Banyumas (ANTARA) - Warga Desa Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, berupaya mempertahankan keaslian Masjid Saka Tunggal Darussalam yang saat sekarang telah menjadi salah satu benda cagar budaya.
"Oleh karena itu, kami tidak bisa sembarangan dalam melakukan renovasi terhadap bangunan masjid karena harus dikonsultasikan lebih dulu dengan BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) Jateng," kata salah seorang takmir Masjid Saka Tunggal Darussalam, Kamali di Dusun Legok, Desa Pekuncen, Kecamatan Pekuncen, Banyumas, Kamis.
Dia mengakui jika saat sekarang, plafon maupun atap masjid tersebut tidak lagi sesuai dengan aslinya karena telah direnovasi sebelum ditetapkan sebagai salah satu benda cagar budaya.
Dalam hal ini, plafon yang sebelumnya menggunakan bilik bambu diganti dengan tripleks, sedangkan atapnya yang semula menggunakan seng diganti dengan genting.
"Rencananya, atapnya akan kami ganti lagi dengan seng karena jika tetap menggunakan genting, rangkanya dikhawatirkan tidak kuat menahan beban. Kebetulan ada beberapa bagian yang harus direnovasi karena kayunya sudah lapuk," katanya.
Ia mengatakan sebelumnya, proposal perbaikan atau renovasi masjid tersebut diajukan ke BPCB Jateng namun sekarang diserahkan ke Pemerintah Kabupaten Banyumas melalui Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas.
Terkait dengan penetapan Masjid Saka Tunggal Darussalam sebagai benda cagar budaya, Kamali mengatakan hal itu disebabkan usia bangunannya sudah lebih dari satu abad.
"Berdasarkan prasasti yang terpasang pada dinding, tepatnya di atas pintu masuk bangunan utama, masjid ini dibangun pada tahun 1913," katanya.
Ia mengatakan prasasti yang ditulis menggunakan huruf Arab dengan bahasa Jawa itu berbunyi "Wasurya 1846 Pangadege Masjid 16-11-1913 Legog, Kranggan, Ajibarang, Hijriah 1334 Yasa Dalem Kanjeng Bendara Rahaden Mas Tumenggung Hadipati Cokronegoro ingkang Jumeneng Adipati ing Nagari Purwakerta Banyumas, Penghulu Hakim Mohamad Hadirejo Purwakerta".
Menurut dia, arsitektur bangunan Masjid Saka Tunggal Darussalam tergolong unik dan jarang dijumpai di Jawa Tengah karena bentuk atapnya tumpang dua tingkat yang ditopang oleh satu saka berbentuk segi delapan (hektagonal) di bangunan utama masjid.
Selain itu, dinding bagian depan berbentuk hektagonal (segi delapan) dengan tiang-tiang penyangga yang terbuat dari batu. Bentuk hektagonal itu terbagi atas lima sisi di bagian serambi depan dan tiga sisi di bangunan utama masjid.
Masjid yang berada di jalur alternatif Pekuncen-Purwokerto dan berjarak sekitar 750 meter dari jalan penghubung jalur pantura dan jalur selatan Jateng bisa dijadikan sebagai destinasi wisata religi.
"Kami berharap infak yang masuk dari masyarakat ataupun peserta wisata religi nantinya bisa digunakan untuk biaya renovasi masjid," kata Kamali.
Salah seorang takmir masjid, Kamali menunjukkan kayu yang sudah lapuk di Masjid Saka Tunggal Darussalam, Dusun Legok, Desa Pekuncen, Kecamatan Pekuncen, Banyumas, Kamis (23/5/2019). (FOTO ANTARA/Sumarwoto)
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinporabudpar Kabupaten Banyumas Asis Kusumandani mengakui jika pihaknya pernah menerima proposal dari panitia renovasi Masjid Saka Tunggal Darussalam.
"Dulu pernah dianggarkan oleh pemda (pemerintah daerah), namun ketika akan dilaksanakan ternyata tanah masjid itu milik Kemenag (Kementerian Agama), sehingga pemda enggak berani mendanai kegiatan renovasi," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya menyarankan panitia untuk berusaha mencari dana renovasi dari sumber lain di luar APBD Kabupaten Banyumas.
"Oleh karena itu, kami tidak bisa sembarangan dalam melakukan renovasi terhadap bangunan masjid karena harus dikonsultasikan lebih dulu dengan BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) Jateng," kata salah seorang takmir Masjid Saka Tunggal Darussalam, Kamali di Dusun Legok, Desa Pekuncen, Kecamatan Pekuncen, Banyumas, Kamis.
Dia mengakui jika saat sekarang, plafon maupun atap masjid tersebut tidak lagi sesuai dengan aslinya karena telah direnovasi sebelum ditetapkan sebagai salah satu benda cagar budaya.
Dalam hal ini, plafon yang sebelumnya menggunakan bilik bambu diganti dengan tripleks, sedangkan atapnya yang semula menggunakan seng diganti dengan genting.
"Rencananya, atapnya akan kami ganti lagi dengan seng karena jika tetap menggunakan genting, rangkanya dikhawatirkan tidak kuat menahan beban. Kebetulan ada beberapa bagian yang harus direnovasi karena kayunya sudah lapuk," katanya.
Ia mengatakan sebelumnya, proposal perbaikan atau renovasi masjid tersebut diajukan ke BPCB Jateng namun sekarang diserahkan ke Pemerintah Kabupaten Banyumas melalui Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas.
Terkait dengan penetapan Masjid Saka Tunggal Darussalam sebagai benda cagar budaya, Kamali mengatakan hal itu disebabkan usia bangunannya sudah lebih dari satu abad.
"Berdasarkan prasasti yang terpasang pada dinding, tepatnya di atas pintu masuk bangunan utama, masjid ini dibangun pada tahun 1913," katanya.
Ia mengatakan prasasti yang ditulis menggunakan huruf Arab dengan bahasa Jawa itu berbunyi "Wasurya 1846 Pangadege Masjid 16-11-1913 Legog, Kranggan, Ajibarang, Hijriah 1334 Yasa Dalem Kanjeng Bendara Rahaden Mas Tumenggung Hadipati Cokronegoro ingkang Jumeneng Adipati ing Nagari Purwakerta Banyumas, Penghulu Hakim Mohamad Hadirejo Purwakerta".
Menurut dia, arsitektur bangunan Masjid Saka Tunggal Darussalam tergolong unik dan jarang dijumpai di Jawa Tengah karena bentuk atapnya tumpang dua tingkat yang ditopang oleh satu saka berbentuk segi delapan (hektagonal) di bangunan utama masjid.
Selain itu, dinding bagian depan berbentuk hektagonal (segi delapan) dengan tiang-tiang penyangga yang terbuat dari batu. Bentuk hektagonal itu terbagi atas lima sisi di bagian serambi depan dan tiga sisi di bangunan utama masjid.
Masjid yang berada di jalur alternatif Pekuncen-Purwokerto dan berjarak sekitar 750 meter dari jalan penghubung jalur pantura dan jalur selatan Jateng bisa dijadikan sebagai destinasi wisata religi.
"Kami berharap infak yang masuk dari masyarakat ataupun peserta wisata religi nantinya bisa digunakan untuk biaya renovasi masjid," kata Kamali.
"Dulu pernah dianggarkan oleh pemda (pemerintah daerah), namun ketika akan dilaksanakan ternyata tanah masjid itu milik Kemenag (Kementerian Agama), sehingga pemda enggak berani mendanai kegiatan renovasi," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya menyarankan panitia untuk berusaha mencari dana renovasi dari sumber lain di luar APBD Kabupaten Banyumas.