Magelang (ANTARA) - Suatu kota, idealnya memiliki luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 30 persen dari total luas daerah itu.

Hal tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dengan rincian RTH publik 20 persen dan RTH privat 10 persen.  

Tampaknya, bagi kota-kota di Indonesia pada umumnya, hal ini akan sulit terealisir akibat terus adanya tekanan pertumbuhan dan kebutuhan sarana dan prasarana kota, seperti pembangunan gedung, pengembangan dan penambahan jalur jalan yang terus meningkat, serta peningkatan jumlah penduduk.

Kota Magelang merupakan kota  dengan lanskap yang unik. Tujuh gunung yang mengelilingi Kota Magelang, Bukit Tidar yang berada di sisi selatan kota dan pegunungan yang berada di sisi barat kota.

Selain itu, dua sungai besar yang mengalir di sisi timur dan barat, serta sejumlah sungai kecilnya telah membentuk fisik Kota Magelang sebagai kota lembah, kota pegunungan, dan kota taman Kota Magelang memiliki luas RTH sebagai bentukan lanskap kota dengan luas RTH publik 19,1 persen dan RTH privat 19,11 persen.

Dilihat dari persentase besaran ini, untuk RTH publik belum memenuhi apa yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut, meskipun jika ditotal telah melebihi 30 persen.

Hal ini menjadi suatu tantangan bagi Kota Magelang agar dapat mencapai luasan RTH publik sesuai yang diamanatkan.

Kota Magelang yang merupakan kota dengan bentuk geografis linier memanjang, dengan lahan relatif terbatas, luas totalnya 18,12 kilometer persegi.

Berbagai upaya perlu dilakukan agar dapat mempertahankan dan bahkan menambah luasan RTH kota setempat.

                          Beberapa Langkah
Beberapa langkah yang dapat dilakukan, antara lain meminimalisir alih fungsi dan pengurangan RTH kota.

Tidak dimungkiri, semakin meningkat pertumbuhan penduduk maka akan meningkatkan kebutuhan terhadap ruang untuk pemenuhan kebutuhannya.

Kota Magelang telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau yang mengatur mengenai alih fungsi RTH.

Dalam peraturan ini tidak diperbolehkan alih fungsi RTH kecuali untuk kepentingan umum serta diharuskan mengganti dengan luasan RTH yang sama meski di area lain dalam wilayah kota.

Langkah lainnya, berupa pelimpahan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) perumahan ke aset kota

Aturan bahwa sebuah perumahan harus memiliki fasum dan fasos dapat dilimpahkan ke aset pemerintah kota dan dapat dimanfaatkan sebagai taman lingkungan untuk publik serta menambah persentase RTH publik.

Hal ini membutuhkan komitmen dan ekstra energi yang lebih bagi pemerintah kota untuk dapat mendata banyaknya fasum dan fasos yang ada, dan belum dilimpahkan untuk kemudian tercatat sebagai aset.

Langkah ini akan menambah persentase RTH kota meskipun kecil namun memberikan dampak kemanfaatan yang lebih bagi masyarakat.

Langkah pengadaan tanah perlu dilakukan untuk dapat menambah persentase RTH kota.

Hal itu merupakan langkah yang efektif dan dapat mendongkrak persentase penambahan RTH publik kota.
  Taman Badakan Kota Magelang (ANTARA/Humas Pemkot Magelang/Yetty Setiyaningsih)
Perlu suatu komitmen dari pemerintah kota dalam langkah ini. Tentang pentingnya kebutuhan RTH pada masa yang akan datang membutuhkan komitmen serta perhatian serius dari pemerintah kota.

Pengadaan tanah ini telah dilakukan di kota- kota di mancanegara sebagai hal yang lumrah adanya, mengingat kebutuhan akan RTH kota pada masa yang akan datang.

Pengelolaan lanskap RTH kota secara berkelanjutan sebagai langkah yang bertujuan utama pada pelestarian lingkungan.

Hal itu mengacu pada keseimbangan semua makhluk hidup dengan keterlibatan pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan didukung pihak swasta serta masyarakat secara aktif.

Pengelolaan secara berkelanjutan berarti mendukung konservasi alam serta pemeliharaan fisik yang kontinu dan terstruktur.

Pengelolaan lanskap yang berkelanjutan ini berarti bukan hanya bersifat fisik, namun dapat bersifat konservasi energi.

Pengelolaan lanskap RTH kota merupakan satu rangkaian yang tidak terputus dari perencanaan, pelaksanaaan, pengorganisasian, serta pengawasan dalam suatu sistem terpadu dan terstruktur.

Pemerintah Kota Magelang telah memiliki organisasi perangkat daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi dalam pengelolaan lanskap RTH kota.

Saat ini, pengelolaan RTH Kota Magelang sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah diampu oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Magelang.
    
Pengelolaan lanskap RTH kota juga diharapkan mampu memiliki fungsi mempertahankan, baik dari segi fungsi maupun estetika suatu RTH.

Pengelolaan lanskap RTH kota juga harus dapat membedakan jenis dan fungsi RTH-nya.

Secara manajerial, pengelolaan itu dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu "low maintenance", "medium maintenace", dan "high maintenance" yang tentu saja akan berbeda dari pemeliharaan secara fisik, pengawasan, serta anggaran yang dibutuhkan.

Hal ini perlu dalam manajerial suatu pengelolaan sehingga mampu menciptakan pengelolaan yang efektif serta tepat guna.

                          Melibatkan
Dalam suatu pengelolaan lanskap, perlu melibatkan kerja sama di antara berbagai pemangku kepentingan, dengan tujuan mencapai lanskap berkelanjutan.

Struktur, besaran, dan lingkup tata kelola, serta jumlah dan jenis pemangku kepentingan yang terlibat (sektor swasta, masyarakat sipil, pemerintah) dapat berbeda-beda.

Tingkat kerja samanya juga berbeda-beda, mulai dari berbagi informasi dan konsultasi, hingga model yang lebih formal dengan pengambilan keputusan dan pelaksanaan bersama.

Peran serta berbagai lini dari mulai setingkat lingkungan sekitar, kelompok masyarakat, dan juga pengusaha, dalam bentuk program tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR).

Saat ini, CSR di Kota Magelang telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Tanggung Jawab Sosial di Lingkungan Perusahaan.

Implementasi dari perda ini seharusnya menjadi bentuk tanggung jawab sosial yang dapat membantu pemerintah kota dalam mengelola RTH.

Namun, hingga saat ini belum terlihat secara nyata bagaimana implementasi perda ini untuk andil dalam pengelolaan RTH.

Berkaca pada kota-kota lain di Indonesia, seperti Surabaya, Malang,  Bandung, dan Jakarta di mana persentase CSR cukup besar dalam pengelolaan RTH, Kota Magelang seyogyanya mampu membuat peta zonasi tanggung jawab sosial di lingkungan perusahaan, demi mendukung secara optimal pengelolaan RTH kota.

*) Yetty Setiyaningsih, kandidat doktor pada Manajemen Kebijakan Publik UGM 2018, ASN Pemerintah Kota Magelang
 

Pewarta : Yetty Setiyaningsih *)
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024