Temanggung, ANTARA JATENG - Sekolah Lapang Iklim (SLI) tahap III di Soropadan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, menghasilkan padi 7,7 ton per hektare atau meningkat dari rata-rata masa tanam kedua, kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Mulyono Rahadi Prabowo.
"Berdasarkan hasil ubinan, ada peningkatan menjadi 7,7 ton per hektare dari rata-rata 6 ton per hektare pada masa tanam kedua yang biasanya memang produksi tidak setinggi pada tanam pertama," katanya di Temanggung, Sabtu.
Ia mengatakan hal tersebut usai memanen padi hasil praktik peserta SLI tahap III di Desa Soropadan, Kecamatan Pringsurat yang diselenggarakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bekerja sama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Temanggung.
Pada panen padi sekaligus penutupan SLI tahap III tersebut, antara lain dihadiri Bupati Temanggung Bambang Sukarno dan anggota Komisi V DPR RI Sujadi. Peserta SLI tahap III di Temanggung tersebut diikuti 30 petani.
Prabowo berharap dengan adanya peningkatan produksi tersebut, bisa diperluas lagi skala kegiatannya dan perserta SLI tahap III ini dapat menyebarkan pengalamannya pada kelompok-kelompok tani lainnya sehingga nantinya informasi yang BMKG siapkan dapat lebih maksimal disebarluaskan dan dimanfaatkan sehingga
produksi padi bisa lebih meningkat.
Ia mengatakan kegiatan SLI ini merupakan program nasional, yang dikerjakan bersama dengan Dinas Pertanian dalam rangka untuk meningkatkan pemahaman penggunaan informasi iklim yang BMKG siapkan.
Ia menuturkan SLI tahap III ini merupakan aplikasi di lapangan, sehingga tidak hanya menerima informasi iklim yang BMKG siapkan tetapi juga diterapkan kapan mulai tanam, kemudian perlakuan-perlakuan yang diperlukan selama masa tanam.
"Melalui sekolah lapang diharapkan mengatahui kapan mulai tanamnya sehingga waktunya tepat karena pada saat tanam diperluakan air yang cukup tetapi diharapkan pada saat mendekati panen air sudah mulai berkurang.
Kemudian pada waktu-waktu kapan curah hujan tinggi, kelembaban tinggi ini akan berpengaruh juga pada peningkatan hama tanaman sehingga kami juga bekerja sama dengan Dinas Pertanian untuk memberikan masukan kira-kira kalau terjadi serangan hama apa yang perlu dilakukan," katanya.
Ia mengatakan sepanjang kegiatan seperti ini peserta paham betul, sebenarnya mereka sudah melaksanakan kegiatan tanam ini sudah rutin, namun barangkali informasi iklim yang disiapkan BMKG belum secara maksimal dimanfaatkan.
Kepala BMKG Klas I Semarang, Tuban Wiyoso mengatakan dalam SLI ini pembelajaran dilakukan setiap 10 hari sekali sebanyak 10 kali pertemuan dan dilanjutkan dengan kunjungan sekaligus praktik pengenalan alat di Stasiun Klimatologi Semarang pada 18 juli 2017.
Ia mengatakan metode pembelajaran dilaksanakan dengan diskusi dan praktik langsung di lapangan. Materi pembelajaran, antara lain pengenalan iklim dan cuaca aplikasinya untuk pertanian, proses pembentukan awan dan hujan, neraca air lahan, pengenalan peralatan pengamatan iklim cuaca, mengenal iklim cuaca ekstrem, mengenal
informasi prakiraan BMKG, kalender tanam, pranoto mongso, dan hama penyakit.
"Berdasarkan hasil ubinan, ada peningkatan menjadi 7,7 ton per hektare dari rata-rata 6 ton per hektare pada masa tanam kedua yang biasanya memang produksi tidak setinggi pada tanam pertama," katanya di Temanggung, Sabtu.
Ia mengatakan hal tersebut usai memanen padi hasil praktik peserta SLI tahap III di Desa Soropadan, Kecamatan Pringsurat yang diselenggarakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bekerja sama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Temanggung.
Pada panen padi sekaligus penutupan SLI tahap III tersebut, antara lain dihadiri Bupati Temanggung Bambang Sukarno dan anggota Komisi V DPR RI Sujadi. Peserta SLI tahap III di Temanggung tersebut diikuti 30 petani.
Prabowo berharap dengan adanya peningkatan produksi tersebut, bisa diperluas lagi skala kegiatannya dan perserta SLI tahap III ini dapat menyebarkan pengalamannya pada kelompok-kelompok tani lainnya sehingga nantinya informasi yang BMKG siapkan dapat lebih maksimal disebarluaskan dan dimanfaatkan sehingga
produksi padi bisa lebih meningkat.
Ia mengatakan kegiatan SLI ini merupakan program nasional, yang dikerjakan bersama dengan Dinas Pertanian dalam rangka untuk meningkatkan pemahaman penggunaan informasi iklim yang BMKG siapkan.
Ia menuturkan SLI tahap III ini merupakan aplikasi di lapangan, sehingga tidak hanya menerima informasi iklim yang BMKG siapkan tetapi juga diterapkan kapan mulai tanam, kemudian perlakuan-perlakuan yang diperlukan selama masa tanam.
"Melalui sekolah lapang diharapkan mengatahui kapan mulai tanamnya sehingga waktunya tepat karena pada saat tanam diperluakan air yang cukup tetapi diharapkan pada saat mendekati panen air sudah mulai berkurang.
Kemudian pada waktu-waktu kapan curah hujan tinggi, kelembaban tinggi ini akan berpengaruh juga pada peningkatan hama tanaman sehingga kami juga bekerja sama dengan Dinas Pertanian untuk memberikan masukan kira-kira kalau terjadi serangan hama apa yang perlu dilakukan," katanya.
Ia mengatakan sepanjang kegiatan seperti ini peserta paham betul, sebenarnya mereka sudah melaksanakan kegiatan tanam ini sudah rutin, namun barangkali informasi iklim yang disiapkan BMKG belum secara maksimal dimanfaatkan.
Kepala BMKG Klas I Semarang, Tuban Wiyoso mengatakan dalam SLI ini pembelajaran dilakukan setiap 10 hari sekali sebanyak 10 kali pertemuan dan dilanjutkan dengan kunjungan sekaligus praktik pengenalan alat di Stasiun Klimatologi Semarang pada 18 juli 2017.
Ia mengatakan metode pembelajaran dilaksanakan dengan diskusi dan praktik langsung di lapangan. Materi pembelajaran, antara lain pengenalan iklim dan cuaca aplikasinya untuk pertanian, proses pembentukan awan dan hujan, neraca air lahan, pengenalan peralatan pengamatan iklim cuaca, mengenal iklim cuaca ekstrem, mengenal
informasi prakiraan BMKG, kalender tanam, pranoto mongso, dan hama penyakit.