Semarang, Antara Jateng - Ramdan Effendi atau lebih dikenal dengan nama Anton Medan mengatakan sebenarnya masyarakat keturunan Tionghoa turut berperan dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.

"Salah satunya, orang (keturunan, red.) Tionghoa yang rumahnya di Rengasdengklok, Jawa Barat menjadi tempat penyusunan naskah proklamasi. Namun, memang tidak banyak diekspos," katanya di Semarang, Sabtu.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) itu saat diskusi "Nasionalisme Tionghoa Untuk Indonesia" yang diprakarsai Forum Wartawan Pemprov/DPRD Jawa Tengah (FWPJT).

Mantan penjahat kelas kakap yang kini telah insyaf itu menjelaskan masyarakat keturunan Tionghoa memang ditekan semasa pemerintahan Presiden Soeharto, termasuk dalam penamaan yang harus bernuansa lokal.

Ia juga tidak sepakat dengan penyebutan kalangan minoritas dan mayoritas yang justru kerap menimbulkan diskriminasi, sebab semua warga negara Indonesia (WNI) sama kedudukan, hak, dan kewajibannya.

Dalam diskusi itu, pria kelahiran Tebing Tinggi, Sumatera Utara, 10 Oktober 1957 itu juga menceritakan sejarah masa lalunya yang "hitam" sampai kemudian memutuskan bertobat dan memeluk agama Islam.

"Saya dilahirkan dari keluarga yang beragama Buddha, kemudian sempat masuk Kristen sebelum memutuskan (memeluk, red.) Islam. Bagi saya, agama itu bukan pelengkap hidup, namun pedoman hidup," katanya.

Pemilik Marimas Group Haryanto Halim yang juga pembicara membenarkan banyak tokoh keturunan Tionghoa yang berperan dalam perjuangan kemerdekaan, namun selama ini tidak banyak diketahui dalam sejarah.

"Banyak Tionghoa yang kiprahnya besar dan memberikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia. Bagaimana mereka mencintai bangsanya," katanya, seraya menjelaskan peristiwa bersejarah di Rengasdengkok.

Hadir pula dalam diskusi itu, Presiden Komisaris Dafam Group Soleh Dahlan, "founder" batikmal.com Ariyani Matius Maun, aktivis perempuan dan anak Dewi Susilo Budiharjo, dan diaspora Indonesia Lian Guow.

Mereka sama-sama menyepakati bahwa nasionalisme masyarakat keturunan Tionghoa sudah tidak perlu diragukan lagi dengan kiprah dan peranan dalam membangun Indonesia yang lebih baik ke depan.

"Saya tidak pernah merasa sebagai Tionghoa atau China. Namun, bagaimana (bisa membuat, red.) produk Indonesia menjadi raja di negeri sendiri, dan setelah itu menjadi raja di dunia," kata Ariyani.

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : hernawan
Copyright © ANTARA 2024