Jakarta, ANTARA JATENG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi
gugatan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) Jakarta soal pencegahan ke luar negeri.
"Kami tadi baca informasi bahwa ada pengajuan gugatan ke PTUN. Suratnya sendiri secara resmi belum kami terima, jadi secara substansi kami belum tahu yang digugat siapa, apa hanya imigrasi atau KPK juga tergugat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut Febri menyatakan bahwa setiap pencegahan bepergian ke luar negeri yang dilakukan Ditjen Imigrasi terhadap pihak-pihak yang sedang diproses oleh KPK itu didasarkan pada kewenangan KPK pada pasal 12 ayat 1 huruf b Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Jadi pada Undang Undang KPK sangat jelas sebenarnya, KPK meminta seseorang tentu pada instansi terkait dalm hal ini imigrasi untuk tidak bepergian ke luar negeri. Sebenarnya, imigrasi menjalankan tugas undang-undang, jadi dari aspek hukum sangat kuat sebenarnya terkait dengan pencegahan ke luar negeri," ujarnya lagi.
Menurut Febri, dalam putusan praperadilan Setya Novanto terdapat salah satu permohonan terkait pencabutan pencegahan ke luar negeri, namun ditolak oleh hakim.
"Kemarin salah satu permintaam dari pihak Setya Novanto untuk mencabut pencegahan ke luar negeri tidak dikabulkan oleh hakim. Hakim mengatakan itu kewenangan administrasi pejabat yang mengeluarkannya," kata Febri pula.
Lebih lanjut ia menyatakan, jika yang digugat adalah Ditjen Imigrasi, tentu saja pihak imigrasi akan berkoordinasi dengan KPK karena permintaan pencegahan ke luar negeri berdasarkan permintaan KPK.
"Tentu kami akan koordinasi karena pencegahan keluar negeri bukan hanya kepada Setya Novanto, tetapi beberapa pihak lain dalam kasus KTP elekronik dan juga dalam hampir semua kasus korupsi yang kami tangani," ujar Febri.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) di laman resmi http://ptun-jakarta.go.id, Setya Novanto mengajukan gugatan pada Jumat (20/10) dengan nomor perkara 219/G/2017/PTUN.JKT dengan pihak tergugat adalah Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Adapun materi pokok perkara yang diajukan pada gugatan Setya Novanto itu antara lain mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya, menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara Nomor: IMI.5.GR.02.05-3.0656, tanggal 2 Oktober 2017, perihal pencegahan ke luar negeri dan penarikan sementara paspor RI atas nama Setya Novanto (objek sengketa).
Lalu, memerintahkan kepada tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara Nomor: IMI.5.GR.02.05-3.0656, tanggal 2 Oktober 2017, perihal pencegahan ke luar negeri dan penarikan sementara paspor RI atas nama Setya Novanto.
Kemudian, menghukum tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam sengketa ini.
"Kami tadi baca informasi bahwa ada pengajuan gugatan ke PTUN. Suratnya sendiri secara resmi belum kami terima, jadi secara substansi kami belum tahu yang digugat siapa, apa hanya imigrasi atau KPK juga tergugat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut Febri menyatakan bahwa setiap pencegahan bepergian ke luar negeri yang dilakukan Ditjen Imigrasi terhadap pihak-pihak yang sedang diproses oleh KPK itu didasarkan pada kewenangan KPK pada pasal 12 ayat 1 huruf b Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Jadi pada Undang Undang KPK sangat jelas sebenarnya, KPK meminta seseorang tentu pada instansi terkait dalm hal ini imigrasi untuk tidak bepergian ke luar negeri. Sebenarnya, imigrasi menjalankan tugas undang-undang, jadi dari aspek hukum sangat kuat sebenarnya terkait dengan pencegahan ke luar negeri," ujarnya lagi.
Menurut Febri, dalam putusan praperadilan Setya Novanto terdapat salah satu permohonan terkait pencabutan pencegahan ke luar negeri, namun ditolak oleh hakim.
"Kemarin salah satu permintaam dari pihak Setya Novanto untuk mencabut pencegahan ke luar negeri tidak dikabulkan oleh hakim. Hakim mengatakan itu kewenangan administrasi pejabat yang mengeluarkannya," kata Febri pula.
Lebih lanjut ia menyatakan, jika yang digugat adalah Ditjen Imigrasi, tentu saja pihak imigrasi akan berkoordinasi dengan KPK karena permintaan pencegahan ke luar negeri berdasarkan permintaan KPK.
"Tentu kami akan koordinasi karena pencegahan keluar negeri bukan hanya kepada Setya Novanto, tetapi beberapa pihak lain dalam kasus KTP elekronik dan juga dalam hampir semua kasus korupsi yang kami tangani," ujar Febri.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) di laman resmi http://ptun-jakarta.go.id, Setya Novanto mengajukan gugatan pada Jumat (20/10) dengan nomor perkara 219/G/2017/PTUN.JKT dengan pihak tergugat adalah Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Adapun materi pokok perkara yang diajukan pada gugatan Setya Novanto itu antara lain mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya, menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara Nomor: IMI.5.GR.02.05-3.0656, tanggal 2 Oktober 2017, perihal pencegahan ke luar negeri dan penarikan sementara paspor RI atas nama Setya Novanto (objek sengketa).
Lalu, memerintahkan kepada tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara Nomor: IMI.5.GR.02.05-3.0656, tanggal 2 Oktober 2017, perihal pencegahan ke luar negeri dan penarikan sementara paspor RI atas nama Setya Novanto.
Kemudian, menghukum tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam sengketa ini.