Jakarta, ANTARA JATENG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Achmad Djuned dalam penyidikan
tindak pidana korupsi suap terkait pengadaan "satellite monitoring" di
Bakamla RI Tahun Anggaran 2016.
"Kasus Bakamla yang dipertanyakan tupoksi saya. Menyerahkan hasil rapat-rapat tanggal 9 Juni dan 27 Juni 2016," kata Djuned seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Dalam pemeriksaannya kali ini, Djuned diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Nofel Hasan.
Lebih lanjut, ia menyatakan rapat tersebut membahas masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negar (APBN-P) 2016 terkait proyek pengadaan satellite monitoring di Bakamla RI.
Namun, ia tidak mengetahui secara rinci maupun keputusan dari rapat APBN-P terkait satellite monitoring itu.
"Saya tidak tahu detil karena saya hanya menyerahkan risalah," kata Djuned.
Nofel Hasan yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Organisiasi Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 12 April 2017 lalu.
Nofel Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Nofel Hasan disebut menerima 104.500 dolar Singapura terkait pengadaan satellite monitoring senilai total Rp222,43 miliar tersebut.
"Kasus Bakamla yang dipertanyakan tupoksi saya. Menyerahkan hasil rapat-rapat tanggal 9 Juni dan 27 Juni 2016," kata Djuned seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Dalam pemeriksaannya kali ini, Djuned diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Nofel Hasan.
Lebih lanjut, ia menyatakan rapat tersebut membahas masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negar (APBN-P) 2016 terkait proyek pengadaan satellite monitoring di Bakamla RI.
Namun, ia tidak mengetahui secara rinci maupun keputusan dari rapat APBN-P terkait satellite monitoring itu.
"Saya tidak tahu detil karena saya hanya menyerahkan risalah," kata Djuned.
Nofel Hasan yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Organisiasi Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 12 April 2017 lalu.
Nofel Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Nofel Hasan disebut menerima 104.500 dolar Singapura terkait pengadaan satellite monitoring senilai total Rp222,43 miliar tersebut.