Solo (ANTARA) - Mahasiswa S3 Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Ardiansyah, M.Pd., menjadi memberikan materi di seminar internasional Conference on Islam Malay Word (ICON IMAT) XIV di Universiti Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA), Brunei Darussalam.
Mahasiswa dari Program Doktor Pendidikan Agama Islam (PAI) UMS tersebut di Solo, Jawa Tengah, Minggu mengatakan pada forum akademik berskala internasional tersebut mengusung gagasan penting tentang pentingnya nilai keimanan sebagai landasan utama dalam pendidikan karakter.
Melalui presentasi berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Al-Qur’an: Kajian Kisah pada Surah Al-Buruj Ayat 4-8, Ardiansyah menekankan pendidikan karakter modern terlalu lama terjebak pada paradigma barat yang cenderung mengabaikan aspek keimanan.
Padahal, menurutnya, penguatan karakter sejati hanya dapat dibangun di atas dasar nilai-nilai spiritual yang bersumber dari Al-Qur’an.
“Sekarang ini kita masih berada dalam sistem pendidikan yang sangat dipengaruhi oleh paradigma Barat. Akibatnya, nilai-nilai keimanan seringkali dikesampingkan. Padahal, satu-satunya pondasi karakter yang kokoh adalah keimanan yang bersumber dari Al-Qur’an,” katanya.
Ia menjelaskan kisah-kisah dalam Al-Qur’an memiliki kekuatan edukatif yang luar biasa. Melalui kisah tersebut, peserta didik dapat memahami makna perjuangan, keteguhan, dan moralitas dengan pendekatan yang menyentuh aspek emosional dan spiritual secara langsung.
“Kisah dalam Surah Al-Buruj mengajarkan tentang keteguhan iman dalam menghadapi ujian hidup. Ini relevan untuk membangun karakter tangguh di tengah tantangan zaman modern,” katanya.
Gagasan Ardiansyah mendapat apresiasi dari moderator dan peserta konferensi karena menawarkan alternatif solusi atas krisis nilai yang dihadapi dunia pendidikan global.
Ia menilai bahwa integrasi antara ilmu modern dan nilai-nilai keislaman harus menjadi arah baru pendidikan abad ke-21, termasuk di lembaga pendidikan Islam seperti Muhammadiyah.
“Karakter peserta didik tidak hanya dibentuk dari kecerdasan intelektual, tapi juga dari kekuatan iman. Di sinilah pentingnya kurikulum pendidikan Islam yang kembali berpijak pada Al-Qur’an dan Sunnah,” ungkapnya.
Ardiansyah juga menyoroti perlunya keberanian dunia pendidikan Indonesia untuk menciptakan rancangan kurikulum yang berbasis pada nilai-nilai Al-Qur’an, bukan sekadar mengikuti pola pendidikan Barat. Ia berharap suatu saat akan ada kebijakan yang memberikan ruang lebih besar bagi pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri.
"Jika porsi pendidikan agama masih kecil, bagaimana mungkin kita bisa menanamkan karakter Islami yang kuat kepada peserta didik?” tanyanya.
Selain menjadi pemakalah, Ardiansyah juga mendampingi dosennya Dr. Muthoifin, M.Ag., yang hadir sebagai delegasi UMS dalam konferensi tersebut. Ia mengaku banyak mendapatkan pengalaman berharga melalui forum internasional tersebut, mulai dari diskusi lintas negara hingga peluang kolaborasi riset dengan para peneliti internasional.
“Bertemu dengan para akademisi dari berbagai negara memberi semangat baru. Kami bisa saling bertukar ide, berkolaborasi, dan memperluas wawasan riset,” tuturnya.
Ardiansyah berharap partisipasi mahasiswa dalam forum internasional seperti ICON IMAT terus mendapat dukungan dari kampus, karena menjadi wadah strategis untuk memperkuat reputasi akademik dan riset UMS di kancah global.
“Semoga ke depan lebih banyak mahasiswa dan dosen UMS yang berani tampil di forum internasional, membawa nilai-nilai Islam dan kemuhammadiyahan ke dunia,” katanya.

