Semarang (ANTARA) - Berdasarkan hasil studi literatur Tim Pengkajian Naskah Akademik Ratu Kalinymat yang diinisiasi oleh Lestari Moerdijat, ratu yang berkuasa di Jepara pada abad XVI itu memiliki pandangan bahwa laut sebagai pemersatu Nusantara.

Pada masa Ratu Kalinyamat berkuasa, kata Lestari dalam keterangan tertulis yang diterima di Semarang, Minggu, Jepara, Jawa Tengah, kala itu menjadi pusat perdagangan ekspor impor.

Implikasinya terlihat dari pembangunan pelabuhan utama dan pelabuhan pendukung di sekitar Jepara yang terletak di wilayah pantai utara Pula Jawa itu.

Armada militer di laut yang kuat pada masa kepemimpinan Ratu Kalinyamat mampu menjaga jalur-jalur pelayaran utama di Nusantara, seperti di Selat Sunda, Selat Malaka, Selat Kalimantan, Selat Makasar dan Selat Maluku.

Kekuatan armada lautnya cukup disegani oleh kerajaan-kerajaan sekitarnya yang menjadi sahabat Ratu Kalinyamat sehingga pada saat wilayah Malaka diduduki oleh Portugis, Ratu Kalinyamat tidak sungkan-sungkan membantu Sultan Johor dan Sultan Aceh dengan prinsip mempertahankan dan mengamankan jalur pelayaran untuk perdagangan Nusantara. Lestari Moerdijat, salah seorang pengusul Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional (Foto: Dok. Sahabat Lestari)
Catatan sejarah yang dipersiapkan Tim Naskah Akademik yang digawangi oleh Lestari Moerdijat memperlihatkan bahwa bagi Ratu Kalinyamat, laut adalah pemersatu Nusantara dan penghubung antar kerajaan sehingga perlu dijaga keamanan dan dipertahankan keberlangsungannya.

Sebagai penerus Pati Unus, Ratu Kalinyamat memperluas kapal Jong yang mampu mengangkut barang dan manusia dalam kapasitas besar.

Atas dasar keyakinan bahwa Nusantara adalah suatu negara maritim, keberadaan jalur-jalur pelayaran utama di Selat Sunda, Selat Malaka, Selat Kalimantan, Selat Makasar dan Selat Maluku yang telah dijaga dan dipertahankan oleh Ratu Kalinyamat, masih bertahan hingga sekarang.

Apalagi lautan sebagai jantung kehidupan bagi seluruh wilayah Nusantara dan memiliki potensi ekonomi yang berkelanjutan yang tidak pernah habis-habisnya.

Lestari Moerdijat menambahkan bahwa Jepara telah populer sebagai pusat budaya ukir Nusantara semasa Ratu Kalinyamat.

Catatan sejarah, kata Lestari, memperlihatkan ukiran Jepara bermula dari Masjid Mantingan yang notabene berdiri di masa Ratu Kalinyamat memimpin Jepara.

Oleh karena itu, sampai saat ini Masjid Mantingan dan ukiran-ukirannya menjadi rujukan akademis bidang budaya dan seni yang empiris.

Apalagi, pengembangan ukiran Jepara ternyata menyentuh dalam berbagai cabang seni lainnya seperti seni tari, seni drama, seni lukis, dan seni batik khas Jepara.

Sampai saat ini ekspor ukiran asal Jepara tetap menjadi primadona bagi penggemar dan pencinta seni.

Bagi Lestari, keberadaan dan pemilihan Ratu Kalinyamat sebagai pemimpin perempuan di daerah pesisir pantai Jawa bagian utara bukan semata-mata karena perempuan ini adalah putri Raja Demak, Sultan Trenggana, dan cucu perempuan dari Pendiri Demak, Raden Patah.

Penempatan Ratu Kalinyamat sebagai pemimpin Jepara lebih didasarkan karena kemampuan dan keahliannya dalam bidang perdagangan, militer, kelautan, dan budaya (ukir) sehingga Ratu Kalinyamat mampu membawa Jepara ke puncak kejayaan.

Menurut Lestari Moerdijat, perempuan sebagai pemimpin dan kepala pemerintahan merupakan langkah besar yang dilakukan dalam sejarah Islam dan Nusantara.

Aplagi sejarah Islam mencatat seperti Ratu Syajaratuddur dalam Dinasti Mamalik (Mamluk) yang menjadi pemimpin perempuan di Mesir.

Bahkan Al-Quran melegitimasi keabsahan pemimpin perempuan seperti Ratu Bilqis sebagai pemimpin yang adil, bijaksana, dan bertanggung jawab penuh di negeri Saba yang termasuk wilayah Yaman semasa zaman Nabi Sulaiman AS.

Lestari Moerdijat dan Tim Pengkajian Naskah Akademik saat ini tengah mempersiapkan dokumen sebagai referensi ilmiah untuk mengusulkan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional. ***

Pewarta : Achmad Zaenal M
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024