Kudus (Antaranews Jateng) - Awak angkutan perkotaan (angkot) maupun perdesaan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, merisaukan kehadiran angkutan daring atau online yang mulai menjamur di Kota Kretek ini karena jumlah penumpang yang terangkut makin berkurang.
   
Salah seorang sopir angkutan jurusan Terminal Jetak-Terminal Induk Jati Slamet, di Kudus, Jumat, mengaku kehadiran angkutan daring memang berpengaruh karena penumpang yang seharusnya bisa diangkut angkutan umum, akhirnya beralih menggunakan angkutan daring.

"Ketika kehadiran angkutan umum dinilai terlalu lama, biasanya penumpang memilih menggunakan angkutan daring karena cukup lewat aplikasi di telepon genggam," ujarnya.

Menurut dia, Kota Kudus sebagai kota dengan luas wilayah yang tidak terlalu luas, kurang tepat jika ada angkutan daring karena merugikan angkutan umum yang sudah lama ada.

"Agar angkutan umum tetap hidup, keberadaan angkutan daring seharusnya tidak perlu diizinkan beroperasi karena kabupaten tetangga juga tidak mengizinkan kehadiran mereka," ujarnya.
   
Meskipun merisaukan kehadiran angkutan daring yang semakin bertambah, awak angkutan penumpang di Kudus tidak sampai menggelar aksi penolakan seperti kabupaten tetangga.

Sebagian besar angkutan penumpang di Kudus hanya melayani penumpang yang berangkat kerja di sejumlah pabrik rokok serta pelajar.

Ia mengungkapkan jumlah penumpang yang diangkut tidak sampai penuh karena harus berbagi dengan angkutan penumpang yang lainnya.

Penghasilan yang diperoleh dalam sehari, kata dia, berkisar Rp100.000 hingga Rp150.000.

"Jika dikurangi dengan uang setoran berkisar Rp50.000 per hari serta biaya bahan bakar minyak (BBM) tentunya penghasilan yang bisa dibawa pulang sangat minim, bahkan sering tombok," ujarnya.

Yoyok, sopir angkutan penumpang lainnya mengakui hal serupa bahwa saat ini jumlah penumpang yang menggunakan angkutan perkotaan semakin berkurang.

Ia menduga salah satu faktor penyebabnya karena merebaknya angkutan daring sehingga penumpang yang biasanya menggunakan angkutan kota ada yang menggunakan angkutan daring dengan jaminan bisa lebih cepat sampai tempat tujuan.

"Mudah-mudahan pemerintahnya bisa mencarikan solusi yang tepat agar angkutan kota maupun perdesaan di Kudus tetap bisa beroperasi," ujarnya.

Ia mengakui tidak beroperasi selama sehari penuh sehingga biaya operasionalnya lebih sedikit, yakni Rp50.000 per hari, sedangkan pemasukan yang diperoleh bisa mencapai Rp100 ribuan lebih, sesuai jumlah penumpang yang diangkut.

Ketika mendapatkan penghasilan Rp100.000, dia mengaku, hanya mendapatkan pemasukan Rp10.000 karena dipotong setoran dan biaya BBM.

"Masih beruntung banyak buruh pabrik dan pelajar yang tetap setiap menggunakan angkutan perkotaan, meskipun ongkos untuk mereka sangat murah karena berkisar Rp2.000 hingga Rp5.000 per orang, sedangkan penumpang umum bisa mencapai Rp7.000/oang," ujarnya.

Selain faktor merebaknya angkutan daring, lanjut dia, kemudahan membeli sepeda motor juga semakin membuat angkutan umum terpinggirkan dan sepi penumpang.  

Operator angkutan daring yang hadir di Kabupaten Kudus saat ini tidak hanya satu operator, melainkan ada dua operator yang mulai beroperasi, yakni Go-Jek dan Grab. 

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024