Penguatan nilai dolar AS terhadap rupiah yang berkepanjangan tentunya memberatkan perekonomian nasional, termasuk rakyat kecil yang harus menanggung kenaikan harga-harga kebutuhan pokok termasuk makanan sehari-hari seperti tahu dan tempe.
Pergerakan nilai tukar rupiah yang menyentuh angka psikologis Rp15 ribu per dolar telah menimbulkan gejolak, bahkan kehebohan saat Indonesia sedang memasuki tahun politik.
Pemerintah, mulai para menteri terkait maupun politisi, akademisi, pakar ekonomi, hingga tokoh yang pro-Jokowi memberikan berbagai argumen terkait pelemahan rupiah. Arahnya jelas agar keterpurukan nilai tukar rupiah tidak semata-mata dan selalu dikaitkan dengan kebijakan ataupun dianggap sebagai ketidakberdayaan pemerintahan Jokowi.
Di pihak lain, tentu saja yang berseberangan dengan Jokowi, muncul juga pengamat, pakar, ahli ekonomi menganalisa pelemahan rupiah dalam perspektif sebaliknya, yang intinya menilai pemerintahan di bawah Jokowi tidak becus mengendalikan dan mengamankan rupiah.
Tidak hanya rupiah yang terpuruk, sejumlah mata uang negara-negara lainnya pun mengalami nasib yang sama tergerus oleh dolar AS. Lihat saja Turki, nilai mata uangnya Lira anjlok sampai 80 persen, begitupun dengan Argentina jatuh hingga 56 persen, lalu Venezuela juga melemah 17 persen, kemudian di Eropa, Inggris, yang sempat anjlok hingga 5 persen
Kondisi senasib dengan negara-negara lainnya itu, tentunya bukan menjadi alasan untuk membiarkan rupiah terus tertekan. Resep manjur pemerintah untuk menyembuhkan rupiah sangat ditunggu.
Presiden Jokowi sendiri menyatakan pembahasan nilai tukar rupiah yang belakangan terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak perlu diulang-ulang, karena upaya penguatan sudah disampaikan.
Jokowi menyebut melemahnya rupiah terhadap nilai tukar dolar disebabkan sentimen dari faktor eksternal yang bertubi-tubi, di antaranya dipicu oleh kenaikan suku bunga The Fed, perang dagang antara China dan AS, serta krisis yang melanda Turki serta Argentina.
Kita berharap langkah pemerintah di antaranya dengan terus mengupayakan peningkatan koordinasi di sektor fiskal, moneter, industri, dan para pelaku usaha, bisa kembali menstabilkan nilai rupiah.
Begitu juga gerakan "Aku Cinta Rupiah" yang digaungkan kembali oleh Ketua Fraksi Gerindra MPR RI Fary Djemi Francis perlu didukung oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai salah satu cara untuk menurunkan harga dolar atas rupiah.
Dalam kondisi seperti ini, kita semua jangan hanya saling menyalahkan tetapi harus sama-sama mencari solusi. Sebab, yang merasakan dampaknya masyarakat.
Pemerintah RI harus bergotong-royong untuk membuat mata uang rupiah kembali perkasa menghadapi penguatan dolar Amerika Serikat (AS), sehingga ancaman krisis dapat segera berlalu.
Pergerakan nilai tukar rupiah yang menyentuh angka psikologis Rp15 ribu per dolar telah menimbulkan gejolak, bahkan kehebohan saat Indonesia sedang memasuki tahun politik.
Pemerintah, mulai para menteri terkait maupun politisi, akademisi, pakar ekonomi, hingga tokoh yang pro-Jokowi memberikan berbagai argumen terkait pelemahan rupiah. Arahnya jelas agar keterpurukan nilai tukar rupiah tidak semata-mata dan selalu dikaitkan dengan kebijakan ataupun dianggap sebagai ketidakberdayaan pemerintahan Jokowi.
Di pihak lain, tentu saja yang berseberangan dengan Jokowi, muncul juga pengamat, pakar, ahli ekonomi menganalisa pelemahan rupiah dalam perspektif sebaliknya, yang intinya menilai pemerintahan di bawah Jokowi tidak becus mengendalikan dan mengamankan rupiah.
Tidak hanya rupiah yang terpuruk, sejumlah mata uang negara-negara lainnya pun mengalami nasib yang sama tergerus oleh dolar AS. Lihat saja Turki, nilai mata uangnya Lira anjlok sampai 80 persen, begitupun dengan Argentina jatuh hingga 56 persen, lalu Venezuela juga melemah 17 persen, kemudian di Eropa, Inggris, yang sempat anjlok hingga 5 persen
Kondisi senasib dengan negara-negara lainnya itu, tentunya bukan menjadi alasan untuk membiarkan rupiah terus tertekan. Resep manjur pemerintah untuk menyembuhkan rupiah sangat ditunggu.
Presiden Jokowi sendiri menyatakan pembahasan nilai tukar rupiah yang belakangan terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak perlu diulang-ulang, karena upaya penguatan sudah disampaikan.
Jokowi menyebut melemahnya rupiah terhadap nilai tukar dolar disebabkan sentimen dari faktor eksternal yang bertubi-tubi, di antaranya dipicu oleh kenaikan suku bunga The Fed, perang dagang antara China dan AS, serta krisis yang melanda Turki serta Argentina.
Kita berharap langkah pemerintah di antaranya dengan terus mengupayakan peningkatan koordinasi di sektor fiskal, moneter, industri, dan para pelaku usaha, bisa kembali menstabilkan nilai rupiah.
Begitu juga gerakan "Aku Cinta Rupiah" yang digaungkan kembali oleh Ketua Fraksi Gerindra MPR RI Fary Djemi Francis perlu didukung oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai salah satu cara untuk menurunkan harga dolar atas rupiah.
Dalam kondisi seperti ini, kita semua jangan hanya saling menyalahkan tetapi harus sama-sama mencari solusi. Sebab, yang merasakan dampaknya masyarakat.
Pemerintah RI harus bergotong-royong untuk membuat mata uang rupiah kembali perkasa menghadapi penguatan dolar Amerika Serikat (AS), sehingga ancaman krisis dapat segera berlalu.