Dua gembong Bali nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, telah berada dalam barisan kematian sejak tahun 2006.
Kedua warga negara Australia itu mungkin hanya akan diberi beberapa hari pemberitahuan jika dijadwalkan akan dieksekusi, setelah beberapa tahun Indonesia melakukan jeda eksekusi.
Setelah menjalani hidup sehari-hari dalam daftar kematian di LP Kerobokan, Denpasar, Bali, selama hampir 10 tahun dan empat kali pengajuan grasi yang gagal, peluang Sukumaran dan Chan untuk menghirup udara bebas sangat tipis.
Jika Chan dan Sukumaran dieksekusi di bawah kondisi yang sama seperti narapidana sebelumnya, mereka akan diangkut dari selnya pada tengah malam untuk menghadapi kematian dengan tangan dan kaki terikat.
Kedua orang itu akan ditawari penutup mata untuk dipakai, dan akan mengenakan celemek putih melingkari leher dan target merah di dada.
Mereka juga akan diberi pilihan untuk berdiri, duduk, atau berbaring saat regu penembak melaksanakan eksekusi dari jarak antara lima hingga 10 meter.
Pada 2008, warga negara Nigeria Samuel Iwuchukwu Okoye dan Hansen Antonious Nwaolisa diikat untuk disalib dengan tudung hitam di kepala sebelum ditembak, demikian dilansir dari news.com.au.
"Simpel saja, satu, dua, tiga lalu door!" kata Pendeta Charlie Burrows yang turut menyaksikan kematian mereka.
Keduanya membutuhkan waktu hampir 10 menit untuk dinyatakan tewas, mengerang dan berdarah-darah sampai akhirnya mereka meninggal.
"Saya pikir itu kejam, penyiksaan, darah keluar perlahan, mereka kesakitan," kata Pendeta Burrows saat memberi kesaksiaannya di hadapan dengar pendapat.
Narapidana Marco Moreira, yang dijadwalkan mati oleh regu tembak pada hari Minggu, ada di antara empat laki-laki dan satu perempuan yang dijadwalkan tewas setelah tengah malam pada Minggu pagi, menghadapi Brimob-lima regu tembak terdiri dari 12 polisi.
Warga negara Brasil itu hanya diberi pemberitahuan tiga hari sebelum kematiannya oleh petugas penjara yang duduk di hadapannya untuk memberi kabar itu.
Permohonan pengampunan Sukamaran ditolak oleh pemerintah Indonesia pada 30 Desember 2014, sementara permohonan Chan belum final. (Baca di sini tentang rencana eksekusi yang disampaikan Jaksa Agung RI)
Nasib mereka bersandar pada tawaran grasi Chan, setelah keduanya diberitahu mereka akan menghadapi eksekusi bersama atas rencana menyelundupkan lebih dari 8,2 kilogram heroin ke Australia pada tahun 2005.
Pengacara keduanya, Julian McMahon, mengatakan eksekusi yang akan dihadapi "bukan pembunuhan yang bersih", dan tahanan mungkin akan diikat ke tiang kayu sebelum ditembak.
"Jika tahanan tidak mati langsung, pejabat komando akan berjalan mendekat dan menembakkan peluru tepat di kepala," kata McMahon.
McMahon mengatakan Sukamaran dan Chan trauma atas eksekusi mereka yang akan segera terjadi, dan mereka sering bermimpi ditembak di jantung oleh regu tembak. (Jaksa Agung nyatakan eksekusi mati berlangsung lancar terhadap enam narapidana kasus narkoba)
Berita eksekusi yang membayang-bayangi itu telah memicu aksi warga Australia mencari grasi untuk Chan dan Sukumaran dengan mengumpulkan 2.500 tanda tangan dalam petisi memohon presiden Joko Widodo belas kasihan atas nama mereka.
Petisi digelar Jumat pagi dan telah menarik tanda tangan setiap lima detik, mencerminkan pentingnya Kampanye Belas Kasih yang telah mengumpulkan lebih dari 20.000 tanda tangan.
Penggagas Kampanye Belas Kasih, Brigid Delaney, menyeru Perdana Menteri Tony Abbot untuk meningkatkan upayanya untuk melindungi nyawa orang-orang itu, dia menyebut tanggapannya "sangat lemah".
Awal bulan ini, Abbot mengatakan pemerintahnya akan melakukan "representasi sekuat mungkin" terhadap Indonesia untuk mendapatkan penundaan eksekusi, namun dia mengakui dia tak akan mengambil risiko mempertaruhkan hubungan diplomatik.
"Jika ini tetap terlaksana, saya rasa akan ada semacam kemarahan mendalam dan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan pada Tony Abbot-kenapa kamu tak melakukan lebih?" kata Delaney.
Menlu Julie Bishop membuat seruan langsung pada Menlu Retno Marsudi.
"Pemerintah Australia telah melakukan yang terbaik mereka bisa lakukan, mereka meminta kita menimbang keputusan kami karena warga negara telah menunjukkan penyesalan mereka, mereka telah menunjukkan penyesalan terdalam mereka," kata juru bicara Kemenlu Indonesia seperti dikutip DailyMail.
"Bali Nine" terdiri atas 9 orang warga negara Australia berusia 18--28 tahun ketika mereka ditangkap di Bali, April 2005. Mereka adalah Andrew Chan, Si Yi Chen, Michael Czugaj, Renae Lawrence, Tan Duc Thanh Nguyen, Matthew Norman, Scott Rush, Martin Stephens, dan Myuran Sukumaran.
Dari sembilan orang itu, hanya dua yang divonis hukuman mati, sementara sisanya diganjar hukuman penjara seumur hidup.
