Agustus hingga Januari bagi nelayan di pesisir Kabupaten Cilacap merupakan bulan penuh berkah karena berbagai jenis ikan bermunculan di perairan selatan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Oleh karena itu, nelayan sangat berharap bisa memperoleh hasil tangkapan berupa ikan dengan semaksimal mungkin.

Akan tetapi segala daya dan upaya nelayan untuk memperoleh tangkapan sangat tergantung pada kondisi cuaca di wilayah perairan.

Hal itu disebabkan ketika musim panen ikan telah datang, cuaca buruk berupa gelombang tinggi dan hujan lebat yang disertai petir justru sering kali terjadi.

Dengan demikian, nelayan harus benar-benar memerhatikan prakiraan cuaca yang dikeluarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di samping berpegang pada kearifan lokal yang telah mereka yakini selama bertahun-tahun.

Salah seorang nelayan Cilacap, Siswo mengaku terpaksa mencari ikan secara "jolokan" atau berangkat melaut pada pagi hari saat angin masih tenang dan kembali menjelang siang sebelum gelombang meninggi.

Berdasarkan pengalaman, kata dia, ada waktu-waktu tertentu dimana kondisi cuaca masih kondusif untuk melaut.

Mereka berangkat melaut sekitar pukul 03.00 WIB dan pulang sekitar pukul 10.00 WIB. Biasanya, mereka mencari ikan di sekitar peraian selatan Kebumen atau Pangandaran.

Ia mengaku nekat melaut di saat sering terjadi gelombang tinggi demi memenuhi kebutuhan keluarga.

"Kalau enggak melaut, bagaimana kami bisa memenuhi kebutuhan keluarga? Padahal saat sekarang, sedang berlangsung musim panen di mana berbagai jenis ikan bermunculan," katanya.

Dia mengatakan jika beruntung, sekali melaut secara "jolokan" bisa mendapatkan ikan sekitar 10 kilogram dengan pendapatan bersih sebesar Rp50 ribu setelah dikurangi biaya operasional dan dibagi dengan nelayan lain dalam satu perahu.

Kalau cuacanya kondusif bisa menangkap ikan lebih banyak lagi, katanya.

Kendati demikian, dia mengatakan jika terjadi cuaca buruk seperti yang berlangsung selama dua minggu sejak akhir pekan pertama bulan Oktober, nelayan tradisional nyaris tidak ada yang melaut.

Selama tidak melaut, nelayan memperbaiki jaring mereka yang rusak sehingga siap digunakan saat kondusif.

Ketua Rukun Nelayan Pandanarang, Pantai Teluk Penyu, Cilacap, Tarmuji, mengakui jika banyak nelayan yang nekat melaut meskipun terjadi cuaca buruk.

Saat sekarang, katanya, sebenarnya masih berlangsung masa panen karena berbagai jenis ikan, seperti layur, bawal putih, dan udang masih bermunculan di perairan selatan Jateng dan DIY.

Akan tetapi, kata dia, hasil tangkapan yang diperoleh nelayan tidak sebanyak beberapa waktu sebelumnya karena turun hingga 60 persen.

Menurut dia, penurunan hasil tangkapan itu terjadi karena nelayan yang melaut harus berpacu dengan cuaca.

Mereka melaut jarak dekat ketika cuaca terlihat cerah dan segera mendarat saat mulai mendung. Cuaca yang sering hujan memang menyulitkan nelayan.

Ia mengakui hasil tangkapan pada musim panen tahun 2017 jauh lebih bagus dibanding tahun 2016 yang terdampak "El Nino" sehingga terus-menerus terjadi hujan dan cuaca buruk.

Oleh karena itu, nelayan Cilacap pada tahun 2016 mengalami masa paceklik yang panjang.

Sementara pada musim panen kali ini, nelayan Cilacap sempat menikmati hasil tangkapan yang melimpah meskipun akhirnya terjadi penurunan akibat faktor cuaca buruk.

Menurut dia, tingginya hasil tangkapan itu tidak lepas dari kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang melarang kapal asing mencari ikan di wilayah perairan Indonesia.

Ia mengharapkan kebijakan tersebut tetap berjalan demi kedaulatan kelautan dan perikanan Indonesia.

Hal senada juga disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap Sarjono.

Menurut dia, dampak larangan kapal asing mencari ikan di perairan Indonesia turut dirasakan nelayan Cilacap karena bisa menikmati hasil panen yang melimpah.

Saat memasuki puncak panen ikan sekitar 1-1,5 bulan lalu, hasil tangkapan nelayan Cilacap sangat melimpah karena berbagai jenis ikan bermunculan, katanya.

