Jakarta, ANTARA JATENG - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Busyro Muqoddas menyarankan agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
menghentikan sosialisasi terkait revisi Undang-Undang KPK.
"Revisi UU KPK ini sebaiknya dengan jiwa besar dari DPR itu segera dihentikan aktivitas sosial sosialisasinya," kata Busyro setelah menjadi narasumber dalam acara "Ngobrol Santai Bersama Wadah Pegawai KPK: Menyikapi Revisi UU KPK" di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Pertama, kata dia, argumen filosofis, sosiologis, dan otomatis yuridisnya dari revisi UU KPK itu sangat lemah.
"Itu tampak pada sejumlah pasal di mana di antara pasal-pasal itu justru memperlemah dan memutilasi KPK, memutilasi KPK itu artinya memutilasi sistem gerakan pemberantasan korupsi," katanya.
Kedua, menurut Busyro jika DPR memaksakan untuk mensosialisasikan revisi UU KPK itu merupakan perbuatan yang sia-sia dan mubazir.
"Toh dari kunjungan-kunjungan yang telah dilakukan itu tidak ada satu pun yang mendukung. Semuanya menolak kan mubazir duit dan sebagainya padahal kan DPR harus beri contoh dalam penggunaan anggaran negara," tuturnya.
Selanjutnya ketiga, ia mengatakan bahwa waktu untuk revisi UU KPK juga itu tidak tepat.
"Waktunya juga tidak tepat, kalau dalihnya mau memperkuat KPK jangan sekarang nanti saja, didahului dengan cara kerja yang sistematik. Pertama revisi dulu UU Tipikor, yang kedua UU KUHP ketiga KUHAP baru UU KPK, setelah itu revisi UU Kepolisan dan Kejaksaan dengan pendekatan "integrated justice system" dan terakhir UU Kekuasaan Kehakiman, ini kalau DPR mau serius," ucap Busyro.
Ia pun berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang dulu pernah menunda soal revisi UU KPK tersebut.
"Saya berterima kasih kepada Presiden yang dulu pernah menunda tetapi akan lebih bagus lagi kalau Presiden menyatakan jadwal revisi UU KPK bukan ditunda tapi didrop saja dari daftar Prolegnas karena alasannya sama sekali tidak kuat apalagi ketika ini diajukan bersamaan dengan kasus mega korupsi KTP-E, ini kan menambah proses munculnya ketidakpercayaan publik terhadap DPR," kata Busyro.
"Revisi UU KPK ini sebaiknya dengan jiwa besar dari DPR itu segera dihentikan aktivitas sosial sosialisasinya," kata Busyro setelah menjadi narasumber dalam acara "Ngobrol Santai Bersama Wadah Pegawai KPK: Menyikapi Revisi UU KPK" di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Pertama, kata dia, argumen filosofis, sosiologis, dan otomatis yuridisnya dari revisi UU KPK itu sangat lemah.
"Itu tampak pada sejumlah pasal di mana di antara pasal-pasal itu justru memperlemah dan memutilasi KPK, memutilasi KPK itu artinya memutilasi sistem gerakan pemberantasan korupsi," katanya.
Kedua, menurut Busyro jika DPR memaksakan untuk mensosialisasikan revisi UU KPK itu merupakan perbuatan yang sia-sia dan mubazir.
"Toh dari kunjungan-kunjungan yang telah dilakukan itu tidak ada satu pun yang mendukung. Semuanya menolak kan mubazir duit dan sebagainya padahal kan DPR harus beri contoh dalam penggunaan anggaran negara," tuturnya.
Selanjutnya ketiga, ia mengatakan bahwa waktu untuk revisi UU KPK juga itu tidak tepat.
"Waktunya juga tidak tepat, kalau dalihnya mau memperkuat KPK jangan sekarang nanti saja, didahului dengan cara kerja yang sistematik. Pertama revisi dulu UU Tipikor, yang kedua UU KUHP ketiga KUHAP baru UU KPK, setelah itu revisi UU Kepolisan dan Kejaksaan dengan pendekatan "integrated justice system" dan terakhir UU Kekuasaan Kehakiman, ini kalau DPR mau serius," ucap Busyro.
Ia pun berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang dulu pernah menunda soal revisi UU KPK tersebut.
"Saya berterima kasih kepada Presiden yang dulu pernah menunda tetapi akan lebih bagus lagi kalau Presiden menyatakan jadwal revisi UU KPK bukan ditunda tapi didrop saja dari daftar Prolegnas karena alasannya sama sekali tidak kuat apalagi ketika ini diajukan bersamaan dengan kasus mega korupsi KTP-E, ini kan menambah proses munculnya ketidakpercayaan publik terhadap DPR," kata Busyro.