Semarang (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia periode mendatang yang memiliki peran cukup strategis ditantang untuk melaksanakan tugas-tugas secara kewilayahan, bukan sektoral seperti DPR, kata Wakil Ketua DPD Akhmad Muqowam.
"Harus dibedakan antara tugas DPD yang bersifat kewilayahan dan DPR yang bersifat sektoral," katanya pada diskusi kelompok terpumpun dengan tema "Pemilih Cerdas, Wakil Derah Berkualitas" di Semarang, Kamis.
Selain itu, anggota DPD RI mendatang juga harus membenahi kedudukannya sesuai UUD 1945 Pasal 22 D dan bukan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"(Kedudukan DPD RI, red.) perlu dibenarkan, tapi hari ini (lebih, red.) bicara pada amendemen penambahan kewenangan," ujarnya.
Menurut dia, yang cukup penting saat ini adalah menyelaraskan tata tertib dengan UUD 1945 dan tata tertib dengan UU MD3.
Sesuai Pasal 22 D, kedudukan DPD RI di antaranya mengenai hubungan pusat dan daerah, pembentukan, dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, termasuk yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Anggota DPD juga dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama, serta menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Muqowam menyebutkan DPD RI saat ini justru bersifat sektoral sepertu mengurusi perihal transmigrasi, infrastruktur, atau pendidikan yang seharusnya kewenangan DPR RI.
Bahkan, beberapa calon anggota DPD RI Daerah Pemilihan Jateng yang hadir pada acara diskusi itu memaparkan visi misinya yang antara lain menyebut tata kelola kinerja secara sektoral.
"Saya sudah dua kali mencoba mengubah agar kedudukan DPD sesuai konstitusi, tapi belum berhasil," katanya.
"Harus dibedakan antara tugas DPD yang bersifat kewilayahan dan DPR yang bersifat sektoral," katanya pada diskusi kelompok terpumpun dengan tema "Pemilih Cerdas, Wakil Derah Berkualitas" di Semarang, Kamis.
Selain itu, anggota DPD RI mendatang juga harus membenahi kedudukannya sesuai UUD 1945 Pasal 22 D dan bukan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"(Kedudukan DPD RI, red.) perlu dibenarkan, tapi hari ini (lebih, red.) bicara pada amendemen penambahan kewenangan," ujarnya.
Menurut dia, yang cukup penting saat ini adalah menyelaraskan tata tertib dengan UUD 1945 dan tata tertib dengan UU MD3.
Sesuai Pasal 22 D, kedudukan DPD RI di antaranya mengenai hubungan pusat dan daerah, pembentukan, dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, termasuk yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Anggota DPD juga dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama, serta menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Muqowam menyebutkan DPD RI saat ini justru bersifat sektoral sepertu mengurusi perihal transmigrasi, infrastruktur, atau pendidikan yang seharusnya kewenangan DPR RI.
Bahkan, beberapa calon anggota DPD RI Daerah Pemilihan Jateng yang hadir pada acara diskusi itu memaparkan visi misinya yang antara lain menyebut tata kelola kinerja secara sektoral.
"Saya sudah dua kali mencoba mengubah agar kedudukan DPD sesuai konstitusi, tapi belum berhasil," katanya.