Ia mengakui penghidupan nelayan tangkap sangat tergantung pada kondisi cuaca di perairan sehingga jika terjadi cuaca buruk secara otomatis nelayan tradisional tidak bisa melaut, sedangkan nelayan yang menggunakan kapal berukuran besar (longline) tidak terlalu terkendala.

Dia mengharapkan kondisi cuaca tetap bersahabat hingga berakhirnya masa panen yang diperkirakan masih akan berlangsung hingga bulan Desember atau saat wilayah perairan selatan Jateng-DIY memasuki musim angin baratan.



Kapal Rusak

Pepatah yang menyebutkan "manusia hanya bisa berencana/berharap, tapi Tuhanlah yang menentukan" pun berlaku dalam kehidupan nelayan.

Saat memasuki masa panen dengan kondisi cuaca yang kondusif dan hasil tangkapan berupa ikan yang melimpah, nelayan harus menghadapi ancaman cuaca buruk.

Bahkan, bencana pun harus dirasakan nelayan sehari setelah tradisi sedekah laut yang digelar pada tanggal 6 Oktober 2017 sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas limpahan rezeki berupa hasil tangkapan yang melimpah.

Saat nelayan sedang menyaksikan pergelaran wayang kulit pada Jumat (6/10) malam usai tradisi sedekah laut, hujan ekstrem melanda sebagian wilayah Cilacap sejak Sabtu (7/10) dini hari.

Tanpa disadari nelayan, perahu-perahu mereka yang disandarkan di Kali Yasa terisi air hingga penuh dan tali penambatnya putus hingga akhirnya saling bertabrakan karena arus sungai itu sangat deras, beberapa perahu di antaranya tenggelam.

Ketua HNSI Cilacap Sarjono mengatakan berdasarkan hasil inventarisasi tercatat sebanyak 58 perahu atau kapal motor berukuran di bawah 10 "gross tonnage" (GT) mengalami kerusakan akibat cuaca buruk yang terjadi selama dua pekan sejak 7 Oktober, 14 unit di antaranya rusak parah.

Kejadian paling banyak terjadi pada tanggal 7 Oktober karena ada 53 kapal yang rusak, 10 unit di antaranya tenggelam. Secara keseluruhan, kerugiannya diperkirakan mencapai Rp595 juta, katanya.

Di mengatakan pihaknya akan segera mengajukan permohonan bantuan kepada Pemerintah Kabupaten Cilacap terkait dengan kerusakan kapal nelayan akibat cuaca buruk.

Menurut dia, surat permohonan bantuan tersebut akan ditembuskan kepada Gubernur Jateng, HNSI Jateng, dan instansi terkait lainnya yang ada di Kabupaten Cilacap.

Pihaknya berharap pemerintah bisa hadir untuk membantu nelayan tradisional (kapal di bawah 10 GT, red.) yang kapalnya mengalami kerusakan akibat cuaca buruk.

Terkait dengan kejadian tersebut, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Cilacap Sujito mengatakan pihaknya akan mengusulkan bantuan untuk nelayan yang mengalami kerusakan akibat cuaca buruk.

Pihaknya akan mengajukan bersama kerugian yang diderita pembudi daya ikan maupun petambak udang yang kolamnya kebanjiran saat terjadi cuaca buruk. Berdasarkan pendataan sementara, kerugiannya mencapai Rp2,5 miliar.

Kepala Kelompok Teknisi Stasiun Meteorologi BMKG Cilacap Teguh Wardoyo memrakirakan cuaca buruk masih berpotensi terjadi di Kabupaten Cilacap karena saat sekarang belum sampai puncak musim hujan.

Menurut dia, di Kabupaten Cilacap ada tiga puncak musim hujan, yakni November, Desember, dan Januari.

Dalam hal ini, puncak musim hujan pada bulan November berlangsung di wilayah selatan Kabupaten Cilacap atau daerah pesisir.

Sementara di wilayah tengah Kabupaten Cilacap cenderung pada bulan Desember dan wilayah barat pada bulan Januari.

Selain itu, kata Teguh, gelombang tinggi juga masih berpotensi terjadi di perairan selatan Jateng-DIY.

Saat matahari berada di selatan ekuator, katanya, banyak daerah pusat tekanan rendah di wilayah itu yang aktif sehingga memicu peningkatan kecepatan angin yang berdampak pada peningkatan tinggi gelombang di perairan selatan Jateng-DIY.

Oleh karena itu, dia mengimbau nelayan tradisional yang menggunakan perahu atau kapal berukuran kecil (di bawah 10 GT) agar tetap waspada saat melaut karena gelombang tinggi dapat terjadi sewaktu-waktu.

Pewarta : Sumarwoto
Editor :
Copyright © ANTARA 2024