Magelang (ANTARA) - Api alam dari Mrapen Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, disemayamkan di Candi Mendut, Kabupaten Magelang, Jumat, sebelum digunakan dalam puncak peringatan Tri Suci Waisak 2563 BE/2019 di Candi Borobudur.
Rombongan pembawa api alam Mrapen tiba di Candi Mendut pada Jumat petang, kemudian api dibawa ke altar yang telah disiapkan di halaman Candi Mendut. Kemudian masing-masing majelis membacakan parita suci.
Setelah itu, mereka membawa obor melakukan pradaksina dengan mengelilingi Candi Mendut sebanyak tiga kali putaran. Kemudian obor disemayamkan di dalam Candi Mendut.
Ketua Umum Walubi S. Hartati Murdaya menyampaikan hari ini umat Buddha telah mengambil api alam di Mrapen Kabupaten Grobogan. Kegiatan ini merupakan tradisi umat Buddha mengambil api alam di Mrapen dan mengambil air berkah di Umbul Jumprit di Temanggung.
"Kegiatan ini sebagai awal kegiatan Tri Suci Waisak setiap tahun. Kemarin mengambil air di Jumprit melambangkan suatu kesejukan dan kekuatan bagi alam semesta begitu pula pada hari ini api dari Mrapen melambangkan penerangan, pencerahan, dan kekuatan yang merupakan bagian kehidupan yang sangat penting dalam alam semesta ini," katanya.
Ia menuturkan umat Buddha bersama-sama membacakan parita-parita suci, mendoakan keselamatan bagi umat Buddha, bagi umat manusia, bagi bangsa, bagi negara Indonesia serta perdamaian dunia.
"Hari ini kita melakukan prosesi mengelilingi Candi Mendut yang diakhiri penempatan api alam di dalam Candi Mendut," katanya.
Ia menuturkan upacara ritual dengan api dan air untuk mengingatkan kembali maha guru Sang Buddha Gautama yang telah berhasil melawan kekotoran sang akunya terbebas dari belenggu hawa nafsu kebodohan dan mencapai pencerahan sempurna menjadi Buddha.
Bhante Wongsin Labhiko Mahatera mengatakan api melambangkan penerangan atau sinar terang dalam penghidupan manusia. Api memang sangat penting dalam hidup manusia termasuk air.
"Tanpa api dan air dunia ini akan sangat kacau, maka kemarin sudah ambil air di Jumprit dan sekarang ambil api yang merupakan perumpamaan tentang penerangan hidup manusia," katanya.
Ia menuturkan manusia yang memiliki kebijaksanaan atau sinar terang itulah yang akan membawa hidup mereka lebih bermakna, maka makna pengambilan api khususnya melambangkan kebijaksanaan, sebelum ditingkatkan pada panas ada kehangatan.
Ia menyampaikan kehangatan api itu sangat bermakna memberikan kehangatan dalam persaudaraan dalam agama Buddha karena pengambilan api oleh semua sekte yang ada di Walubi, baik Theravada, Mahayana, Kasogatan dan lainnya pergi bersama-sama menunjukkan kehangatan, kebersamaan dalam umat Buddha yang berada di indonesia.
"Makna pengambilan api adalah memberikan kehangatan dalam persatuan dan kesatuan umat Buddha seluruh Tanah Air di Indonesia bahkan seluruh dunia dan yang lebih tinggi lagi makna api atau penerangan atau sinar terang bisa menembus semua yang gelap secara otomatis bisa melenyapkan kegelapan dan juga menjadi kesempurnaan dalam memberikan keterangan pada dunia dan hati manusia," katanya.
Rombongan pembawa api alam Mrapen tiba di Candi Mendut pada Jumat petang, kemudian api dibawa ke altar yang telah disiapkan di halaman Candi Mendut. Kemudian masing-masing majelis membacakan parita suci.
Setelah itu, mereka membawa obor melakukan pradaksina dengan mengelilingi Candi Mendut sebanyak tiga kali putaran. Kemudian obor disemayamkan di dalam Candi Mendut.
Ketua Umum Walubi S. Hartati Murdaya menyampaikan hari ini umat Buddha telah mengambil api alam di Mrapen Kabupaten Grobogan. Kegiatan ini merupakan tradisi umat Buddha mengambil api alam di Mrapen dan mengambil air berkah di Umbul Jumprit di Temanggung.
"Kegiatan ini sebagai awal kegiatan Tri Suci Waisak setiap tahun. Kemarin mengambil air di Jumprit melambangkan suatu kesejukan dan kekuatan bagi alam semesta begitu pula pada hari ini api dari Mrapen melambangkan penerangan, pencerahan, dan kekuatan yang merupakan bagian kehidupan yang sangat penting dalam alam semesta ini," katanya.
Ia menuturkan umat Buddha bersama-sama membacakan parita-parita suci, mendoakan keselamatan bagi umat Buddha, bagi umat manusia, bagi bangsa, bagi negara Indonesia serta perdamaian dunia.
"Hari ini kita melakukan prosesi mengelilingi Candi Mendut yang diakhiri penempatan api alam di dalam Candi Mendut," katanya.
Ia menuturkan upacara ritual dengan api dan air untuk mengingatkan kembali maha guru Sang Buddha Gautama yang telah berhasil melawan kekotoran sang akunya terbebas dari belenggu hawa nafsu kebodohan dan mencapai pencerahan sempurna menjadi Buddha.
Bhante Wongsin Labhiko Mahatera mengatakan api melambangkan penerangan atau sinar terang dalam penghidupan manusia. Api memang sangat penting dalam hidup manusia termasuk air.
"Tanpa api dan air dunia ini akan sangat kacau, maka kemarin sudah ambil air di Jumprit dan sekarang ambil api yang merupakan perumpamaan tentang penerangan hidup manusia," katanya.
Ia menuturkan manusia yang memiliki kebijaksanaan atau sinar terang itulah yang akan membawa hidup mereka lebih bermakna, maka makna pengambilan api khususnya melambangkan kebijaksanaan, sebelum ditingkatkan pada panas ada kehangatan.
Ia menyampaikan kehangatan api itu sangat bermakna memberikan kehangatan dalam persaudaraan dalam agama Buddha karena pengambilan api oleh semua sekte yang ada di Walubi, baik Theravada, Mahayana, Kasogatan dan lainnya pergi bersama-sama menunjukkan kehangatan, kebersamaan dalam umat Buddha yang berada di indonesia.
"Makna pengambilan api adalah memberikan kehangatan dalam persatuan dan kesatuan umat Buddha seluruh Tanah Air di Indonesia bahkan seluruh dunia dan yang lebih tinggi lagi makna api atau penerangan atau sinar terang bisa menembus semua yang gelap secara otomatis bisa melenyapkan kegelapan dan juga menjadi kesempurnaan dalam memberikan keterangan pada dunia dan hati manusia," katanya.