Jakarta, Antara Jateng - Wakil Ketua Komisi I DPR, Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) TB Hasanuddin, menilai rencana pembentukan Badan Intelijen Pertahanan oleh Kementerian Pertahanan melanggar UU Nomor 3/2002 tentang Pertahanan Negara, UU Nomor 17/2011 tentang Intelijen Negara, dan UU Nomor 34/2004 tentang TNI.
"Bukan masalah perlu dan tidak (pembentukan Badan Intelijen Pertahanan), itu orang lapangan yang tahu. Kalau ada seperti itu harus dirubah dulu undang-undangnya," kata bekas sekretaris militer presiden pada masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan, dalam UU TNI, ancaman yang akan dihadapi TNI dari luar maka dibutuhkan "mata" dan "telinga" yaitu atase pertahanan di kedutaan besar Indonesia di negara-negara sahabat.
Menurut dia, kalau atase pertahanan itu dipindah ke Kementerian Pertahanan maka dasar atau perhitungannya intelijen bagi TNI dari mana.
"Kedua, dalam UU Intelijen, intelijen pertahanan itu ada di TNI dalam hal ini Badan Intelijen Strategis (Bais) bukan di Kementerian Pertahanan," ujarnya. BAIS TNI ada di dalam struktut TNI dan kepalanya bertanggung jawab kepada panglima TNI.
Politikus PDI Perjuangan itu menilai pembentukan Badan Intelijen Pertahanan itu tidak bisa melalui Peraturan Presiden (Perpres) karena harus merujuk ke UU yang ada.
Dia tidak mempermasalahkan apabila Kemenhan ingin menjadikan Badan tersebut seperti Badan Pusat Intelijen Amerika Serikat alias CIA, namun tetap tidak boleh menabrak UU yang ada.
"Kalau mau dibuat sama dengan Amerika ya silahkan saja kalau memang dibutuhkan, namun tidak boleh melanggar UU Intelijen dan UU Pertahanan," katanya.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan, Jenderal TNI (Purnawirawan) Ryamizard Ryacudu, mengatakan, Kementerian Pertahanan akan membentuk Badan Intelijen Pertahanan untuk mendapatkan berbagai informasi sebagai landasan pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan strategis.
"Kementerian pertahanan tanpa intelijen tidak mungkin. Dari mana membuat kebijakan strategis tanpa informasi intelijen," kata dia, di Jakarta, Jumat (4/3).
Dia mengatakan pihaknya telah menyosialisasikan rencana pembentukan Badan Intelijen Pertahanan kepada seluruh unsur intelijen nasional seperti Baintelkam Polri, Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis TNI, Intelijen Kejaksaan, juga Intelijen Badan Keamanan Laut.
Dia mengaku seluruh unsur intelijen tersebut telah menyetujui pembentukan Badan Intelijen Pertahanan di Kementerian Pertahanan.
Menurut mantan kepala staf TNI AD itu, pembentukan Badan Intelijen Pertahanan sudah mulai berjalan dengan mengangkat sejumlah pengurus dan mengadakan diskusi intelijen yang disertai pandangan-pandangan pengamat.
"Bukan masalah perlu dan tidak (pembentukan Badan Intelijen Pertahanan), itu orang lapangan yang tahu. Kalau ada seperti itu harus dirubah dulu undang-undangnya," kata bekas sekretaris militer presiden pada masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan, dalam UU TNI, ancaman yang akan dihadapi TNI dari luar maka dibutuhkan "mata" dan "telinga" yaitu atase pertahanan di kedutaan besar Indonesia di negara-negara sahabat.
Menurut dia, kalau atase pertahanan itu dipindah ke Kementerian Pertahanan maka dasar atau perhitungannya intelijen bagi TNI dari mana.
"Kedua, dalam UU Intelijen, intelijen pertahanan itu ada di TNI dalam hal ini Badan Intelijen Strategis (Bais) bukan di Kementerian Pertahanan," ujarnya. BAIS TNI ada di dalam struktut TNI dan kepalanya bertanggung jawab kepada panglima TNI.
Politikus PDI Perjuangan itu menilai pembentukan Badan Intelijen Pertahanan itu tidak bisa melalui Peraturan Presiden (Perpres) karena harus merujuk ke UU yang ada.
Dia tidak mempermasalahkan apabila Kemenhan ingin menjadikan Badan tersebut seperti Badan Pusat Intelijen Amerika Serikat alias CIA, namun tetap tidak boleh menabrak UU yang ada.
"Kalau mau dibuat sama dengan Amerika ya silahkan saja kalau memang dibutuhkan, namun tidak boleh melanggar UU Intelijen dan UU Pertahanan," katanya.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan, Jenderal TNI (Purnawirawan) Ryamizard Ryacudu, mengatakan, Kementerian Pertahanan akan membentuk Badan Intelijen Pertahanan untuk mendapatkan berbagai informasi sebagai landasan pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan strategis.
"Kementerian pertahanan tanpa intelijen tidak mungkin. Dari mana membuat kebijakan strategis tanpa informasi intelijen," kata dia, di Jakarta, Jumat (4/3).
Dia mengatakan pihaknya telah menyosialisasikan rencana pembentukan Badan Intelijen Pertahanan kepada seluruh unsur intelijen nasional seperti Baintelkam Polri, Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis TNI, Intelijen Kejaksaan, juga Intelijen Badan Keamanan Laut.
Dia mengaku seluruh unsur intelijen tersebut telah menyetujui pembentukan Badan Intelijen Pertahanan di Kementerian Pertahanan.
Menurut mantan kepala staf TNI AD itu, pembentukan Badan Intelijen Pertahanan sudah mulai berjalan dengan mengangkat sejumlah pengurus dan mengadakan diskusi intelijen yang disertai pandangan-pandangan pengamat.