Jakarta Antara Jateng - PT Indosat Ooredoo Tbk tetap menerapkan kebijakan penurunan interkoneksi yang akan berlaku pada 1 September 2016 sesuai surat edaran yang dikeluarkan pejabat Kementerian Komunikasi dan Informatika.
"Menanggapi kabar mengenai penundaan penerapan interkoneksi, perusahaan menyampaikan bahwa sampai saat ini belum ada surat pemberitahuan resmi dari pemerintah. Oleh sebab itu, selama belum ada surat yang membatalkan atau mencabut surat sebelumnya, perusahaan akan tetap menerapkan kebijakan penurunan interkoneksi yang baru," kata President Director & CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Sesuai dengan Surat Edaran (SE) No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016 yang ditandatangani oleh Plt. Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Geryantika Kurnia, dan dirilis pada 2 Agustus 2016 ditetapkan penurunan rata-rata 26 persen pada 18 skenario panggilan telepon dan SMS antar operator dan berlaku pada 1 September 2016 besok.
Rusli menegaskan seandainya SE dicabut atau dibatalkan, perusahaan akan tetap menerapkan tarif interkoneksi baru tersebut sejauh terjadi kesepakatan antar operator secara B2B (bisnis ke bisnis).
"Kami memandang bahwa kebijakan Menkominfo tentang penurunan tarif interkoneksi sebesar rata-rata 26 persen merupakan kebijakan prorakyat, karenanya harus didukung oleh semua pihak," katanya.
Dengan penurunan tarif interkoneksi ini, masyarakat akan dapat menikmati layanan telekomunikasi dengan harga yang lebih terjangkau, mendorong industri telekomunikasi lebih efisien, serta menciptakan iklim kompetisi yang lebih sehat.
Diketahui, Kementerian Kominfo berencana menurunkan tarif interkoneksi sebesar 26 persen dari Rp250 per menit menjadi Rp204 per menit dan akan diberlakukan mulai 1 September 2016.
Namun mendapat penolakan dari TelkomGroup, karena dinilai tidak menerapkan asas keadilan dan merugikan Telkom Group yang merupakan bagian dari BUMN.
Adapun sejumlah operator lainnya, tidak mempermasalahkan rencana kenaikan tersebut bahkan berharap segera dapat mengimplementasikanya.
Mereka beralasan, bahwa kebijakan penurunan tarif interkoneksi dan berbagi infrastruktur tersebut untuk terciptanya industri telekomunikasi yang lebih efisien.
"Menanggapi kabar mengenai penundaan penerapan interkoneksi, perusahaan menyampaikan bahwa sampai saat ini belum ada surat pemberitahuan resmi dari pemerintah. Oleh sebab itu, selama belum ada surat yang membatalkan atau mencabut surat sebelumnya, perusahaan akan tetap menerapkan kebijakan penurunan interkoneksi yang baru," kata President Director & CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Sesuai dengan Surat Edaran (SE) No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016 yang ditandatangani oleh Plt. Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Geryantika Kurnia, dan dirilis pada 2 Agustus 2016 ditetapkan penurunan rata-rata 26 persen pada 18 skenario panggilan telepon dan SMS antar operator dan berlaku pada 1 September 2016 besok.
Rusli menegaskan seandainya SE dicabut atau dibatalkan, perusahaan akan tetap menerapkan tarif interkoneksi baru tersebut sejauh terjadi kesepakatan antar operator secara B2B (bisnis ke bisnis).
"Kami memandang bahwa kebijakan Menkominfo tentang penurunan tarif interkoneksi sebesar rata-rata 26 persen merupakan kebijakan prorakyat, karenanya harus didukung oleh semua pihak," katanya.
Dengan penurunan tarif interkoneksi ini, masyarakat akan dapat menikmati layanan telekomunikasi dengan harga yang lebih terjangkau, mendorong industri telekomunikasi lebih efisien, serta menciptakan iklim kompetisi yang lebih sehat.
Diketahui, Kementerian Kominfo berencana menurunkan tarif interkoneksi sebesar 26 persen dari Rp250 per menit menjadi Rp204 per menit dan akan diberlakukan mulai 1 September 2016.
Namun mendapat penolakan dari TelkomGroup, karena dinilai tidak menerapkan asas keadilan dan merugikan Telkom Group yang merupakan bagian dari BUMN.
Adapun sejumlah operator lainnya, tidak mempermasalahkan rencana kenaikan tersebut bahkan berharap segera dapat mengimplementasikanya.
Mereka beralasan, bahwa kebijakan penurunan tarif interkoneksi dan berbagi infrastruktur tersebut untuk terciptanya industri telekomunikasi yang lebih efisien.