Jakarta, ANTARA JATENG - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Zainut Tauhid Saadi menyambut baik terhadap rencana pembentukan
Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Korupsi) oleh Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Polri).
"Mengingat pentingnya upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, maka MUI dapat memahami rencana itu," katanya di Jakarta, Kamis.
Segala tindakan korupsi, menurut dia, harus dibendung dengan banyak cara, salah satunya lewat detasemen baru yang mengurusi tindak pidana korupsi (tipikor).
Hal yang lebih penting dalam pelaksanaan tugas itu, dinilainya, supaya diatur agar tidak terjadi tumpang tindih dengan institusi lain yang memiliki fungsi sama, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia mengatakan bahaya korupsi sudah merambah dalam semua bidang kehidupan sehingga dibutuhkan kerja sama antarlembaga penegak hukum yang sinergis dan kuat, serta tidak cukup ditangani KPK saja.
MUI, dikemukakannya, menyambut baik setiap usaha untuk memberantas korupsi karena tindakan rasuah merupakan musuh rakyat dan negara yang harus diperangi bersama-sama.
Hal tersebut, dinyatakannya, sesuai dengan amanat Musyawarah Nasional VI MUI pada Juli 2000 tentang Suap (Risywah), Korupsi (Ghulul) dan Pemberian Hadiah kepada Pejabat, serta keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia ke-IV tentang Penyitaan Aset Pelaku Tindak Pidana Korupsi di Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, pada 2012.
"Korupsi menurut ketentuan dalam Munas dan Ijtima Ulama tersebut adalah tindakan pejabat negara mengambil sesuatu yang ada di bawah kekuasaannya dengan cara yang tidak benar menurut syariat Islam. Korupsi hukumnya haram karena merugikan rakyat dan negara," tuturnya.
Zainut mengatakan dalam rekomendasi Ijtima Ulama tersebut mengamanatkan kepada penegak hukum agar bertindak secara tegas dan terukur dalam memberantas korupsi termasuk penyitaan aset pelaku tindak pidana korupsi untuk disita oleh negara dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan masyarakat.
MUI, dikatakannya, berharap semua pihak tidak perlu saling curiga dan lebih baik berpikiran positif, duduk bersama melakukan kajian yang mendalam agar dapat dicarikan solusi yang maslahat untuk kepentingan pemberantasan korupsi dan penyelamatan uang negara.
Dengan begitu, ia mengemukakan, kebocoran uang negara dapat ditekan, pembangunan nasional dapat dimaksimalkan dan hasilnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia bukan sebaliknya uang negara yang seharusnya untuk mensejahterakan rakyat justru dicuri oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan kekuasaannya.
"MUI bersama-sama dengan ormas Islam lainnya akan terus berpartisipasi aktif dalam pencegahan tindak pidana korupsi sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada umat, bangsa dan negara," demikian Zainut Tauhid Saadi.
"Mengingat pentingnya upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, maka MUI dapat memahami rencana itu," katanya di Jakarta, Kamis.
Segala tindakan korupsi, menurut dia, harus dibendung dengan banyak cara, salah satunya lewat detasemen baru yang mengurusi tindak pidana korupsi (tipikor).
Hal yang lebih penting dalam pelaksanaan tugas itu, dinilainya, supaya diatur agar tidak terjadi tumpang tindih dengan institusi lain yang memiliki fungsi sama, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia mengatakan bahaya korupsi sudah merambah dalam semua bidang kehidupan sehingga dibutuhkan kerja sama antarlembaga penegak hukum yang sinergis dan kuat, serta tidak cukup ditangani KPK saja.
MUI, dikemukakannya, menyambut baik setiap usaha untuk memberantas korupsi karena tindakan rasuah merupakan musuh rakyat dan negara yang harus diperangi bersama-sama.
Hal tersebut, dinyatakannya, sesuai dengan amanat Musyawarah Nasional VI MUI pada Juli 2000 tentang Suap (Risywah), Korupsi (Ghulul) dan Pemberian Hadiah kepada Pejabat, serta keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia ke-IV tentang Penyitaan Aset Pelaku Tindak Pidana Korupsi di Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, pada 2012.
"Korupsi menurut ketentuan dalam Munas dan Ijtima Ulama tersebut adalah tindakan pejabat negara mengambil sesuatu yang ada di bawah kekuasaannya dengan cara yang tidak benar menurut syariat Islam. Korupsi hukumnya haram karena merugikan rakyat dan negara," tuturnya.
Zainut mengatakan dalam rekomendasi Ijtima Ulama tersebut mengamanatkan kepada penegak hukum agar bertindak secara tegas dan terukur dalam memberantas korupsi termasuk penyitaan aset pelaku tindak pidana korupsi untuk disita oleh negara dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan masyarakat.
MUI, dikatakannya, berharap semua pihak tidak perlu saling curiga dan lebih baik berpikiran positif, duduk bersama melakukan kajian yang mendalam agar dapat dicarikan solusi yang maslahat untuk kepentingan pemberantasan korupsi dan penyelamatan uang negara.
Dengan begitu, ia mengemukakan, kebocoran uang negara dapat ditekan, pembangunan nasional dapat dimaksimalkan dan hasilnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia bukan sebaliknya uang negara yang seharusnya untuk mensejahterakan rakyat justru dicuri oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan kekuasaannya.
"MUI bersama-sama dengan ormas Islam lainnya akan terus berpartisipasi aktif dalam pencegahan tindak pidana korupsi sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada umat, bangsa dan negara," demikian Zainut Tauhid Saadi.