Pekalongan (Antaranews Jateng) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan KPK sangat mudah menebak suatu daerah telah terjadi korupsi atau tidak karena modusnya sangat mudah "dibaca".
   
 "Sebagai contoh, masalah pengadaan barang, pemenang lelang maupun mutasi jabatan. Oleh karena (pejabat daerah, red.) itu harus benar-benar hati-hati dalam menggunakan anggaran negara jika tidak ingin berurusan dengan hukum," katanya pada acara 'Road Show' di Kota Pekalongan Jumat.
     
Kendati demikian, KPK tidak bisa bertindak tanpa mendapatkan dua barang bukti yang cukup sehingga peran serta masyarakat dibutuhkan guna membersihkan kasus korupsi di negeri ini. 
     
"Kami baru saja kembali mengungkap korupsi yang terjadi di Ambon (Maluku) dan Pasuruan (Jawa Timur), semoga tidak ada lagi kepala daerah yang ditangkap KPK," katanya.
     
Sebenarnya, KPK bukan hanya melakukan penindakan namun juga menyosialisasikan terkait antikorupsi. 
     
"Bahkan anggaran kami terbanyak adalah untuk melakukan sosialisasi dari pada penindakan. Yang paling berbahaya lagi adalah teman dekat dari seorang kepala daerah karena kebanyakan yang melaporkan (kasus korupsi,red.) adalah orang-orang di sekitar kepala daerah," katanya.
     
Ia mengatakan sebanyak 7.000 laporan terkait kasus korupsi antara lain berasal dari istri wali kota, sekretaris daerah (sekda) hingga kepala Bappeda. Artinya, pelaporan biasanya dilakukan oleh orang-orang terdekat kepala daerah. 
     
"Kemudian setelah kami pelajari dan melakukan pantauan dari laporan tersebut, terjadilah yang dinamakan operasi tangkap tangan (OTT)," katanya.
     
Agus Rahardjo menyampaikan negara menyediakan hadiah uang bagi warga yang melapor atas tindakan korupsi senilai 0,02 persen dari total jumlah kerugian negara. 
     
Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksana Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
     
"Uang hadian itu bisa diperoleh setelah proses hukum kasus yang dilaporkan memiliki kekuatan tetap dan kerugian negara sudah diperoleh kembali. Sebenarnya aturan hadiah sudah ada sejak lama namun pemerintah masih harus secara gigih menyebarluaskan pada masyarakat supaya aktif berpartisasi dalam pemberantasan korupsi dengan menghimpun informasi yang valid disertai bukti pendukung yang kuat," katanya.


 

Pewarta : Kutnadi
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024