PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (TWC) melakukan pendampingan sejumlah Balai Ekonomi Desa (Balkondes) di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sebelum diserahkan ke desa untuk dikelola.

Manajer proyek Balkondes dan Homestay, Joni Sulistyono, di Magelang, Sabtu, mengatakan pendampingan tersebut dilakukan bersama Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) dan Patra Jasa.

"Pengelola Balkondes dan homestay direkrut dari tenaga kerja desa setempat yang diberi pelatihan dan kami sebagai pendamping, untuk membimbing mengantarkan nantinya sampai mereka menjadi suatu bidang usaha yang menghasilkan baik homestay maupun balkondes," katanya.

Menurut dia, pendampingan akan dilakukan hingga 10 tahun sampai dengan nanti ada jaminan benar-benar usahanya lancar dan menghasilkan, setelah itu akan diserahkan ke BUMDes yang bersangkutan, menjadi aset usahanya desa.

"Kalau tiba-tiba langsung diserahkan ke desa kami khawatir tidak langsung jalan, ada risiko besar nanti. Bukan kami tidak percaya, namun untuk kebaikan bersama maka TWC dipercaya untuk mendampingi mereka," katanya.

Ia menyebutkan sampai sekarang sudah berdiri 15 Balkondes dari 20 Balkondes yang akan dibangun di sejumlah desa di Kecamatan Borobudur.

Sejumlah Balokondes yang sudah dibangun, yakni Balkondes Borobudur dengan sponsor PT TWC, Balkondes Kebonsari (PT Hutama Karya), Balkondes Karangrejo (PT Perusahaan Gas Negara), Wringin Putih (PT Pertamina), Bumiharjo (PT Pembangunan Perumahan), Kembanglimus (Patra Jasa), Candirejo (PT Semen Indonesia), Wanurejo (BNI), Bigaran (Angkasapura I), Kenalan (Bank Mandiri), Tuksongo (PT Telkom), Majaksingi (PT Jasa Marga, Tanjungari (BRI), Karanganyar (BPN), Giritengah (Jasa Raharja).

Kemudian desa yang belum didirikan Balkondes, yakni Desa Giripurno, Sambeng, Tegalarum, Ngargogondo, dan Ngadiharjo. Namun Menteri BUMN sudah menunjuk sejumlah BUMN untuk menjadi sponsornya. Lahan yang digunakan untuk membangun Balkondes dan homestay merupakan tanah kas desa.

Secara fisik bangunan Balkondes Borobudur senilai Rp750 juta, kemudian untuk mendukung operasional selama setahun ada anggaran Rp250 juta untuk lima item, yakni pembelian mebel, peralatan dapur, modal kerja, honorarium SDM, dan untuk selebrasi atau acara-acara resmi.

"Dengan adanya dukungan anggaran tersebut diharapkan Balkondes segera ada kegiatannya. Kami berpikir yang paling mudah dan segera bisa dilakukan adalah kegiatan kuliner. Sebelumnya sudah ada perekrutan pegawai yang diambilkan dari desa yang bersangkutan, mereka diberi bekal pelatihan tentang layanan dan boga," katanya. 

Munculnya Balkondes berawal dari sebuah pemikiran dari Direktur Utama PT TWC Edy Setijono yang secara filosofis mengibaratkan kalau Candi Borobudur itu sebuah lampu terang luar biasa 2.000 watt.

Namun, kondisi di sekitar Candi Borobudur di 20 desa itu ada yang redup, ada yang terang, ada yang suram, bahkan ada yang gelap.

Dengan kondisi tersebut, selaku pengelola Taman Wisata Candi Borobudur tergerak membuat semacam obor atau lilin kalau ukurannya satu desa 100 watt maka untuk 20 desa akan sama terangnya dengan Candi Borobudur.

Kalau Candi Borobudur mampu mendatangkan jutaan wisatawan diharapkan juga desa-desa itu bisa menjadi salah satu tujuan wisata yang dikunjungi wisatawan.      

Tentu hal tersebut membutuhkan persiapan dan upaya yang harus dilakukan untuk menggerakkan masyarakat dalam konteks lilin tersebut. Potensi apa pun yang ada di desa harus digali, dibangkitkan sehingga pada saat pemerintah akan mendatangkan dua juta wisatawan asing di Jateng dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2019 masyarakat sudah siap.

Memang akhirnya menjadi salah satu tugas BUMN untuk ikut menggerakkan ekonomi masyarakat dengan mendirikan Balkondes ini. Balkondes di sini bukan sebuah akhir dari kegiatan atau program tetapi justru dengan berdirinya Balkondes ini menjadi awal dari sebuah proses untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (ksm)

Pewarta : Heru Suyitno
Editor :
Copyright © ANTARA 2024