Boyolali, ANTARA JATENG - Warga lereng Gunung Merapi dari empat desa di Jawa Tengah komitmen bersama berpartisipasi melindungi hutan dan lingkungan dengan melalui program agroforestri dengan menanam tanaman bibit kopi di Dukung Stabelan Desa Tlogolele Kabupaten Boyolali, Senin, atau berjarak sekitar 3,5 kilometer dari puncak.
Program lanskap Merapi berkelanjutan tersebut diprakarsai Lembaga Swadaya Masyarakat Nasional Businees Wacth Indonesia (BWI) yang didukung Organisasi Internasional Solidaridad tersebut selain kegiatan tanam perdana kopi juga dilakukan dengan deklarasi komitmen bersama untuk mencegah perusakan hutan dan ikut merehabilitasi kawan hutan Merapi.
Pada acara deklarasi tersebut dilakukan olah kepada desa di lereng Gunung Merapi yakni Tlogolele, Suroteleng, Wonoboyo Kabupaten Boyolali, dan Angargomulyo (Magelang).
Menurut Ketua Yayasan BWI Aris Guntara Program Lanskap Merapi berkelanjutan salah satu program yang diselenggarakan oleh BWI dengan dukungan dari organisasi internasional Solidaridad dan bersama stakeholder terkait di Jawa Tengah.
Program yang bertujuan mencapai lanskap yang berkelanjutan di sekitar lereng Gunung Merapi tersebut dengan pengembangan agroforestri dan pertanian rendah karbon. Program ini, mendukung pencapaian ketahanan pangan yang digalakan oleh Pemerintah Provinsi Jateng.
Menurut Aris Guntara dipilihnya kawasan Merapi yang masuk ring pertama mencakup lahan seluas sekitar 6.410 hektare tersebut sangat memegang peran penting bagi daerah di bawahnya termasuk dalam sektor pertanian. Kawasan yang dikenal daerah Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) itu, telah memiliki 20 titik sumber air yang membuatnya menjadi menara air bagi kehidupan di bawahnya.
Hutan di kawasan TNGM yang memiliki luas sekitar 2.500 ha sebagian besar merupakan hutan pinus yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air, dimana dapat menysuplai ke tiga daerah aliran sungai (DAS). Dua dari tiga DAS itu, memberikan manfaat setidaknya 1,7 ha wilayah di sekitarnya dan mencakup setidaknya 20 kabupaten kota di Provinsi Jateng dan Jawa Timur.
"Namun, fungsi itu, melemah dengan makin berkurangnya areal hutan di kawasan Merapi," kata Aris.
Selain kegiatan pertanian, kata dia, erupsi Gunung Merapi juga menyebabkan kerusakan hutan yang sangat luas. Berdasarkan data dari Perhutani, menyebutkan kerusakan hutan di sekitar Merapi mencapai 2.818 ha, dimana hampir 60 persen masuk di wilayah Jateng. Akibat erupsi tersebut 345,75 ha dari 4.500 ha hutan rakyat masuk kategori dalam kondisi kritis.
Oleh karena itu, pihaknya bersama masyarakat lereng Merapi melaksanakan program tersebut akan berlangsung hingga 2020 di 10 desa di tiga kabupaten yang menjadi bagian Merapi di Provinsi Jateng, yakni Boyolali, Magelang dan Klaten. Program ini dilaksanakan dengan harapan pada akhir tahun mewujudkan manajemen lanskap yang berkelanjutan di kawasan Merapi sehingga lestari, tetap terlindungi dan mampu meningkatkan penghidupan masyarakat di sekitar Merapi tanpa menyebabkan deforestasi di kawasan tersebut.
"Aktivitas yang dilakukan antara lain pelatihan, praktek pertanian rendah karbon, dan mengenai konservasi serta agroforestri yang dapat meningkatkan kapasitas masyarakat kawasan Merapi agar dapat menerapkan dalam praktek sehari-hari," kata Aris.
