas dari masih rendahnya kesadaran pelaku sektor pendidikan.
"Banyak yang tidak sadar kalau sektor pendidikan menjadi target utama. Penggunaan komputer di laboratorium sekolah hanya dipakai saat jam sekolah, itu bisa disusupi malware dan dipakai untuk chryptojacking, tanpa disadari dijadikan untuk menambang bitcoin (cryptocurrency)," katanya.
Selain sektor-sektor itu, Hendra Lesmana juga menyampaikan layanan pemerintahan juga masih menjadi target utama kejahatan siber karena memegang informasi sensitif dalam jumlah besar, salah satunya data penduduk.
"Bayangkan kalau data Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) disusupi malware. Namun sistem keamanan layanan pemerintah sudah cukup baik, tetapi harus terus dikembangkan dalam mengantisipasi serangan siber," katanya.
Baca juga: Pakar: BSSN perlu mendorong pengesahan RUU Keamanan Siber jadi UU
Baca juga: Pakar: Kesadaran keamanan siber perlu ditingkatkan
Baca juga: Diretas, Bukalapak pastikan tidak ada data bocor