Solo (Antaranews) - Azana Hotels and Resorts mulai memperbaiki pengelolaan bisnis seiring dengan perkembangan era Hotel Industry 4.0 agar tidak kalah dalam dalam berkompetisi.
"Pada era Industry 4.0 ini hotel tidak lagi bisa dilihat secara pertumbuhan biasa, di luar itu hotel harus punya bisnis baru berbasis digital," kata CEO Azana Hotels dan Resorts Dicky Sumarsono di Solo, Sabtu.
Menurut Dicky Sumarsono, beda era saat ini dibandingkan dengan sebelumnya, yaitu ketika era Industry 1.0 orang akan memesan kamar dengan menggunakan "voucher", selanjutnya pada Industry 2.0 pemesanan kamar bisa melalui surat elektronik, dan pada era Industry 3.0 pemesanan kamar bisa melalui "online travel agent" (OTA).
"Pada Industry 4.0, orang bisa memesan kamar melalui aplikasi. Selain itu, saat ini untuk sekadar melayani secara baik saja tidak cukup karena pelaku industri harus meremajakan pola bisnis dan tim," kata Dicky Sumarsono.
Meski demikian, kata Dicky Sumarsono, ada konsekuensi dalam penerapan pemasaran melalui aplikasi tersebut, salah satunya pelaku perhotelan harus terbuka atau tidak boleh mencurangi pelanggan.
"Prinsipnya adalah masyarakat sudah tahu apa saja pelayanan yang ada pada hotel tersebut sebelum dia melakukan pemesanan. Jadi pelaku perhotelan jangan coba-coba mengurangi kualitas atau ketentuan yang sudah berlaku karena pasti tamu akan lari," katanya.
Pengelolaan pada era Industry 4.0, kata Dicky Sumarsono, hotel tidak lagi menggunakan banyak petugas yang ujung-ujungnya berakibat pada pembengkakan dana operasional perusahaan.
"Saat ini kami lebih menerapkan bisnis model yang simpel. Sebagai contoh, salah satu hotel kami yang terdiri dari 27 kamar hanya `di-handel` oleh enam karyawan. Padahal idealnya dengan jumlah kamar tersebut, jumlah karyawan bisa mencapai 15 orang," katanya.
Dicky Sumarsono menyebutkan ada beberapa aspek yang jumlah pekerjanya dapat diminimalisasi, seperti dapur dan laundry atau cuci pakaian para tamu.
"Mengenai dapur dan laundry ini kami serahkan ke pihak ketiga. Ini lebih efisien dan berdampak positif bagi perkembangan hotel itu sendiri," kata Dicky Sumarsono.
"Pada era Industry 4.0 ini hotel tidak lagi bisa dilihat secara pertumbuhan biasa, di luar itu hotel harus punya bisnis baru berbasis digital," kata CEO Azana Hotels dan Resorts Dicky Sumarsono di Solo, Sabtu.
Menurut Dicky Sumarsono, beda era saat ini dibandingkan dengan sebelumnya, yaitu ketika era Industry 1.0 orang akan memesan kamar dengan menggunakan "voucher", selanjutnya pada Industry 2.0 pemesanan kamar bisa melalui surat elektronik, dan pada era Industry 3.0 pemesanan kamar bisa melalui "online travel agent" (OTA).
"Pada Industry 4.0, orang bisa memesan kamar melalui aplikasi. Selain itu, saat ini untuk sekadar melayani secara baik saja tidak cukup karena pelaku industri harus meremajakan pola bisnis dan tim," kata Dicky Sumarsono.
Meski demikian, kata Dicky Sumarsono, ada konsekuensi dalam penerapan pemasaran melalui aplikasi tersebut, salah satunya pelaku perhotelan harus terbuka atau tidak boleh mencurangi pelanggan.
"Prinsipnya adalah masyarakat sudah tahu apa saja pelayanan yang ada pada hotel tersebut sebelum dia melakukan pemesanan. Jadi pelaku perhotelan jangan coba-coba mengurangi kualitas atau ketentuan yang sudah berlaku karena pasti tamu akan lari," katanya.
Pengelolaan pada era Industry 4.0, kata Dicky Sumarsono, hotel tidak lagi menggunakan banyak petugas yang ujung-ujungnya berakibat pada pembengkakan dana operasional perusahaan.
"Saat ini kami lebih menerapkan bisnis model yang simpel. Sebagai contoh, salah satu hotel kami yang terdiri dari 27 kamar hanya `di-handel` oleh enam karyawan. Padahal idealnya dengan jumlah kamar tersebut, jumlah karyawan bisa mencapai 15 orang," katanya.
Dicky Sumarsono menyebutkan ada beberapa aspek yang jumlah pekerjanya dapat diminimalisasi, seperti dapur dan laundry atau cuci pakaian para tamu.
"Mengenai dapur dan laundry ini kami serahkan ke pihak ketiga. Ini lebih efisien dan berdampak positif bagi perkembangan hotel itu sendiri," kata Dicky Sumarsono.