KPU Kudus-Jateng: 500-600 warga samin jadi sasaran coklit
Kudus (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih terhadap semua warga yang memiliki hak pilih, termasuk 500-600 warga sedulur sikep atau samin, guna menjamin hak pilihnya pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
"Coklit terhadap warga samin juga sama dengan warga lainnya, disesuaikan dengan keinginan petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) yang melakukan coklit untuk menuntaskan tugasnya," kata Ketua KPU Kabupaten Kudus Ahmad Amir Faisol di Kudus, Minggu.
Terkait kehadirannya mendampingi petugas pantarlih melakukan coklit di rumah tokoh samin di Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, kata dia, sebagai bentuk simbolis coklit terhadap warga samin.
Apalagi, kata dia, warga samin tersebar di beberapa desa, seperti di Desa Karangrowo, Larikrejo, dan Terangmas, Kecamatan Undaan. "Sementara jumlah warga sedulur sikep yang memiliki hak pilih, diperkirakan antara 500-600 jiwa," ujarnya.
Saat mendampingi petugas Pantarlih di Dukuh Kalioso, Desa Karangrowo, kata dia, dirinya bersama petugas Pantarlih juga bertemu langsung dengan tokohnya, yakni Maskat dan Samat.
"Kami juga meminta dukungan warga sedulur sikep untuk berpartisipasi aktif dengan menggunakan hak pilihnya pada 27 November 2024 saat pencoblosan," ujarnya.
Maskat, tokoh warga Sedulur Sikep Dukuh Kalioso mengungkapkan bahwa anak cucunya Mbah Samin Surosentiko pada Pemilu 2024 juga ikut berperan aktif dengan menggunakan hak pilihnya.
"Saat pencoblosan, kami warga sedulur sikep bersama keluarganya masing-masing yang memiliki hak pilih mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) untuk menyalurkan hak pilihnya. Demikian halnya pada Pilkada 2024 nanti juga akan menggunakan hak pilih," ujarnya.
Samin Surosentiko sendiri diceritakan berasal dari keturunan keraton, kemudian keluar dari lingkungan keluarganya berbaur dengan masyarakat biasa untuk mengadakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda sehingga muncul sebutan sebagai warga samin karena berperilaku berbeda dengan masyarakat umum.
Bentuk perlawanannya, yakni dengan cara membangkan dengan tidak membayar pajak, menolak membenahi jalan, dan menolak ikut ronda atau kebijakan apapun ditentang leluhur beserta pengikutnya. Namun, setelah diasingkan ke Digul, kemudian kedua di Sawah Lunto, Padang, Sumatera Barat, Samin Surosentiko memberikan petuah nantinya ketika Indonesia merdeka harus mau membayar pajak dan kebijakan pemerintah lainnya.
Baca juga: KPU Surakarta sasar tokoh masyarakat sebagai awal coklit
"Coklit terhadap warga samin juga sama dengan warga lainnya, disesuaikan dengan keinginan petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) yang melakukan coklit untuk menuntaskan tugasnya," kata Ketua KPU Kabupaten Kudus Ahmad Amir Faisol di Kudus, Minggu.
Terkait kehadirannya mendampingi petugas pantarlih melakukan coklit di rumah tokoh samin di Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, kata dia, sebagai bentuk simbolis coklit terhadap warga samin.
Apalagi, kata dia, warga samin tersebar di beberapa desa, seperti di Desa Karangrowo, Larikrejo, dan Terangmas, Kecamatan Undaan. "Sementara jumlah warga sedulur sikep yang memiliki hak pilih, diperkirakan antara 500-600 jiwa," ujarnya.
Saat mendampingi petugas Pantarlih di Dukuh Kalioso, Desa Karangrowo, kata dia, dirinya bersama petugas Pantarlih juga bertemu langsung dengan tokohnya, yakni Maskat dan Samat.
"Kami juga meminta dukungan warga sedulur sikep untuk berpartisipasi aktif dengan menggunakan hak pilihnya pada 27 November 2024 saat pencoblosan," ujarnya.
Maskat, tokoh warga Sedulur Sikep Dukuh Kalioso mengungkapkan bahwa anak cucunya Mbah Samin Surosentiko pada Pemilu 2024 juga ikut berperan aktif dengan menggunakan hak pilihnya.
"Saat pencoblosan, kami warga sedulur sikep bersama keluarganya masing-masing yang memiliki hak pilih mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) untuk menyalurkan hak pilihnya. Demikian halnya pada Pilkada 2024 nanti juga akan menggunakan hak pilih," ujarnya.
Samin Surosentiko sendiri diceritakan berasal dari keturunan keraton, kemudian keluar dari lingkungan keluarganya berbaur dengan masyarakat biasa untuk mengadakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda sehingga muncul sebutan sebagai warga samin karena berperilaku berbeda dengan masyarakat umum.
Bentuk perlawanannya, yakni dengan cara membangkan dengan tidak membayar pajak, menolak membenahi jalan, dan menolak ikut ronda atau kebijakan apapun ditentang leluhur beserta pengikutnya. Namun, setelah diasingkan ke Digul, kemudian kedua di Sawah Lunto, Padang, Sumatera Barat, Samin Surosentiko memberikan petuah nantinya ketika Indonesia merdeka harus mau membayar pajak dan kebijakan pemerintah lainnya.
Baca juga: KPU Surakarta sasar tokoh masyarakat sebagai awal coklit