Jakarta (Antaranews Jateng) - Pabrikan otomotif dan teknologi di seluruh dunia tengah berlomba untuk menciptakan kendaraan ramah lingkungan, termasuk mobil listrik, yang dapat diterima secara masif oleh masyarakat.
Pasar Indonesia dengan penjualan mobil lebih dari 1,1 juta unit pada 2019, juga mulai menatap era mobil listrik. Sejumlah pabrikan otomotif Jepang dan Eropa sudah memperkenalkan kendaraan ramah lingkungan di Indonesia, mulai dari hybrid hingga berpenggerak listrik sepenuhnya.
Sayangnya, menurut Ketua Tim Kendaraan Listrik PLN Zainal Arifin, terdapat beberapa informasi tidak benar terkait mobil listrik. Berikut penjelasannya:
1. Dapat diisi daya dalam hitungan menit
Zainal Arifin mengatakan bahwa kendaraan listrik tidak dapat diisi dayanya hanya dalam beberapa menit. Ia menjelaskan tidak semua kendaraan listrik membutuhkan pengisian bermodel fast charger.
Menurut Zainal, pengisian daya dengan power 3,3kw (di rumah) membutuhkan waktu 6-10 jam, 22kw (kantor dan tempat umum) sekira 1-4 jam, dan 50kw (fast charger) membutuhkan durasi antara 20 menit hingga 1 jam.
"Tidak mungkin nge-charge mobil listrik 2 menit," kata Zainal Arifin dalam acara Masyarakat Konservasi & Efisiensi Energi Indonesia di BSD City, Tangerang, Rabu.
Ia menjelaskan berdasarkan data Global EV, sebesar 85 persen pengguna mobil listrik mengisi daya di rumah dengan power 3,3kw yang berdurasi 6-10 jam.
2. Bisa dicas menggunakan PV Solar Cell
Zainal Arifin menjelaskan bahwa teknologi yang ada saat ini belum memungkinkan untuk mengisi daya menggunakan sinar matahari melalui perangkat PV Solar.
Jika pun memang ada, kata dia, mungkin membutuhkan PV Solar dengan luas tertentu untuk dapat mengisi satu mobil listrik.
"Artinya masih jauh menuju ke sana. EV (electric vehicle) tidak bisa dicas pakai solar cell," kata dia.
3. Tukar baterai
Swap battery atau menukar baterai mobil listrik dengan baterai lainnya dengan cara mencopotnya lalu memasang yang lain, belum memungkinkan untuk diterapkan pada saat ini.
Zainal mengatakan, saat ini hanya Taiwan yang masih menggunakan mekanisme swap baterai, sedangkan negara lain belum menerapkannya.
"Baterai bukan galon air. Untuk mobil belum ada hingga saat ini," katanya. "Pergantian baterai yang masih jalan masih ada di Taiwan. Pernah ada di Israel, tapi sekarang sudah shutdown."
4. Mendulang profit
Zainal menjelaskan bahwa bisnis pengisian mobil listrik belum mampu memberikan keuntungan yang signifikan.
"Banyak yang menilai bahwa charger EV itu menguntungkan, padahal tidak," katanya.
Ia mengambil contoh perusahaan pengisian daya FastNed dari Belanda yang memiliki kontrak 15 tahun untuk menyediakan 201 stasiun pengisian daya.
Nyatanya perusahaan yang juga mendapat insentif dari pemerintah itu tetap membutuhkan setidaknya 16ribu mobil listrik yang mengisi daya secara rutin untuk balik modal.
"Operator EV belum ada yang profit. Sudah dikasih insentif. Mereka masih berjuang, misalnya FastNed dari Belanda," katanya.
Baca juga: Kemenperin bidik Jepang investasi baterai kendaraan listrik
Baca juga: Pemerintah serius kembangkan Kendaraan listrik demi ketahanan energi
Pasar Indonesia dengan penjualan mobil lebih dari 1,1 juta unit pada 2019, juga mulai menatap era mobil listrik. Sejumlah pabrikan otomotif Jepang dan Eropa sudah memperkenalkan kendaraan ramah lingkungan di Indonesia, mulai dari hybrid hingga berpenggerak listrik sepenuhnya.
Sayangnya, menurut Ketua Tim Kendaraan Listrik PLN Zainal Arifin, terdapat beberapa informasi tidak benar terkait mobil listrik. Berikut penjelasannya:
1. Dapat diisi daya dalam hitungan menit
Zainal Arifin mengatakan bahwa kendaraan listrik tidak dapat diisi dayanya hanya dalam beberapa menit. Ia menjelaskan tidak semua kendaraan listrik membutuhkan pengisian bermodel fast charger.
Menurut Zainal, pengisian daya dengan power 3,3kw (di rumah) membutuhkan waktu 6-10 jam, 22kw (kantor dan tempat umum) sekira 1-4 jam, dan 50kw (fast charger) membutuhkan durasi antara 20 menit hingga 1 jam.
"Tidak mungkin nge-charge mobil listrik 2 menit," kata Zainal Arifin dalam acara Masyarakat Konservasi & Efisiensi Energi Indonesia di BSD City, Tangerang, Rabu.
Ia menjelaskan berdasarkan data Global EV, sebesar 85 persen pengguna mobil listrik mengisi daya di rumah dengan power 3,3kw yang berdurasi 6-10 jam.
2. Bisa dicas menggunakan PV Solar Cell
Zainal Arifin menjelaskan bahwa teknologi yang ada saat ini belum memungkinkan untuk mengisi daya menggunakan sinar matahari melalui perangkat PV Solar.
Jika pun memang ada, kata dia, mungkin membutuhkan PV Solar dengan luas tertentu untuk dapat mengisi satu mobil listrik.
"Artinya masih jauh menuju ke sana. EV (electric vehicle) tidak bisa dicas pakai solar cell," kata dia.
3. Tukar baterai
Swap battery atau menukar baterai mobil listrik dengan baterai lainnya dengan cara mencopotnya lalu memasang yang lain, belum memungkinkan untuk diterapkan pada saat ini.
Zainal mengatakan, saat ini hanya Taiwan yang masih menggunakan mekanisme swap baterai, sedangkan negara lain belum menerapkannya.
"Baterai bukan galon air. Untuk mobil belum ada hingga saat ini," katanya. "Pergantian baterai yang masih jalan masih ada di Taiwan. Pernah ada di Israel, tapi sekarang sudah shutdown."
4. Mendulang profit
Zainal menjelaskan bahwa bisnis pengisian mobil listrik belum mampu memberikan keuntungan yang signifikan.
"Banyak yang menilai bahwa charger EV itu menguntungkan, padahal tidak," katanya.
Ia mengambil contoh perusahaan pengisian daya FastNed dari Belanda yang memiliki kontrak 15 tahun untuk menyediakan 201 stasiun pengisian daya.
Nyatanya perusahaan yang juga mendapat insentif dari pemerintah itu tetap membutuhkan setidaknya 16ribu mobil listrik yang mengisi daya secara rutin untuk balik modal.
"Operator EV belum ada yang profit. Sudah dikasih insentif. Mereka masih berjuang, misalnya FastNed dari Belanda," katanya.
Baca juga: Kemenperin bidik Jepang investasi baterai kendaraan listrik
Baca juga: Pemerintah serius kembangkan Kendaraan listrik demi ketahanan energi