Semarang (Antaranews Jateng) - Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Prof Fathur Rokhman ditantang debat ilmiah terbuka oleh seorang guru besar Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang Profesor Supriadi Rustad untuk membuktikan plagiarisme yang dituduhkan.
"Saya sampaikan undangan debat ilmiah terbuka itu lewat blog saya. Silakan tunjukkan mana karya saya yang plagiat. Buktikan dalam forum debat ilmiah terbuka itu kalau saya plagiat," kata Supriadi Rustad di Semarang, Rabu.
Mantan Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Pendidikan Tinggi itu merasa sikap Rektor Unnes yang tidak profesional dengan melibatkan anaknya yang kebetulan dosen muda di Unnes atas persoalan yang terjadi di antara mereka berdua.
Bahkan, kata dia, Rektor Unnes didampingi pejabat Dikti juga sempat mendatangi kampus tempatnya mengajar sekarang untuk bertemu Rektor Udinus Prof Edi Noersasongko dan meminta "menasehatinya" berhenti menulis yang diunggahnya di laman resmi Udinus.
"Undangan ini saya sampaikan secara terbuka kepada Pak Fathur. Tunjukkan mana karya saya yang plagiat. Kalau terbukti saya plagiat, saya yang akan meminta sendiri kepada Pak Menteri (Menristek) untuk mencabut gelar guru besar saya," kata Supriadi.
Sebelumnya, Supriadi menuliskan sebuah tulisan panjang dalam blog pribadinya, "supriadirustad.wordpress.com" yang berjudul "Undangan Terbuka SR kepada Prof Dr Fathur Rokhman: Mari Debat Ilmiah, Bukan Lapor Polisi" tertanggal 11 September 2018.
Tulisan itu diawali cerita tentang keputusan Supriadi "hijrah" dari Unnes persis 1 Muharram 1436 Hijriah, empat tahun lalu ke Udinus sebagai keikhlasannya setelah proses panjang perseteruannya dengan Fathur yang sama-sama maju pemilihan rektor Unnes.
Supriadi dulunya Pembantu Rektor 1 Unnes dan Fathur Pembantu Rektor IV Unnes yang ketika itu sama-sama maju Pilrek Unnes 2014, namun Supriadi memutuskan mundur pada pertengahan proses pilrek setelah sempat berseteru panjang hingga ranah kepolisian.
Meski sudah resmi pindah ke Udinus, Supriadi menceritakan dalam blog tersebut bahwa sosoknya masih saja dikaitkan dengan setiap peristiwa negatif yang terjadi di Unnes, seperti demonstrasi mahasiswa hingga belakangan dugaan plagiarisme Rektor Unnes.
Dalam blog tersebut, ia menyampaikan adanya tuduhan bahwa media "Serat.id" adalah media kepunyaannya yang disampaikan seorang profesor senior Unnes kepada Rektor Udinus dan istrinya yang kebetulan bertemu di bandara, Minggu (19/8) lalu.
"Serat.id" adalah media pertama yang mencuatkan dugaan plagiarisme Rektor Unnes, tetapi ditegaskannya bahwa media tersebut bukanlah miliknya, apalagi selama ini belum tahu persis lokasi kantor media itu meski baru disadarinya ternyata dekat Udinus.
Pada 1 Juli 2018, diceritakannya dalam blog itu, seorang pejabat Unnes mendatangi kediamannya malam hari ketika istrinya sedang sendirian di rumah karena dirinya tengah berada di Paris sehingga sempat menimbulkan kekagetan dan ketakutan dari sang istri.
Penghinaan
Tak hanya itu, Supriadi melanjutkan dalam blognya bahwa pada Jumat (7/9) lalu anak keduanya yang kebetulan dosen muda di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unnes diminta menghadap Fathur dengan diantar dekan, setelah dua kali sebelumnya dipanggil dekan tanpa kejelasan.
Dalam pertemuan itu, putrinya ditunjukkan data-data plagiat yang dituduhkan dan memeragakan sedang mencetak tulisan SR (Supriadi Rustad) yang segera dilaporkan ke Polda, seraya berpesan untuk menyampaikan apa yang dilihat dan didengarnya kepada sang ayah.
"Saya menilai cara-cara yang ditempuh Rektor dalam membangun komunikasi dengan dosen pada kasus itu sungguh di luar kelaziman dan keadaban. Tema pertemuan itu pun penuh intimidasi, terutama tentang dosa-dosa bapaknya yang sama sekali tidak berkaitan dengan tugasnya sebagai dosen, baik sebagai pendidik maupun ilmuwan," katanya.
Supriadi menganggap tindakan Fathur menunjukkan data pelanggaran yang belum tentu kebenarannya di hadapan anak perempuannya sebagai penghinaan karena semestinya Fathur bisa bersurat secara resmi atau menghubunginya di nomornya yang "stand by" 24 jam.
"Selama ini, kami berdua masih saling berbagi ucapan selamat Lebaran dan Idul Kurban. Hubungan anak saya dengan persoalan ini apa? Anak saya yang sejak kecil selalu riang kini berubah menjadi pendiam. Apalagi, sempat ada gagasan pindah kerja dari dekannya," katanya.
Karena itu, Supriadi menyampaikan tantangan kepada Rektor Unnes untuk berdebat ilmiah secara terbuka dan publik yang diselenggarakan pihak manapun yang dihadiri oleh mahasiswa, dosen, dan masyarakat sebagai wanaha penyebaran ilmu pengetahuan dalam konsep rumah ilmu.
"Ini terkait tuduhan plagiat ke saya, bukan dugaan plagiarisme Pak Fathur. Silakan data plagiat saya dikuliti habis oleh Pak Fathur beserta akademisi lain. Bila nanti terbukti, Insya Allah saya dengan sukarela menyerahkan diri dihukum oleh Pak Menteri," katanya.