Menurut dia, kegiatan tanam perdana tanaman kopi di Desa Tlogolele Boyolali di lahan hutan rakyat seluas 68 ha. Agroforestri tanaman kopi dipilih sebagai salah satu konservasi lingkungan karena masyarakat dapat mengambil manfaat dari tanaman ini, tanpa menebang pohonnya, sehingga dapat membantu mempertahankan cadangan karbon dan air tanah dalam lanskap. Masyarakat selama ini, memanfaatkan hutan rakyat hanya untuk budidaya rumput dan tanaman kayu seperti sengon.
"Selain melalui agroforestri kopi, berkolaborasi dengan Balai TNGM dan Solidaridad, BWI mengajak masyarakat di desa-desa penyangga Merapi untuk melakukan konservasi vegetasi asli kawasan itu, termasuk pohon berasan yang dinilai tahan terhadap luncuran api dan abu vulkanis Merapi, kemudian jenis puspa serta dadap," katanya.
Kepala Desa Tlogolele Widodo mengatakan dengan adanya penanaman tanaman kopi di hutan yang pertama, masyarakat selain akan mendapatkan tambahan penghasilan, juga dapat menjaga hutan tetap lestari dan mencegah kerusakan lingkungan di Desa Tlogolele.
Direktur Eksekutif Solidaridad Nicolaas Roozen mengatakan pihaknya sangat bahagia dapat membantu kehidupan masyarakat di kawasan Gunung Merapi.
"Saya menilai kegiatan itu, tidak hanya memberikan kebaikan bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya, tetapi juga memberikan kebaikan bagi hutan itu sendiri," kata Nicolaas.
Menurut dia, dapat disadari menanam tanaman kopi tidak hanya memberikan tambahan nilai ekonomis kepada masyarakatnya , tetapi juga keaslian hutan itu sendiri bisa lestari.
Theresia Widiyanti selaku Koordinator Program BWI menjelaskan, program lanskap Merapi berkelanjutan sebuah dukungan terhadap usaha pencapaian ketahanan pangan oleh Pemprov Jateng. Untuk mewujudkan ketahanan pangan memerlukan usaha terintegrasi, mengingat batasan antarsektor makin tipis dan kuat.
Program lanskap Merapi berkelanjutan tersebut diprakarsai Lembaga Swadaya Masyarakat Nasional Businees Wacth Indonesia (BWI) yang didukung Organisasi Internasional Solidaridad tersebut selain kegiatan tanam perdana kopi juga dilakukan dengan deklarasi komitmen bersama untuk mencegah perusakan hutan dan ikut merehabilitasi kawan hutan Merapi.
Pada acara deklarasi tersebut dilakukan olah kepada desa di lereng Gunung Merapi yakni Tlogolele, Suroteleng, Wonoboyo Kabupaten Boyolali, dan Angargomulyo (Magelang).
Menurut Ketua Yayasan BWI Aris Guntara Program Lanskap Merapi berkelanjutan salah satu program yang diselenggarakan oleh BWI dengan dukungan dari organisasi internasional Solidaridad dan bersama stakeholder terkait di Jawa Tengah.
Program yang bertujuan mencapai lanskap yang berkelanjutan di sekitar lereng Gunung Merapi tersebut dengan pengembangan agroforestri dan pertanian rendah karbon. Program ini, mendukung pencapaian ketahanan pangan yang digalakan oleh Pemerintah Provinsi Jateng.
Menurut Aris Guntara dipilihnya kawasan Merapi yang masuk ring pertama mencakup lahan seluas sekitar 6.410 hektare tersebut sangat memegang peran penting bagi daerah di bawahnya termasuk dalam sektor pertanian. Kawasan yang dikenal daerah Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) itu, telah memiliki 20 titik sumber air yang membuatnya menjadi menara air bagi kehidupan di bawahnya.
