PGRI ingatkan perubahan kurikulum harus dikaji mendalam
Semarang (ANTARA) - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengingatkan bahwa perubahan kurikulum pendidikan harus dikaji secara mendalam dan diiringi dengan kesiapan seluruh elemen pendukungnya.
"Harus bersama-sama secara terbuka untuk melihat apakah sistem pendidikan dengan perubahan kurikulum sudah tepat waktunya," kata Ketua Umum PB PGRI Prof Unifah Rosyidi di Semarang, Sabtu.
Hal tersebut disampaikan saat Puncak Peringatan HUT Ke-78 PGRI dan Hari Guru Nasional (HGN) Tingkat Jawa Tengah 2023 yang berlangsung di Universitas PGRI Semarang (Upgris).
Kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo sebentar lagi selesai, dan setiap pergantian kepemimpinan nasional, diakuinya biasanya berimplikasi dengan kebijakan pergantian kurikulum pendidikan.
"Yang menarik, kemarin saat HUT PGRI dan HGN (tingkat nasional), Presiden Jokowi menyitir (pendapat) bahwa salah satu yang menjadi stres kita karena perubahan kurikulum," katanya.
Bukan berarti PGRI alergi terhadap perubahan, kata dia, tetapi perubahan yang dilakukan harus melalui evaluasi dan kajian terhadap sistem yang lama untuk menemukan kekurangan, dan menyempurnakannya.
"Perubahan itu keniscayaan, tetapi yang bagaimana dulu. Perlu kajian mendalam kurangnya ki apa? Apa yang harus diperbaiki. Perubahan itu enggak mengubah 'totally' tetapi mempertahankan yang baik dan mengubah yang kurang," katanya.
Ia mencontohkan penghapusan pilihan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa dalam Kurikulum Merdeka Belajar sehingga siswa dibebaskan untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakat mereka.
Menurut dia, konsentrasi IPA, IPA, dan Bahasa adalah kemampuan dasar yang memperkuat siswa sesuai dengan kecenderungannya sehingga perlu tetap diberikan, bukan malah dilebur jadi satu.
"Saya melihat kita bisa belajar apa saja, tetapi kemampuan dasar harus (dikuasai). Di negara lain, kurikulum mungkin tidak terlalu padat, tetapi kemampuan dasar diperkuat," kata Unifah.
Sementara itu, Ketua PGRI Jawa Tengah Dr Muhdi menyampaikan bahwa perlu dilakukan banyak evaluasi untuk memastikan kebijakan pendidikan mencapai harapan seluruh bangsa Indonesia.
"Momentum ini saya sebut kritis karena bonus demografi. Karena anak-anak yang sekarang ada di sekolah adalah anak-anak yang jadi generasi produktif mulai tahun 2030," kata mantan Rektor Upgris tersebut.
PGRI sebagai organisasi profesi yang menaungi guru, kata dia, memastikan bagaimana guru bisa mengimplementasikan kurikulum secara baik dengan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kompetensinya.
"Harus bersama-sama secara terbuka untuk melihat apakah sistem pendidikan dengan perubahan kurikulum sudah tepat waktunya," kata Ketua Umum PB PGRI Prof Unifah Rosyidi di Semarang, Sabtu.
Hal tersebut disampaikan saat Puncak Peringatan HUT Ke-78 PGRI dan Hari Guru Nasional (HGN) Tingkat Jawa Tengah 2023 yang berlangsung di Universitas PGRI Semarang (Upgris).
Kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo sebentar lagi selesai, dan setiap pergantian kepemimpinan nasional, diakuinya biasanya berimplikasi dengan kebijakan pergantian kurikulum pendidikan.
"Yang menarik, kemarin saat HUT PGRI dan HGN (tingkat nasional), Presiden Jokowi menyitir (pendapat) bahwa salah satu yang menjadi stres kita karena perubahan kurikulum," katanya.
Bukan berarti PGRI alergi terhadap perubahan, kata dia, tetapi perubahan yang dilakukan harus melalui evaluasi dan kajian terhadap sistem yang lama untuk menemukan kekurangan, dan menyempurnakannya.
"Perubahan itu keniscayaan, tetapi yang bagaimana dulu. Perlu kajian mendalam kurangnya ki apa? Apa yang harus diperbaiki. Perubahan itu enggak mengubah 'totally' tetapi mempertahankan yang baik dan mengubah yang kurang," katanya.
Ia mencontohkan penghapusan pilihan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa dalam Kurikulum Merdeka Belajar sehingga siswa dibebaskan untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakat mereka.
Menurut dia, konsentrasi IPA, IPA, dan Bahasa adalah kemampuan dasar yang memperkuat siswa sesuai dengan kecenderungannya sehingga perlu tetap diberikan, bukan malah dilebur jadi satu.
"Saya melihat kita bisa belajar apa saja, tetapi kemampuan dasar harus (dikuasai). Di negara lain, kurikulum mungkin tidak terlalu padat, tetapi kemampuan dasar diperkuat," kata Unifah.
Sementara itu, Ketua PGRI Jawa Tengah Dr Muhdi menyampaikan bahwa perlu dilakukan banyak evaluasi untuk memastikan kebijakan pendidikan mencapai harapan seluruh bangsa Indonesia.
"Momentum ini saya sebut kritis karena bonus demografi. Karena anak-anak yang sekarang ada di sekolah adalah anak-anak yang jadi generasi produktif mulai tahun 2030," kata mantan Rektor Upgris tersebut.
PGRI sebagai organisasi profesi yang menaungi guru, kata dia, memastikan bagaimana guru bisa mengimplementasikan kurikulum secara baik dengan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kompetensinya.