Kedua warga negara Australia itu mungkin hanya akan diberi beberapa hari pemberitahuan jika dijadwalkan akan dieksekusi, setelah beberapa tahun Indonesia melakukan jeda eksekusi.
Setelah menjalani hidup sehari-hari dalam daftar kematian di LP Kerobokan, Denpasar, Bali, selama hampir 10 tahun dan empat kali pengajuan grasi yang gagal, peluang Sukumaran dan Chan untuk menghirup udara bebas sangat tipis.
Jika Chan dan Sukumaran dieksekusi di bawah kondisi yang sama seperti narapidana sebelumnya, mereka akan diangkut dari selnya pada tengah malam untuk menghadapi kematian dengan tangan dan kaki terikat.
Kedua orang itu akan ditawari penutup mata untuk dipakai, dan akan mengenakan celemek putih melingkari leher dan target merah di dada.
Mereka juga akan diberi pilihan untuk berdiri, duduk, atau berbaring saat regu penembak melaksanakan eksekusi dari jarak antara lima hingga 10 meter.
Pada 2008, warga negara Nigeria Samuel Iwuchukwu Okoye dan Hansen Antonious Nwaolisa diikat untuk disalib dengan tudung hitam di kepala sebelum ditembak, demikian dilansir dari news.com.au.
"Simpel saja, satu, dua, tiga lalu door!" kata Pendeta Charlie Burrows yang turut menyaksikan kematian mereka.
Keduanya membutuhkan waktu hampir 10 menit untuk dinyatakan tewas, mengerang dan berdarah-darah sampai akhirnya mereka meninggal.
"Saya pikir itu kejam, penyiksaan, darah keluar perlahan, mereka kesakitan," kata Pendeta Burrows saat memberi kesaksiaannya di hadapan dengar pendapat.
Narapidana Marco Moreira, yang dijadwalkan mati oleh regu tembak pada hari Minggu, ada di antara empat laki-laki dan satu perempuan yang dijadwalkan tewas setelah tengah malam pada Minggu pagi, menghadapi Brimob-lima regu tembak terdiri dari 12 polisi.
Warga negara Brasil itu hanya diberi pemberitahuan tiga hari sebelum kematiannya oleh petugas penjara yang duduk di hadapannya untuk memberi kabar itu.
Permohonan pengampunan Sukamaran ditolak oleh pemerintah Indonesia pada 30 Desember 2014, sementara permohonan Chan belum final. (Baca di sini tentang rencana eksekusi yang disampaikan Jaksa Agung RI)
Nasib mereka bersandar pada tawaran grasi Chan, setelah keduanya diberitahu mereka akan menghadapi eksekusi bersama atas rencana menyelundupkan lebih dari 8,2 kilogram heroin ke Australia pada tahun 2005.
Pengacara keduanya, Julian McMahon, mengatakan eksekusi yang akan dihadapi "bukan pembunuhan yang bersih", dan tahanan mungkin akan diikat ke tiang kayu sebelum ditembak.
"Jika tahanan tidak mati langsung, pejabat komando akan berjalan mendekat dan menembakkan peluru tepat di kepala," kata McMahon.
McMahon mengatakan Sukamaran dan Chan trauma atas eksekusi mereka yang akan segera terjadi, dan mereka sering bermimpi ditembak di jantung oleh regu tembak. (Jaksa Agung nyatakan eksekusi mati berlangsung lancar terhadap enam narapidana kasus narkoba)
Berita eksekusi yang membayang-bayangi itu telah memicu aksi warga Australia mencari grasi untuk Chan dan Sukumaran dengan mengumpulkan 2.500 tanda tangan dalam petisi memohon presiden Joko Widodo belas kasihan atas nama mereka.
Petisi digelar Jumat pagi dan telah menarik tanda tangan setiap lima detik, mencerminkan pentingnya Kampanye Belas Kasih yang telah mengumpulkan lebih dari 20.000 tanda tangan.
Penggagas Kampanye Belas Kasih, Brigid Delaney, menyeru Perdana Menteri Tony Abbot untuk meningkatkan upayanya untuk melindungi nyawa orang-orang itu, dia menyebut tanggapannya "sangat lemah".
Awal bulan ini, Abbot mengatakan pemerintahnya akan melakukan "representasi sekuat mungkin" terhadap Indonesia untuk mendapatkan penundaan eksekusi, namun dia mengakui dia tak akan mengambil risiko mempertaruhkan hubungan diplomatik.
"Jika ini tetap terlaksana, saya rasa akan ada semacam kemarahan mendalam dan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan pada Tony Abbot-kenapa kamu tak melakukan lebih?" kata Delaney.
Menlu Julie Bishop membuat seruan langsung pada Menlu Retno Marsudi.
"Pemerintah Australia telah melakukan yang terbaik mereka bisa lakukan, mereka meminta kita menimbang keputusan kami karena warga negara telah menunjukkan penyesalan mereka, mereka telah menunjukkan penyesalan terdalam mereka," kata juru bicara Kemenlu Indonesia seperti dikutip DailyMail.
"Bali Nine" terdiri atas 9 orang warga negara Australia berusia 18--28 tahun ketika mereka ditangkap di Bali, April 2005. Mereka adalah Andrew Chan, Si Yi Chen, Michael Czugaj, Renae Lawrence, Tan Duc Thanh Nguyen, Matthew Norman, Scott Rush, Martin Stephens, dan Myuran Sukumaran.
Dari sembilan orang itu, hanya dua yang divonis hukuman mati, sementara sisanya diganjar hukuman penjara seumur hidup.