Sleman, ANTARA JATENG - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
mengungkapkan masih ada lebih dari 400 mantan anggota kelompok teroris
di Indonesia yang belum tersentuh program deradikalisme.
"Ada lebih dari 400 orang mantan teroris yang belum tersentuh program deradikalisasi. Saat ini baru sekitar 184 orang mantan teroris di 17 provinsi yang telah mengikuti program deradikalisme," kata Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, Deradikalikasi BNPT Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir di Sleman, Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, program deradikalisasi yang dilakukan BNPT merupakan salah satu bentuk monitoring BNPT terhadap terorisme.
"Ada dua bentuk deradikalisasi yang dilakukan BNPT, yakni di masyarakat dan lembaga pemasyarakatan (lapas) dengan sasaran nara pidana terorisme yang jumlahnya mencapai 250 orang di 77 lapas," tuturnya.
Ia mengatakan, program deradikalisme bagi para mantan teroris memang tidak mudah dilakukan, apalagi mengubah ideologi yang sudah tertanam pada mereka.
"Deradikalisasi perlu diterapkan kepada napi teroris, karena beberapa kasus aksi terorisme di Tanah Air dalam beberapa waktu terakhir melibatkan mereka. Contohnya, Yayat Chadiyat pelaku bom panci di Bandung beberapa hari lalu merupakan residivis kasus terorisme yang baru bebas April 2015," ucapnya.
Abdul Rahman mengatakan, menerapkan deradikalisasi kepada napi terorisme juga mengalami kendala antara lain karena tidak semua napi bersedia menjalaninya.
"Kami tidak dapat berbuat banyak karena itu merupakan hak napi," katanya.
Ia mengemukakan, salah satu cara yang dinilai cukup efektif mendekati mantan teroris yang sudah bebas dari penjara adalah dari segi ekonomi. Karena tidak semua mantan napi terorisme memiliki kehidupan yang layak pascakeluar dari penjara.
"Tidak semua mantan teroris diterima masyarakat dan tidak semua memiliki ekonomi yang baik, jadi kami mendekat ke mereka dengan membantu dari sisi ekonomi," ujarnya.
"Ada lebih dari 400 orang mantan teroris yang belum tersentuh program deradikalisasi. Saat ini baru sekitar 184 orang mantan teroris di 17 provinsi yang telah mengikuti program deradikalisme," kata Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, Deradikalikasi BNPT Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir di Sleman, Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, program deradikalisasi yang dilakukan BNPT merupakan salah satu bentuk monitoring BNPT terhadap terorisme.
"Ada dua bentuk deradikalisasi yang dilakukan BNPT, yakni di masyarakat dan lembaga pemasyarakatan (lapas) dengan sasaran nara pidana terorisme yang jumlahnya mencapai 250 orang di 77 lapas," tuturnya.
Ia mengatakan, program deradikalisme bagi para mantan teroris memang tidak mudah dilakukan, apalagi mengubah ideologi yang sudah tertanam pada mereka.
"Deradikalisasi perlu diterapkan kepada napi teroris, karena beberapa kasus aksi terorisme di Tanah Air dalam beberapa waktu terakhir melibatkan mereka. Contohnya, Yayat Chadiyat pelaku bom panci di Bandung beberapa hari lalu merupakan residivis kasus terorisme yang baru bebas April 2015," ucapnya.
Abdul Rahman mengatakan, menerapkan deradikalisasi kepada napi terorisme juga mengalami kendala antara lain karena tidak semua napi bersedia menjalaninya.
"Kami tidak dapat berbuat banyak karena itu merupakan hak napi," katanya.
Ia mengemukakan, salah satu cara yang dinilai cukup efektif mendekati mantan teroris yang sudah bebas dari penjara adalah dari segi ekonomi. Karena tidak semua mantan napi terorisme memiliki kehidupan yang layak pascakeluar dari penjara.
"Tidak semua mantan teroris diterima masyarakat dan tidak semua memiliki ekonomi yang baik, jadi kami mendekat ke mereka dengan membantu dari sisi ekonomi," ujarnya.