"Saya sampaikan undangan debat ilmiah terbuka itu lewat blog saya. Silakan tunjukkan mana karya saya yang plagiat. Buktikan dalam forum debat ilmiah terbuka itu kalau saya plagiat," kata Supriadi Rustad di Semarang, Rabu.
Mantan Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Pendidikan Tinggi itu merasa sikap Rektor Unnes yang tidak profesional dengan melibatkan anaknya yang kebetulan dosen muda di Unnes atas persoalan yang terjadi di antara mereka berdua.
Bahkan, kata dia, Rektor Unnes didampingi pejabat Dikti juga sempat mendatangi kampus tempatnya mengajar sekarang untuk bertemu Rektor Udinus Prof Edi Noersasongko dan meminta "menasehatinya" berhenti menulis yang diunggahnya di laman resmi Udinus.
"Undangan ini saya sampaikan secara terbuka kepada Pak Fathur. Tunjukkan mana karya saya yang plagiat. Kalau terbukti saya plagiat, saya yang akan meminta sendiri kepada Pak Menteri (Menristek) untuk mencabut gelar guru besar saya," kata Supriadi.
Sebelumnya, Supriadi menuliskan sebuah tulisan panjang dalam blog pribadinya, "supriadirustad.wordpress.com" yang berjudul "Undangan Terbuka SR kepada Prof Dr Fathur Rokhman: Mari Debat Ilmiah, Bukan Lapor Polisi" tertanggal 11 September 2018.
Tulisan itu diawali cerita tentang keputusan Supriadi "hijrah" dari Unnes persis 1 Muharram 1436 Hijriah, empat tahun lalu ke Udinus sebagai keikhlasannya setelah proses panjang perseteruannya dengan Fathur yang sama-sama maju pemilihan rektor Unnes.
Supriadi dulunya Pembantu Rektor 1 Unnes dan Fathur Pembantu Rektor IV Unnes yang ketika itu sama-sama maju Pilrek Unnes 2014, namun Supriadi memutuskan mundur pada pertengahan proses pilrek setelah sempat berseteru panjang hingga ranah kepolisian.
Meski sudah resmi pindah ke Udinus, Supriadi menceritakan dalam blog tersebut bahwa sosoknya masih saja dikaitkan dengan setiap peristiwa negatif yang terjadi di Unnes, seperti demonstrasi mahasiswa hingga belakangan dugaan plagiarisme Rektor Unnes.
Dalam blog tersebut, ia menyampaikan adanya tuduhan bahwa media "Serat.id" adalah media kepunyaannya yang disampaikan seorang profesor senior Unnes kepada Rektor Udinus dan istrinya yang kebetulan bertemu di bandara, Minggu (19/8) lalu.
"Serat.id" adalah media pertama yang mencuatkan dugaan plagiarisme Rektor Unnes, tetapi ditegaskannya bahwa media tersebut bukanlah miliknya, apalagi selama ini belum tahu persis lokasi kantor media itu meski baru disadarinya ternyata dekat Udinus.
Pada 1 Juli 2018, diceritakannya dalam blog itu, seorang pejabat Unnes mendatangi kediamannya malam hari ketika istrinya sedang sendirian di rumah karena dirinya tengah berada di Paris sehingga sempat menimbulkan kekagetan dan ketakutan dari sang istri.
Penghinaan
Tak hanya itu, Supriadi melanjutkan dalam blognya bahwa pada Jumat (7/9) lalu anak keduanya yang kebetulan dosen muda di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unnes diminta menghadap Fathur dengan diantar dekan, setelah dua kali sebelumnya dipanggil dekan tanpa kejelasan.
Dalam pertemuan itu, putrinya ditunjukkan data-data plagiat yang dituduhkan dan memeragakan sedang mencetak tulisan SR (Supriadi Rustad) yang segera dilaporkan ke Polda, seraya berpesan untuk menyampaikan apa yang dilihat dan didengarnya kepada sang ayah.
"Saya menilai cara-cara yang ditempuh Rektor dalam membangun komunikasi dengan dosen pada kasus itu sungguh di luar kelaziman dan keadaban. Tema pertemuan itu pun penuh intimidasi, terutama tentang dosa-dosa bapaknya yang sama sekali tidak berkaitan dengan tugasnya sebagai dosen, baik sebagai pendidik maupun ilmuwan," katanya.
Supriadi menganggap tindakan Fathur menunjukkan data pelanggaran yang belum tentu kebenarannya di hadapan anak perempuannya sebagai penghinaan karena semestinya Fathur bisa bersurat secara resmi atau menghubunginya di nomornya yang "stand by" 24 jam.
"Selama ini, kami berdua masih saling berbagi ucapan selamat Lebaran dan Idul Kurban. Hubungan anak saya dengan persoalan ini apa? Anak saya yang sejak kecil selalu riang kini berubah menjadi pendiam. Apalagi, sempat ada gagasan pindah kerja dari dekannya," katanya.
Karena itu, Supriadi menyampaikan tantangan kepada Rektor Unnes untuk berdebat ilmiah secara terbuka dan publik yang diselenggarakan pihak manapun yang dihadiri oleh mahasiswa, dosen, dan masyarakat sebagai wanaha penyebaran ilmu pengetahuan dalam konsep rumah ilmu.
"Ini terkait tuduhan plagiat ke saya, bukan dugaan plagiarisme Pak Fathur. Silakan data plagiat saya dikuliti habis oleh Pak Fathur beserta akademisi lain. Bila nanti terbukti, Insya Allah saya dengan sukarela menyerahkan diri dihukum oleh Pak Menteri," katanya.