Jakarta (ANTARA) - Volume sampah di Masjid Istiqlal, Jakarta, saat Ramadhan bisa sampai satu ton per hari, meningkat hingga 50 persen dibandingkan dengan pada hari-hari biasa.
"Sampah bisa mencapai satu ton, apalagi sekarang ada kegiatan buka bersama tiap harinya," kata Kepala Humas dan Protokol Masjid Istiqlal Abu Huraira di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan selama Ramadhan sampah yang setiap hari terkumpul sejak sahur hingga usai shalat tarawih diangkut menggunakan tujuh kendaraan kontainer. Padahal pada hari biasa sampah hanya diangkut oleh satu mobil kontainer saja.
"Kami setiap hari itu kan mengadakan buka bersama menyediakan 3.500 boks (makanan) tapi orang yang datang 4.000-an. Nah kalau akhir pekan bisa sampai 6.000. Itu saat berbuka, belum pagi, siang, sama nanti malam pasti selalu ada tamu dan pasti ada sampah," kata dia.
Sebelumnya masjid mengelola sampah secara mandiri, memilah sampah organik dan non-organik lalu mengolah sampah organik menjadi pupuk dan membakar sampah non-organik yang tidak bisa didaur ulang.
"Dulu pernah mengelola sendiri jadi dipilah lalu dibakar, tapi itu tidak bertahan lama karena lokasinya sekarang direnovasi. Cuma sampah yang dibakar itu butuh pihak ketiga, kami di sini kewalahan," kata Abu.
Sekarang sampah-sampah dari masjid itu langsung diangkut oleh petugas Suku Dinas Kebersihan DKI Jakarta untuk dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang di Kota Bekasi.
Ia menjelaskan pegawai Masjid Istiqlal yang hanya 55 orang tidak mampu mengelola seluruh sarana, infrastruktur, hingga kegiatan di masjid yang luasnya sekitar 10 hektare tersebut.
"Tamu tak pernah berhenti, dari pagi sampai malam terus selalu ada. Kalau kami enggak dibantu (Pemda) DKI, kami akan kewalahan," kata dia.
Kurangnya Kesadaran
Masalah sampah di Masjid Istiqlal tidak lepas dari faktor klasik, yakni rendahnya kesadaran masyarakat menaruh sampah pada tempatnya.
Sampah-sampah bekas makanan hingga plastik tergeletak di mana-mana meski pengurus sudah menyiapkan tempat sampah di sudut-sudut pelataran masjid.
Pedagang kaki lima yang menjamur di sepanjang pintu masuk dan pintu keluar juga menambah sampah. Kantung plastik, bungkus makanan, dan botol minuman terserak di sekitar mereka.
"Tolonglah bertanggung jawab atas sampahnya masing-masing. Kebiasaan mereka bawa kantong plastik, begitu pulang plastiknya ditinggal di Istiqlal, enggak dibawa pulang," kata Abu.
Ia berharap warga muslim tidak hanya menahan lapar dan haus saja sepanjang bulan puasa, namun juga puasa membuang sampah sembarangan.
"Jika bisa menahan lapar dan haus, mengapa tidak bisa menahan membuang sampah sembarangan," demikian Abu Huraira.
"Sampah bisa mencapai satu ton, apalagi sekarang ada kegiatan buka bersama tiap harinya," kata Kepala Humas dan Protokol Masjid Istiqlal Abu Huraira di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan selama Ramadhan sampah yang setiap hari terkumpul sejak sahur hingga usai shalat tarawih diangkut menggunakan tujuh kendaraan kontainer. Padahal pada hari biasa sampah hanya diangkut oleh satu mobil kontainer saja.
"Kami setiap hari itu kan mengadakan buka bersama menyediakan 3.500 boks (makanan) tapi orang yang datang 4.000-an. Nah kalau akhir pekan bisa sampai 6.000. Itu saat berbuka, belum pagi, siang, sama nanti malam pasti selalu ada tamu dan pasti ada sampah," kata dia.
Sebelumnya masjid mengelola sampah secara mandiri, memilah sampah organik dan non-organik lalu mengolah sampah organik menjadi pupuk dan membakar sampah non-organik yang tidak bisa didaur ulang.
"Dulu pernah mengelola sendiri jadi dipilah lalu dibakar, tapi itu tidak bertahan lama karena lokasinya sekarang direnovasi. Cuma sampah yang dibakar itu butuh pihak ketiga, kami di sini kewalahan," kata Abu.
Sekarang sampah-sampah dari masjid itu langsung diangkut oleh petugas Suku Dinas Kebersihan DKI Jakarta untuk dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang di Kota Bekasi.
Ia menjelaskan pegawai Masjid Istiqlal yang hanya 55 orang tidak mampu mengelola seluruh sarana, infrastruktur, hingga kegiatan di masjid yang luasnya sekitar 10 hektare tersebut.
"Tamu tak pernah berhenti, dari pagi sampai malam terus selalu ada. Kalau kami enggak dibantu (Pemda) DKI, kami akan kewalahan," kata dia.
Kurangnya Kesadaran
Masalah sampah di Masjid Istiqlal tidak lepas dari faktor klasik, yakni rendahnya kesadaran masyarakat menaruh sampah pada tempatnya.
Sampah-sampah bekas makanan hingga plastik tergeletak di mana-mana meski pengurus sudah menyiapkan tempat sampah di sudut-sudut pelataran masjid.
Pedagang kaki lima yang menjamur di sepanjang pintu masuk dan pintu keluar juga menambah sampah. Kantung plastik, bungkus makanan, dan botol minuman terserak di sekitar mereka.
"Tolonglah bertanggung jawab atas sampahnya masing-masing. Kebiasaan mereka bawa kantong plastik, begitu pulang plastiknya ditinggal di Istiqlal, enggak dibawa pulang," kata Abu.
Ia berharap warga muslim tidak hanya menahan lapar dan haus saja sepanjang bulan puasa, namun juga puasa membuang sampah sembarangan.
"Jika bisa menahan lapar dan haus, mengapa tidak bisa menahan membuang sampah sembarangan," demikian Abu Huraira.