"Mengosongkan kolom agama di KTP merupakan langkah konstruktif untuk mengikis diskriminasi selama ini," kata Koordinator Jaringan Gusdurian Jawa Timur, Aan Anshori, saat dikonfirmasi terkait polemik pengosongan kolom agama di KTP elektronika, Minggu.

Kalangan yang diwacanakan dapat mengosongkan kolom agama pada KTP elektronika itu adalah kalangan yang menganut kepercayaan kepada Maha Pencipta di luar penganut enam agama resmi yang diakui pemerintah.

Gusdurian adalah nama populer para pendukung Gus Dur, tokoh nasional yang sangat memotori pengakuan kepada keberagaman komponen bangsa itu. Dia pula yang memberi pengakuan kepada agama Konghuchu sebagai agama resmi di Indonesia, selain Kristen Protestan, Kristen Katolik, Islam, Hindu, dan Budha.

Asyori menilai, setiap setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mencantumkan agama atau keyakinan yang dianutnya. Pihak manapun, termasuk negara, tidak diperbolehkan memaksa seseorang untuk mengakui agam atau keyakinan di luar yang dipeluknya.

Selain rencana kebijakan itu sebagai langkah konstruktif untuk mengikis diskriminasi selama ini, pemerintah juga harus secepatnya menindaklanjuti rencana itu dengan mengeluarkan kebijakan yang memberi kemudahan bagi pemeluknya.

"Pemerintah harus menggaransi kemudahan bagi setiap orang untuk mencatatkan apapun agama atau keyakinan pada kolom agama di KTP elektronika-nya," ujarnya.

Sebetulnya, ada banyak keyakinan di luar enam agama resmi yang diakui pemerintah, yang masih memiliki penganut di Tanah Air. Sebutlah keyakinan Sunda Wiwitan, Parmalim, dan lain-lain.

Pewarta : Antaranews
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024