Kudus (Antaranews Jateng) - Keluarga tokoh Sedulur Sikep atau Samin di Undaan, Kabupaten Kudus menegaskan tidak akan merestui peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah yang tidak mau melestarikan Pegunungan Kendeng.
"Siapa pun calonnya, jika memang tidak mau melestarikan Pegunungan Kendeng di Jateng dan tidak bisa membuktikan apa yang menjadi janjinya tentunya tidak akan dipilih oleh keluarga besarnya," kata warga Sedulur Sikep Gunarti didampingi ayahnya Wargono yang merupakan tokoh Sedulur Sikep di Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Senin.
Ia menginginkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur periode nanti merupakan figur yang bersedia melestarikan Pegunungan Kendeng sekaligus berkomitmen menjaga Jateng sebagai lumbung pangan.
Pada kesempatan tersebut, dia juga menegaskan bahwa sikapnya itu bukan mewakili warga Samin secara keseluruhan, melainkan mewakili keluarga besarnya.
Bahkan, lanjut Gunarti warga kelahiran Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan, Kudus yang kini menetap di Desa Wotan, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati itu menegaskan bahwa kakeknya saat masih hidup memang berpesan agar berupaya menjaga kelestarian Pegunungan Kendeng.
Keberadaan Pegunungan Kendeng tersebut, lanjut dia, sesuai dengan pesan kakeknya nantinya tidak hanya untuk kepentingan lumbung pangan masyarakat sekitar, tetapi juga untuk lumbung pangan masyarakat se-Nusantara.
Terkait dengan tanggapan Ganjar, kata dia, cukup memahami dirinya.
"Saya juga harus memahami dia. Pemahaman terhadap dia dibuktikan lewat tindakannya terhadap penyelamatan Pegunungan Kendeng serta menganggap dia sebagai saudara," ujarnya.
Karena Ganjar Pranowo dianggap sebagai saudaranya, kata dia, dirinya tetap menaruh perhatian dan mengingatkan atas kebijakan-kebijakannya yang menyangkut masyarakat luas.
"Jika menanamnya sudah buruk, hasil di kemudian hari tentunya juga buruk," ujarnya.
Kesempatan bertemu Ganjar Pranowo di rumah ayahnya, kata Gunarti, dirinya ingin menyampaikan sesuatu yang terpendam. Namun, melihat respons Calon Gubernur Jateng yang kurang berkenan tersebut, akhirnya tidak disampaikan.
"Saya memilih untuk menyampaikannya kepada istri Ganjar yang sejak awal berangan-angan bicara secara pribadi karena sebagai perempuan tentu lebih mudah memahami," ujarnya.
Sebelumnya, dia bermimpi bertemu ibundanya Ganjar Pranowo yang meminta dirinya untuk mengingatkan Ganjar Pranowo agar dalam mengambil kebijakan lebih berhati-hati.
"Jangan sampai memiliki kesalahan yang cukup besar. Lebih baik sumeleh (Jawa) atau menerima atas keinginan warga yang tidak menginginkan adanya pabrik semen," ujarnya.
Apalagi, lanjut Gunarti, menirukan pembicaraan dengan almarhumah ibundanya Ganjar Pranowo bahwa uang masih bisa dicari, sedangkan gunung tidak bisa dibuat.
Terkait dengan kehadiran Ganjar Pranowo bersama istrinya, kata Gunarti, hanya ingin menepati janjinya bertemu ayahnya tanpa embel-embel lainnya.
Sementara itu, Ganjar Pranowo menegaskan bahwa pabrik semen di Pati sudah diputuskan oleh mereka dan sampai hari ini belum berjalan dan di Rembang juga belum berjalan.
"Pabrik di Rembang juga meminta izin dijalankan. Namun, belum saya izinkan karena masih menunggu keputusan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)," ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, dia juga mengungkapkan adanya moratorium pabrik semen setahun yang lalu dengan batas waktu yang belum ditentukan demi menjaga keseimbangan tersebut.
"Siapa pun calonnya, jika memang tidak mau melestarikan Pegunungan Kendeng di Jateng dan tidak bisa membuktikan apa yang menjadi janjinya tentunya tidak akan dipilih oleh keluarga besarnya," kata warga Sedulur Sikep Gunarti didampingi ayahnya Wargono yang merupakan tokoh Sedulur Sikep di Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Senin.
Ia menginginkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur periode nanti merupakan figur yang bersedia melestarikan Pegunungan Kendeng sekaligus berkomitmen menjaga Jateng sebagai lumbung pangan.
Pada kesempatan tersebut, dia juga menegaskan bahwa sikapnya itu bukan mewakili warga Samin secara keseluruhan, melainkan mewakili keluarga besarnya.
Bahkan, lanjut Gunarti warga kelahiran Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan, Kudus yang kini menetap di Desa Wotan, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati itu menegaskan bahwa kakeknya saat masih hidup memang berpesan agar berupaya menjaga kelestarian Pegunungan Kendeng.
Keberadaan Pegunungan Kendeng tersebut, lanjut dia, sesuai dengan pesan kakeknya nantinya tidak hanya untuk kepentingan lumbung pangan masyarakat sekitar, tetapi juga untuk lumbung pangan masyarakat se-Nusantara.
Terkait dengan tanggapan Ganjar, kata dia, cukup memahami dirinya.
"Saya juga harus memahami dia. Pemahaman terhadap dia dibuktikan lewat tindakannya terhadap penyelamatan Pegunungan Kendeng serta menganggap dia sebagai saudara," ujarnya.
Karena Ganjar Pranowo dianggap sebagai saudaranya, kata dia, dirinya tetap menaruh perhatian dan mengingatkan atas kebijakan-kebijakannya yang menyangkut masyarakat luas.
"Jika menanamnya sudah buruk, hasil di kemudian hari tentunya juga buruk," ujarnya.
Kesempatan bertemu Ganjar Pranowo di rumah ayahnya, kata Gunarti, dirinya ingin menyampaikan sesuatu yang terpendam. Namun, melihat respons Calon Gubernur Jateng yang kurang berkenan tersebut, akhirnya tidak disampaikan.
"Saya memilih untuk menyampaikannya kepada istri Ganjar yang sejak awal berangan-angan bicara secara pribadi karena sebagai perempuan tentu lebih mudah memahami," ujarnya.
Sebelumnya, dia bermimpi bertemu ibundanya Ganjar Pranowo yang meminta dirinya untuk mengingatkan Ganjar Pranowo agar dalam mengambil kebijakan lebih berhati-hati.
"Jangan sampai memiliki kesalahan yang cukup besar. Lebih baik sumeleh (Jawa) atau menerima atas keinginan warga yang tidak menginginkan adanya pabrik semen," ujarnya.
Apalagi, lanjut Gunarti, menirukan pembicaraan dengan almarhumah ibundanya Ganjar Pranowo bahwa uang masih bisa dicari, sedangkan gunung tidak bisa dibuat.
Terkait dengan kehadiran Ganjar Pranowo bersama istrinya, kata Gunarti, hanya ingin menepati janjinya bertemu ayahnya tanpa embel-embel lainnya.
Sementara itu, Ganjar Pranowo menegaskan bahwa pabrik semen di Pati sudah diputuskan oleh mereka dan sampai hari ini belum berjalan dan di Rembang juga belum berjalan.
"Pabrik di Rembang juga meminta izin dijalankan. Namun, belum saya izinkan karena masih menunggu keputusan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)," ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, dia juga mengungkapkan adanya moratorium pabrik semen setahun yang lalu dengan batas waktu yang belum ditentukan demi menjaga keseimbangan tersebut.