"Karena bangunan bersejarah yang sebelumnya merupakan markas gerilya para pejuang terlanjur dibongkar, maka langkah yang bisa diambil salah satunya menggambar bangunan bersejarah tersebut, kemudian dibuatkan duplikatnya," kata seorang pemerhati, Soedarsono di Kudus, Selasa.
Menurut dia, tidak perlu diambil langkah yang terlalu represif mengingat lahan tersebut kini milik orang lain.
Tentu saja, lanjut mantan Bupati Kudus periode 1988-1998, pemilik bangunan tua bersejarah ebih berhak dalam hal pemanfaatan bangunan, meskipun pembongkaran bangunan yang tercatat sebagai benda cagar budaya bisa diproses secara hukum.
"Jika masih ada kesempatan untuk bernegosiasi dengan pemilik bangunan bersejarah tersebut, semua pihak terkait bisa meminta pemiliknya menyisakan bangunan tertentu yang bisa menjadi pengingat keberadaan markas gerilya era perjuangan kemerdekaan," ujar Soedarsono yang juga mantan Komandan Kodim 0722/Kudus era 1986.
Apabila sejumlah upaya gagal membuahkan hasil, kata dia, langkah berikutnya mencari donatur yang bersedia membuatkan bangunan serupa dengan markas gerilya tersebut di tempat lain.
Bangunan duplikat tersebut, lanjut dia, bisa dijadikan monumen atau tempat penunjang berbagai kegiatan kemasyarakatan, termasuk aktivitas para veteran maupun tokoh yang peduli dengan bangunan bersejarah.
"Generasi muda juga perlu diberikan pemahaman bahwa kemerdekaan yang diraih tidak hanya mengorbankan harta dan benda, bahan banyak pejuang juga gugur di medan perang demi meraih kemerdekaan," ujarnya.
Lewat bangunan bersejarah tersebut, kata dia, heroik para pejuang perlu ditanamkan kepada generasi muda agar memiliki jiwa patriotisme yang tinggi.
Menurut dia, tidak perlu diambil langkah yang terlalu represif mengingat lahan tersebut kini milik orang lain.
Tentu saja, lanjut mantan Bupati Kudus periode 1988-1998, pemilik bangunan tua bersejarah ebih berhak dalam hal pemanfaatan bangunan, meskipun pembongkaran bangunan yang tercatat sebagai benda cagar budaya bisa diproses secara hukum.
"Jika masih ada kesempatan untuk bernegosiasi dengan pemilik bangunan bersejarah tersebut, semua pihak terkait bisa meminta pemiliknya menyisakan bangunan tertentu yang bisa menjadi pengingat keberadaan markas gerilya era perjuangan kemerdekaan," ujar Soedarsono yang juga mantan Komandan Kodim 0722/Kudus era 1986.
Apabila sejumlah upaya gagal membuahkan hasil, kata dia, langkah berikutnya mencari donatur yang bersedia membuatkan bangunan serupa dengan markas gerilya tersebut di tempat lain.
Bangunan duplikat tersebut, lanjut dia, bisa dijadikan monumen atau tempat penunjang berbagai kegiatan kemasyarakatan, termasuk aktivitas para veteran maupun tokoh yang peduli dengan bangunan bersejarah.
"Generasi muda juga perlu diberikan pemahaman bahwa kemerdekaan yang diraih tidak hanya mengorbankan harta dan benda, bahan banyak pejuang juga gugur di medan perang demi meraih kemerdekaan," ujarnya.
Lewat bangunan bersejarah tersebut, kata dia, heroik para pejuang perlu ditanamkan kepada generasi muda agar memiliki jiwa patriotisme yang tinggi.