Presiden mengenakan pakaian adat umat Hindu berwarna krem serta destar di kepala pada upacara yang menurut perkiraan dihadiri sekitar 25 ribu orang itu.
"Ini merupakan kehormatan bagi umat Hindu, karena untuk pertama kalinya upacara Tawur Agung dihadiri langsung Bapak Presiden," kata Mayjen I Gede Sukete Kusuma, Ketua Panitia Hari Raya Nyepi Nasional.
Ketua Parisada Hindu Dharma Daerah Istimewa Yogyakarta Ida Bagus Agung mengatakan peringatan Nyepi tahun ini tidak ditujukan untuk mengejar kemewahan maupun kemeriahan, tetapi untuk menjaga budaya dan harmoni dengan alam dan sesama.
Ketua Panitia Nyepi Daerah Istimewa Yogyakarta I Made Astra Tanaya mengatakan sebelum acara di Prambanan, sudah dilakukan rangkaian upacara seperti prosesi Melasti, yaitu labuhan suci di Pantai Ngobaran, Gunungkidul, pada 5 Maret 2015.
"Kemudian labuhan suci di Pantai Parangtritis, Bantul yang sudah dilaksanakan pada 15 Maret 2015," katanya.
"Hari ini acara Tawur Agung, sehari sebelum Nyepi, ini merupakan upacara Bhuta Yadnya disebut meracu, dengan tujuan mengamalkan Tri Hita Karana," katanya.
Tri Hita Karana, ia menjelaskan, artinya hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, antara manusia dan alam serta antara sesama manusia.
"Dalam Lontar Agastya Parwa disebutkan, Bhuta Yadnya ngarania taur muang lapisan ring tuwuh. Maksudnya, Bhuta Yadnya adalah mengembalikan dan melestarikan tumbuh-tumbuhan," katanya.
Ia menuturkan upacara itu ditujukan untuk menumbuhkan keseimbangan antara mengambil dan mengembalikan.
Setiap hari manusia mengambil sumber alam. Setelah mengambil seharusnya mengembalikan agar alam tetap lestari, katanya.
Tawur Agung Kesanga dalam rangkaian perayaan menyambut tahun baru Saka 1937 juga dihadiri oleh Menteri Agama Luqman Hakim Saifuddin, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Wakil Ketua DPD GKR Hemas.
"Ini merupakan kehormatan bagi umat Hindu, karena untuk pertama kalinya upacara Tawur Agung dihadiri langsung Bapak Presiden," kata Mayjen I Gede Sukete Kusuma, Ketua Panitia Hari Raya Nyepi Nasional.
Ketua Parisada Hindu Dharma Daerah Istimewa Yogyakarta Ida Bagus Agung mengatakan peringatan Nyepi tahun ini tidak ditujukan untuk mengejar kemewahan maupun kemeriahan, tetapi untuk menjaga budaya dan harmoni dengan alam dan sesama.
Ketua Panitia Nyepi Daerah Istimewa Yogyakarta I Made Astra Tanaya mengatakan sebelum acara di Prambanan, sudah dilakukan rangkaian upacara seperti prosesi Melasti, yaitu labuhan suci di Pantai Ngobaran, Gunungkidul, pada 5 Maret 2015.
"Kemudian labuhan suci di Pantai Parangtritis, Bantul yang sudah dilaksanakan pada 15 Maret 2015," katanya.
"Hari ini acara Tawur Agung, sehari sebelum Nyepi, ini merupakan upacara Bhuta Yadnya disebut meracu, dengan tujuan mengamalkan Tri Hita Karana," katanya.
Tri Hita Karana, ia menjelaskan, artinya hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, antara manusia dan alam serta antara sesama manusia.
"Dalam Lontar Agastya Parwa disebutkan, Bhuta Yadnya ngarania taur muang lapisan ring tuwuh. Maksudnya, Bhuta Yadnya adalah mengembalikan dan melestarikan tumbuh-tumbuhan," katanya.
Ia menuturkan upacara itu ditujukan untuk menumbuhkan keseimbangan antara mengambil dan mengembalikan.
Setiap hari manusia mengambil sumber alam. Setelah mengambil seharusnya mengembalikan agar alam tetap lestari, katanya.
Tawur Agung Kesanga dalam rangkaian perayaan menyambut tahun baru Saka 1937 juga dihadiri oleh Menteri Agama Luqman Hakim Saifuddin, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Wakil Ketua DPD GKR Hemas.