Solo (Antaranews Jateng) - Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah menyatakan larangan antibiotic growth promoters (AGP) pada peternakan ayam ras tidak terlalu berdampak pada volume produksi.

"Kalaupun berdampak pada penurunan produksi, persentasenya tidak sampai 1 persen," kata Ketua Pinsar Jateng Pardjuni di Solo, Rabu.

Ia mengatakan penurunan produksi ayam pada saat ini salah satunya karena pengurangan bibit pada momentum Lebaran. Menurut dia, pada momentum Lebaran lalu para peternak cenderung mengurangi jumlah bibit untuk dibesarkan karena ingin fokus merayakan Lebaran terlebih dahulu.

Selain itu, dikatakannya, faktor lain yang berdampak pada penurunan produksi tersebut yaitu terjadinya cuaca ekstrem dan naiknya harga pakan.

"Memang untuk alasan utama dari penurunan produksi ini harus diketahui agar selanjutnya ada solusi yang tepat. Selain itu, tindakan preventif untuk para peternak juga ada," katanya.

Menurut dia, dengan solusi yang tepat maka suplai dan permintaan akan terjaga, untuk selanjutnya harga daging ayam bisa kembali normal.

Dia mengatakan jika pada saat normal harga ayam lepas kandang di level Rp18.000-Rp19.000/kg, saat ini naik menjadi Rp22.000-Rp23.000/kg.

Sebelumnya, terkait dengan larangan penggunaan AGP, Direktur Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Fadjar Sumping Tjatur Rasa mengatakan aturan tersebut mulai diberlakukan pada awal tahun 2018. Larangan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan)?Nomor 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan.?

Menurut dia, tujuan pelarangan penggunaan AGP adalah untuk mencegah terjadinya residu obat pada ternak. Selain itu, dikatakannya, juga mencegah gangguan kesehatan?manusia yang mengonsumsi?produk ternak karena sulit didegradasi dari tubuh hewan target.

"Selain itu juga menyebabkan efek hipersensitif, karsinogenik, mutagenik, dan teratogenik pada hewan atau manusia," katanya. 

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024