Solo (ANTARA) - Muhammadiyah mendorong penerapan hukum profetik dan transendental di dalam sistem hukum nasional Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh Ahli Hukum dari Universitas Airlangga Prof. Nurul Barizah pada Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) di Solo, Jawa Tengah, Sabtu.
Pada kegiatan itu, ia menyampaikan sistem hukum nasional Indonesia dinilai belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai lokal dan transendental bangsa. Hal ini disebabkan oleh kuatnya pengaruh hukum internasional dan transplantasi sistem hukum Barat, baik civil law maupun common law, ke dalam sistem hukum Indonesia.
Menurut dia, sistem hukum nasional berbasis nilai profetik sebagai alternatif yang lebih kontekstual dan relevan dengan karakter bangsa.
Dalam forum, Prof. Nurul Barizah, S.H., LLM., Ph.D. menyampaikan sebagian besar substansi hukum nasional saat ini berasal dari ratifikasi hukum internasional atau hasil studi perbandingan dari negara lain. Sedangkan hukum suatu negara dengan negara lain tidak selalu cocok, dan apabila cocok itu adalah sebuah kebetulan.
“Setelah kita lepas dari penjajahan kolonial, kini muncul bentuk penjajahan baru melalui hukum internasional,” katanya.
Menurut dia, menciptakan kondisi hukum nasional yang bersifat campuran di mana karakteristik civil law dan common law hadir berdampingan tanpa harmonisasi yang utuh.
Muhammadiyah memiliki pandangan hukum profetik dan transendental untuk menjadi bagian dari hukum nasional. Nurul mendiskusikan gagasan hukum profetik diajukan sebagai pendekatan alternatif yang mampu menjawab tantangan moral, sosial, dan transendental dalam sistem hukum nasional.
“Konsep hukum yang berlandaskan pada nilai-nilai profetik, menekankan pada keadilan, perlindungan martabat manusia, dan dimensi transendental,” katanya.
Pada diskusi selanjutnya, Dr. Bambang Widjojanto, S.H., M.H. mengatakan Indonesia sedang berada dalam perang senyap melawan gelombang disrupsi digital yang menyerbu semua sisi kehidupan.
“Kita seolah tersandera dalam labirin disrupsi digital yang belum benar-benar kita sadari dampaknya,” katanya.
Disrupsi ini bukan lagi sekadar jargon. Ia datang lewat gelombang teknologi seperti akal imitasi (AI), cryptocurrency, algoritma media sosial, dan pengumpulan data pribadi. Kecanggihan teknologi tidak hanya muncul inovasi, tapi sekaligus memunculkan tantangan etis, sosial, dan hukum yang sangat kompleks.
“Revolusi digital menciptakan bentuk-bentuk kejahatan baru yang menantang hukum pidana konvensional karena dunia siber menciptakan kejahatan,” katanya.
Menurut dia, hukum transendental akan bisa menjawab tantangan kemanusiaan dan bayang-bayang teknologi.
Sementara itu, Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum. membawakan gagasan dan penerapan hukum serta pentingnya advokasi Muhammadiyah untuk pembangunan hukum nasional.
“Kita harus melakukan sinergitas antar lembaga di Muhammadiyah agar bisa melakukan advokasi dengan baik,” katanya.