Pemkot upayakan cakupan BPJS Ketenagakerjaan 100 persen pada 2025
Magelang (ANTARA) - Pemerintah Kota Magelang berupaya memenuhi cakupan BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) 100 persen atau 12 bulan pada 2025, sedangkan tahun ini terkaver enam bulan.
"Tahun 2024 terkaver enam bulan, dari Juli sampai dengan Desember 2024, sedangkan tahun 2025 terkaver 12 bulan. Ini bentuk komitmen Pemkot Magelang. Selain 'coverage' (cakupan) jadi penuh 12 bulan juga nanti kita sisir yang belum masuk, sembari memberikan pemahaman bahwa BPJS Ketenagakerjaan tidak akan menghilangkan bansos," kata Penjabat Sementara Wali Kota Magelang Ahmad Aziz dalam rilis Bagian Prokompim Pemkot Magelang diterima di Magelang, Jumat.
BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) Kantor Wilayah Jawa Tengah dan DIY memberikan penghargaan kepada Pemkot Magelang atas implementasi terhadap program perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) bagi pekerja rentan pada 2024.
Kota Magelang mendapat apresiasi atas Inovasi Pelaksanaan Perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) melalui Mekanisme Anggaran Pemerintah Daerah TA 2024 sebanyak 2.044 tenaga kerja informal.
Piagam penghargaan diserahkan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sumarno kepada Pjs Wali Kota Magelang Ahmad Aziz di sela Diseminasi dan Asistensi Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi Ekosistem Desa di Provinsi Jawa Tengah di Ballroom Hotel Grand Artos Magelang, Kamis (10/10).
Penghargaan yang sama juga diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Pati, Banyumas, Kudus, Cilacap, Semarang, dan Temanggung.
Ia menyampaikan syukur atas penghargaan tersebut karena menjadi motivasi agar pekerja Kota Magelang di sektor informal terlindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Dia menyebutkan pekerja rentan di Kota Magelang yang sudah terkaver BPJS Ketenagakerjaan mencapai sekitar 90 persen atau 2.046 orang dari target 2.300 orang.
Pekerja rentan atau bukan penerima upah, seperti anggota linmas, buruh serabutan, guru ngaji, juru parkir, pekerja disabilitas, pekerja sosial, pumulung, pemulasaran jenazah, petani, petugas sampah RT/RW, satpam kompleks, sopir angkot, becak, ojek, dan UMKM.
"Tantangannya memang perlu edukasi, sosialisasi, (faktanya) ada beberapa warga yang tidak mau masuk BPJS Ketenagakerjaan karena berpersepsi kalau masuk BPJS nanti bansosnya hilang. Padahal tidak," ujar Aziz yang juga Kepala Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah itu.
Kepala BPJAMSOSTEK Kanwil Jawa Tengah dan DIY Isnavodiar Jatmiko mengatakan tujuh pemda penerima penghargaan telah menunjukkan komitmen, inovasi, dan keberanian mereka dalam memberikan keberpihakan terhadap masyarakat kecil.
Kota Magelang menjadi salah satu daerah dengan tingkat kepatuhan badan usaha yang baik atau sekitar 58 persen pekerja telah terdaftar dalam program Jamsostek.
Dukungan pemda ini membantu mempercepat terwujudnya cakupan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di Jawa Tengah dan DIY. Di sisi lain, pihaknya masih membutuhkan dukungan pemda untuk menggaet pekerja ekosistem desa.
"Lapisan masyarakat di desa sangat luas. Jadi nggak semua harus dibantu melalui mekanisme anggaran, tapi ada masyarakat yang juga punya kemampuan membayar secara mandiri, konteksnya (mereka) bisa diedukasi," katanya.
"Tahun 2024 terkaver enam bulan, dari Juli sampai dengan Desember 2024, sedangkan tahun 2025 terkaver 12 bulan. Ini bentuk komitmen Pemkot Magelang. Selain 'coverage' (cakupan) jadi penuh 12 bulan juga nanti kita sisir yang belum masuk, sembari memberikan pemahaman bahwa BPJS Ketenagakerjaan tidak akan menghilangkan bansos," kata Penjabat Sementara Wali Kota Magelang Ahmad Aziz dalam rilis Bagian Prokompim Pemkot Magelang diterima di Magelang, Jumat.
BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) Kantor Wilayah Jawa Tengah dan DIY memberikan penghargaan kepada Pemkot Magelang atas implementasi terhadap program perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) bagi pekerja rentan pada 2024.
Kota Magelang mendapat apresiasi atas Inovasi Pelaksanaan Perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) melalui Mekanisme Anggaran Pemerintah Daerah TA 2024 sebanyak 2.044 tenaga kerja informal.
Piagam penghargaan diserahkan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sumarno kepada Pjs Wali Kota Magelang Ahmad Aziz di sela Diseminasi dan Asistensi Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi Ekosistem Desa di Provinsi Jawa Tengah di Ballroom Hotel Grand Artos Magelang, Kamis (10/10).
Penghargaan yang sama juga diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Pati, Banyumas, Kudus, Cilacap, Semarang, dan Temanggung.
Ia menyampaikan syukur atas penghargaan tersebut karena menjadi motivasi agar pekerja Kota Magelang di sektor informal terlindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Dia menyebutkan pekerja rentan di Kota Magelang yang sudah terkaver BPJS Ketenagakerjaan mencapai sekitar 90 persen atau 2.046 orang dari target 2.300 orang.
Pekerja rentan atau bukan penerima upah, seperti anggota linmas, buruh serabutan, guru ngaji, juru parkir, pekerja disabilitas, pekerja sosial, pumulung, pemulasaran jenazah, petani, petugas sampah RT/RW, satpam kompleks, sopir angkot, becak, ojek, dan UMKM.
"Tantangannya memang perlu edukasi, sosialisasi, (faktanya) ada beberapa warga yang tidak mau masuk BPJS Ketenagakerjaan karena berpersepsi kalau masuk BPJS nanti bansosnya hilang. Padahal tidak," ujar Aziz yang juga Kepala Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah itu.
Kepala BPJAMSOSTEK Kanwil Jawa Tengah dan DIY Isnavodiar Jatmiko mengatakan tujuh pemda penerima penghargaan telah menunjukkan komitmen, inovasi, dan keberanian mereka dalam memberikan keberpihakan terhadap masyarakat kecil.
Kota Magelang menjadi salah satu daerah dengan tingkat kepatuhan badan usaha yang baik atau sekitar 58 persen pekerja telah terdaftar dalam program Jamsostek.
Dukungan pemda ini membantu mempercepat terwujudnya cakupan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di Jawa Tengah dan DIY. Di sisi lain, pihaknya masih membutuhkan dukungan pemda untuk menggaet pekerja ekosistem desa.
"Lapisan masyarakat di desa sangat luas. Jadi nggak semua harus dibantu melalui mekanisme anggaran, tapi ada masyarakat yang juga punya kemampuan membayar secara mandiri, konteksnya (mereka) bisa diedukasi," katanya.