Purwokerto (Antaranews Jateng) - Masyarakat miskin perlu dilibatkan sebagai tenaga kerja dalam penggunaan dana desa meskipun selama ini telah berjalan cukup bagus, kata pakar ekonomi Aviliani.

"Selama ini sudah bagus seperti untuk membangun embung, untuk BUMDes (Badan Usaha Milik Desa), cuma memang perlu banyak untuk penyerapan tenaga kerja yang ada di desa," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.

Aviliani mengatakan hal itu kepada wartawan di sela pelantikan Pengurus Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Purwokerto Periode 2017-2020 di Ruang Kamandaka, Hotel Aston Imperium, Purwokerto.

Oleh karena itu, kata dia, peraturan yang berkaitan dengan dana desa sebenarnya harus lebih fleksibel.

"Misalnya begini, kalau mau cepat, kan itu harus melibatkan masyarakat. Nah, melibatkan masyarakat pun belum tentu punya `skill` (keterampilan, red.) kan. Nah, misalnya dalam dua bulan untuk membersihkan desa, itu kan bisa melibatkan orang miskin, yang boleh hanya orang yang memang kategorinya miskin untuk ikut itu, kalau yang masyarakatnya di desa itu sudah bagus kan tidak perlu diikutsertakan," kata Sekretaris Jenderal ISEI itu.

Ia mengatakan yang menjadi masalah adalah harus berbentuk barang sehingga masyarakat miskin belum tentu bisa diberdayakan untuk membentuk barang yang kelihatan.

Terkait dengan hal itu, dia memberikan masukkan agar ke depan dibolehkan kalau bisa menyerap tenaga kerja lebih fleksibel sesuai dengan kebutuhan.

"Tapi yang memang tanpa harus melihat barang pun boleh, sehingga `governance-nya` saja yang nanti lebih diperbaiki," katanya.

Selanjutnya, Aviliani mengatakan BUMDes sekarang sudah terbentuk dan hal itu bisa dikaitkan dengan kemitraan dengan perusahaan.

"Jadi, misalnya sekarang ada namanya prukades, produk unggulan kawasan pedesaan, itu dikaitkan dengan cari pasarnya dulu. Jadi, perusahaan butuhnya apa sih dan daerah itu kompetensinya apa," katanya.

Dia mencontohkan Jawa Timur yang memiliki produk unggulan berupa susu dan sapi potong dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan dan selanjutnya masyarakat dari kelompok warga miskin tersebut diberdayakan.

Dengan demikian, katanya, jika bisa, dana desa itu dibuat untuk menyerap tenaga kerja dan berkesinambungan.

"Dampaknya signifikan sekali karena kalau kita lihat Rp800 juta sampai Rp1,5 miliar dalam setiap tahun, itu sebenarnya kalau diberdayakan secara berkesinambungan bisa mengurangi kemiskinan yang cukup signifikan. Tinggal sekarang mau menggunakan data orang miskin dari mana," katanya.

Menurut dia, data warga miskin yang dimiliki Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) lebih detail sehingga dapat digunakan dan pertanggungjawaban bahwa orang miskin diberdayakan itu akan jelas.

Aviliani mengakui jika penggunaan dana desa selama ini sudah berjalan cukup bagus karena untuk membuat jalan dan sebagainya tetapi tidak melibatkan masyarakat melainkan dikerjakan oleh vendor atau penyedia jasa.

Ia mengatakan Presiden Joko Widodo telah meminta agar 30 persen dana desa pada 2018 di antaranya untuk upah bekerja (cash for work) bagi warga miskin dengan nominal antara Rp80 ribu hingga Rp100 ribu per hari.

"Kalau itu harus menghasilkan barang sepertinya agak susah. Oleh karena itu, warga miskin diikutsertakan dulu, misalnya, dalam padat karya pembangunan kebersihan dan kesehatan di desa. Selama dua bulan, yakni Februari hingga Maret, mereka diikutsertakan dalam padat karya tersebut, baru nantinya menunggu program unggulan kawasan pedesaan (prukades)," katanya

Dia mengaku bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi sedang menyiapkan nota kesepahaman dengan perusahaan-perusahaan yang siap menjadi pembeli produk unggulan desa.

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Zuhdiar Laeis
Copyright © ANTARA 2024