Solo (Antaranews Jateng) - Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo berharap Esemka yang berawal dari proses transfer teknologi karya siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Solo dapat menjadi mobil rakyat nasional.
Pembuatan mobil Esemka merupakan transfer teknologi karena ketika itu para siswa yang lulus dari SMK dilatih membuat suku cadang mobil Esemka pada 2011," kata Hadi Rudyatmo di Solo, Rabu.
Menurut Rudyatmo, tujuan utama transfer teknologi karena ingin membuat mobil rakyat dengan harga terjangkau. Meskipun Eesemka harganya lebih murah, kualitas harus terjamin dan tidak kalah dengan merek Jepang yang banyak beredar di Indonesia.
Pada proses alih teknologi tersebut, kata Rudyatmo, Esemka dibuat ada empat jenis yakni Esemka Rajawali, Bima, dan Pikap. Pihaknya kemudian melakukan uji emisi, suspensi, dan kelaikan jalan.
"Pada 2011, ada sparepart yang belum bisa diproduksi sendiri, antara lain ring piston dan dinamo starter. Dinamo ini duhulu sebenarnya bisa membuat, tetapi biayanya agak mahal," kata Rudyatmo.
Pekerja berjalan di depan deretan mobil Esemka di pabriknya di Sambi, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (22/10/2018). Perkembangan pabrik mobil Esemka yang digadang-gadang sebagai calon mobil nasional saat ini sudah mendapatkan TPT (Tanda Pendaftaran Tipe) dan Sertifikat Uji Tipe (SUT) dari Kementerian Perhubungan dan telah memproduksi salah satu jenis mobil pickup. (Foto: Aloysius Jarot Nugroho).
Menurut dia, dengan transfer teknologi itulah yang sebenarnya awal dasar untuk membuat mobil nasional. Rudy ketika itu mengemudikan sendiri saat melakukan uji emisi ke Jakarta.
"Pada uji pertama berat mobil Esemka mencapai 1 ton. Padahal, berat mobil seharusnya sekitar 800 kg, dan akhirnya diubah berat kendaraan sesuai harapan. Jika mobil Esemka dianggap bohong-bohongan, itu salah. Mobil itu memang sudah dirancang untuk transfer teknologi," kata Rudy.
Rudy menjelaskan salah satu cara untuk membuat mobil Esemka dengan harga murah yakni dengan penggunaan konten lokal yang besar, sedikitnya harus di atas 80 persen. Harga mobil Esemka tidak akan terlalu terpengaruh nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
Namun, kata Rudyatmo, tidak perlu dipermasalahkan jika produsen Esemka menggandeng pabrik otomotif luar negeri dalam proses produksinya. Kerja sama dengan pabrikan besar merupakan sebuah kebutuhan, tetapi transfer teknologi tetap dapat berjalan.
Pembuatan mobil Esemka merupakan transfer teknologi karena ketika itu para siswa yang lulus dari SMK dilatih membuat suku cadang mobil Esemka pada 2011," kata Hadi Rudyatmo di Solo, Rabu.
Menurut Rudyatmo, tujuan utama transfer teknologi karena ingin membuat mobil rakyat dengan harga terjangkau. Meskipun Eesemka harganya lebih murah, kualitas harus terjamin dan tidak kalah dengan merek Jepang yang banyak beredar di Indonesia.
Pada proses alih teknologi tersebut, kata Rudyatmo, Esemka dibuat ada empat jenis yakni Esemka Rajawali, Bima, dan Pikap. Pihaknya kemudian melakukan uji emisi, suspensi, dan kelaikan jalan.
"Pada 2011, ada sparepart yang belum bisa diproduksi sendiri, antara lain ring piston dan dinamo starter. Dinamo ini duhulu sebenarnya bisa membuat, tetapi biayanya agak mahal," kata Rudyatmo.
"Pada uji pertama berat mobil Esemka mencapai 1 ton. Padahal, berat mobil seharusnya sekitar 800 kg, dan akhirnya diubah berat kendaraan sesuai harapan. Jika mobil Esemka dianggap bohong-bohongan, itu salah. Mobil itu memang sudah dirancang untuk transfer teknologi," kata Rudy.
Rudy menjelaskan salah satu cara untuk membuat mobil Esemka dengan harga murah yakni dengan penggunaan konten lokal yang besar, sedikitnya harus di atas 80 persen. Harga mobil Esemka tidak akan terlalu terpengaruh nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
Namun, kata Rudyatmo, tidak perlu dipermasalahkan jika produsen Esemka menggandeng pabrik otomotif luar negeri dalam proses produksinya. Kerja sama dengan pabrikan besar merupakan sebuah kebutuhan, tetapi transfer teknologi tetap dapat berjalan.