Hutan di kawasan TNGM yang memiliki luas sekitar 2.500 ha sebagian besar merupakan hutan pinus yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air, dimana dapat menysuplai ke tiga daerah aliran sungai (DAS). Dua dari tiga DAS itu, memberikan manfaat setidaknya 1,7 ha wilayah di sekitarnya dan mencakup setidaknya 20 kabupaten kota di Provinsi Jateng dan Jawa Timur.
"Namun, fungsi itu, melemah dengan makin berkurangnya areal hutan di kawasan Merapi," kata Aris.
Selain kegiatan pertanian, kata dia, erupsi Gunung Merapi juga menyebabkan kerusakan hutan yang sangat luas. Berdasarkan data dari Perhutani, menyebutkan kerusakan hutan di sekitar Merapi mencapai 2.818 ha, dimana hampir 60 persen masuk di wilayah Jateng. Akibat erupsi tersebut 345,75 ha dari 4.500 ha hutan rakyat masuk kategori dalam kondisi kritis.
Oleh karena itu, pihaknya bersama masyarakat lereng Merapi melaksanakan program tersebut akan berlangsung hingga 2020 di 10 desa di tiga kabupaten yang menjadi bagian Merapi di Provinsi Jateng, yakni Boyolali, Magelang dan Klaten. Program ini dilaksanakan dengan harapan pada akhir tahun mewujudkan manajemen lanskap yang berkelanjutan di kawasan Merapi sehingga lestari, tetap terlindungi dan mampu meningkatkan penghidupan masyarakat di sekitar Merapi tanpa menyebabkan deforestasi di kawasan tersebut.
"Aktivitas yang dilakukan antara lain pelatihan, praktek pertanian rendah karbon, dan mengenai konservasi serta agroforestri yang dapat meningkatkan kapasitas masyarakat kawasan Merapi agar dapat menerapkan dalam praktek sehari-hari," kata Aris.
Menurut dia, kegiatan tanam perdana tanaman kopi di Desa Tlogolele Boyolali di lahan hutan rakyat seluas 68 ha. Agroforestri tanaman kopi dipilih sebagai salah satu konservasi lingkungan karena masyarakat dapat mengambil manfaat dari tanaman ini, tanpa menebang pohonnya, sehingga dapat membantu mempertahankan cadangan karbon dan air tanah dalam lanskap. Masyarakat selama ini, memanfaatkan hutan rakyat hanya untuk budidaya rumput dan tanaman kayu seperti sengon.
"Selain melalui agroforestri kopi, berkolaborasi dengan Balai TNGM dan Solidaridad, BWI mengajak masyarakat di desa-desa penyangga Merapi untuk melakukan konservasi vegetasi asli kawasan itu, termasuk pohon berasan yang dinilai tahan terhadap luncuran api dan abu vulkanis Merapi, kemudian jenis puspa serta dadap," katanya.
Kepala Desa Tlogolele Widodo mengatakan dengan adanya penanaman tanaman kopi di hutan yang pertama, masyarakat selain akan mendapatkan tambahan penghasilan, juga dapat menjaga hutan tetap lestari dan mencegah kerusakan lingkungan di Desa Tlogolele.
Direktur Eksekutif Solidaridad Nicolaas Roozen mengatakan pihaknya sangat bahagia dapat membantu kehidupan masyarakat di kawasan Gunung Merapi.
"Saya menilai kegiatan itu, tidak hanya memberikan kebaikan bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya, tetapi juga memberikan kebaikan bagi hutan itu sendiri," kata Nicolaas.
Menurut dia, dapat disadari menanam tanaman kopi tidak hanya memberikan tambahan nilai ekonomis kepada masyarakatnya , tetapi juga keaslian hutan itu sendiri bisa lestari.
Theresia Widiyanti selaku Koordinator Program BWI menjelaskan, program lanskap Merapi berkelanjutan sebuah dukungan terhadap usaha pencapaian ketahanan pangan oleh Pemprov Jateng. Untuk mewujudkan ketahanan pangan memerlukan usaha terintegrasi, mengingat batasan antarsektor makin tipis dan kuat.