Kudus, ANTARA JATENG - Aparat Kepolisian Resor Kudus, Jawa Tengah, memeriksa sejumlah saksi terkait dugaan kasus kekerasan terhadap siswa sekolah dasar (SD) di Kudus.
"Saksi yang kami mintai keterangannya, di antaranya dari korban, orang tua korban, beberapa guru serta kepala Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Gondosari," kata Kapolres Kudus AKBP Agusman Gurning melalui Kasatreskrim AKP Kurniawan Daeli di Kudus, Selasa.
Ia mengatakan, Polres Kudus juga akan berkoordinasi dengan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Pati.
Nantinya, lanjut dia, Bapas Kelas II Pati akan mendampingi proses penyidikan, lantaran korban dan pelaku masih di bawah umur.
Untuk itu, kata dia, Polres Kudus akan berkirim surat kepada Bapas Pati tersebut.
"Kami juga perlu mengetahui awal mula kasus tersebut hingga bisa terungkap, sehingga nantinya bisa meminta keterangan dari siswa di sekolah tersebut," ujarnya.
Untuk tindak lanjut ke tahapan berikutnya, kata dia, menunggu hasil pemeriksaan terhadap sejumlah saksi maupun dari hasil visum.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, sesuai keterangan dari Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak (JPPA) Kudus disebutkan bahwa salah seorang siswa kelas IV SDN 1 Gondosari diduga mengalami kekerasan fisik maupun seksual oleh teman sekelasnya.
Pelaku yang diduga melakukan aksi kekerasan terhadap siswa berinisial AL (8) tersebut berjumlah sembilan orang dan dalam melakukan aksinya diduga menggunakan kursi serta korban juga diduga mengalami kekerasan seksual dan dipaksa melakukan adegan yang tidak dikehendaki korban.
Untuk memastikan ada tidaknya tindak kekerasan tersebut, dengan pendampingan JPPA dilakukan visum di Rumah Sakit Umum Daerah dan terbukti ada bekas tindak kekerasan.
Namun, Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Kudus membantah terjadi aksi kekerasan di lingkungan SD Negeri di Kudus tersebut.
Dinas Pendidikan juga melakukan klarifikasi terhadap kepala SD Negeri 1 Gondosari, termasuk Unit Pengelola Teknis Pendidikan setempat serta pengawas sekolah serta semua guru di SD setempat dan ditegaskan bahwa pemberitaan di media yang menyebutkan terjadinya aksi kekerasan fisik maupun pelecehan seksual tidak benar.
"Saksi yang kami mintai keterangannya, di antaranya dari korban, orang tua korban, beberapa guru serta kepala Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Gondosari," kata Kapolres Kudus AKBP Agusman Gurning melalui Kasatreskrim AKP Kurniawan Daeli di Kudus, Selasa.
Ia mengatakan, Polres Kudus juga akan berkoordinasi dengan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Pati.
Nantinya, lanjut dia, Bapas Kelas II Pati akan mendampingi proses penyidikan, lantaran korban dan pelaku masih di bawah umur.
Untuk itu, kata dia, Polres Kudus akan berkirim surat kepada Bapas Pati tersebut.
"Kami juga perlu mengetahui awal mula kasus tersebut hingga bisa terungkap, sehingga nantinya bisa meminta keterangan dari siswa di sekolah tersebut," ujarnya.
Untuk tindak lanjut ke tahapan berikutnya, kata dia, menunggu hasil pemeriksaan terhadap sejumlah saksi maupun dari hasil visum.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, sesuai keterangan dari Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak (JPPA) Kudus disebutkan bahwa salah seorang siswa kelas IV SDN 1 Gondosari diduga mengalami kekerasan fisik maupun seksual oleh teman sekelasnya.
Pelaku yang diduga melakukan aksi kekerasan terhadap siswa berinisial AL (8) tersebut berjumlah sembilan orang dan dalam melakukan aksinya diduga menggunakan kursi serta korban juga diduga mengalami kekerasan seksual dan dipaksa melakukan adegan yang tidak dikehendaki korban.
Untuk memastikan ada tidaknya tindak kekerasan tersebut, dengan pendampingan JPPA dilakukan visum di Rumah Sakit Umum Daerah dan terbukti ada bekas tindak kekerasan.
Namun, Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Kudus membantah terjadi aksi kekerasan di lingkungan SD Negeri di Kudus tersebut.
Dinas Pendidikan juga melakukan klarifikasi terhadap kepala SD Negeri 1 Gondosari, termasuk Unit Pengelola Teknis Pendidikan setempat serta pengawas sekolah serta semua guru di SD setempat dan ditegaskan bahwa pemberitaan di media yang menyebutkan terjadinya aksi kekerasan fisik maupun pelecehan seksual tidak benar.