Santri diharapkan amalkan nilai-nilai Pancasila hindari radikalisme
Kudus (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mengajak para santri di Kabupaten Kudus untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa guna menghindari gangguan radikalisme.
"Ketika para santri memahami nilai-nilai Pancasila dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, tentunya mereka memiliki dasar yang kuat sehingga tidak mudah terpapar paham radikalisme," kata Penjabat Bupati Kudus Bergas Catursasi Penanggungan usai membuka acara "Optimalisasi Peran Masyarakat Dalam Rangka Deteksi Dini dan Antisipasi Gangguan Keamanan Terhadap Kelompok Radikal" di Pendopo Kabupaten Kudus, Rabu.
Oleh karena itu, kata dia, pemkab gencar mengedukasi generasi muda terkait ideologi Pancasila, terutama para santri agar memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya serta mengamalkannya agar tidak mudah terpapar paham intoleransi dan radikalisme yang bermuara pada terorisme.
Ia optimistis ketika para santri maupun generasi muda lainnya paham dengan nilai-nilai Pancasila, tentunya mereka tidak akan mudah terpapar paham radikalisme.
Apalagi, kata dia, sila-sila Pancasila secara tegas dan jelas berseberangan dengan ideologi radikalisme. Di antaranya, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam kegiatan tersebut, dihadirkan pula mantan napi teroris, yakni Abu Tholut yang juga dikenal dengan nama Mustofa, Imron, dan Herman.
Abu Tholut mengungkapkan bahwa peran santri cukup strategis dalam menjaga keamanan negeri ini, termasuk berperan sebagai navigator, stabilisator, dan dinamisator, sehingga perlu pelibatan masyarakat, bukan hanya diserahkan kepada aparat keamanan.
"Bagi saya, radikalisme ada dua, yakni konstruktif dan destruktif. Kalau konstruktif sebenarnya tidak ada permasalahan karena ajarannya soal taat beragama dengan benar, penuh tanggung jawab, bersikap jujur, menegakkan keadilan, kasih sayang sesama atas dasar kebenaran," ujarnya.
Sementara destruktif, kata dia, abai terhadap ajaran agama atau ikut aliran sesat, tidak bertanggung jawab, berdusta, menebarkan kedoliman, serta menghalalkan segala cara untuk merenggut hak orang lain.
Sementara pembicara lainnya, Kapolsek Kota Kudus Iptu Subkhan yang sebelumnya bertugas sebagai Kanit Keamanan Satuan Intelijen Polres Kudus mengungkapkan santri harus bangga dengan bangsa Indonesia, harus yakin se yakin-yakinnya bahwa NKRI dan Pancasila adalah yang paling tepat.
"Indonesia terdiri atas belasan ribu pulau, sehingga potensi perpecahan sangat besar, tetapi alhamdulillah kita masih berkumpul dan bisa mengikat satu sama lainnya," ujarnya.
Untuk menangkap paham radikalisme, kata dia, dibutuhkan peran para santri yang belajar tentang ajaran agama Islam serta memahami Alquran dengan benar.
Baca juga: Wali Kota Magelang : Santri penjaga terdepan melawan kebodohan
"Ketika para santri memahami nilai-nilai Pancasila dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, tentunya mereka memiliki dasar yang kuat sehingga tidak mudah terpapar paham radikalisme," kata Penjabat Bupati Kudus Bergas Catursasi Penanggungan usai membuka acara "Optimalisasi Peran Masyarakat Dalam Rangka Deteksi Dini dan Antisipasi Gangguan Keamanan Terhadap Kelompok Radikal" di Pendopo Kabupaten Kudus, Rabu.
Oleh karena itu, kata dia, pemkab gencar mengedukasi generasi muda terkait ideologi Pancasila, terutama para santri agar memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya serta mengamalkannya agar tidak mudah terpapar paham intoleransi dan radikalisme yang bermuara pada terorisme.
Ia optimistis ketika para santri maupun generasi muda lainnya paham dengan nilai-nilai Pancasila, tentunya mereka tidak akan mudah terpapar paham radikalisme.
Apalagi, kata dia, sila-sila Pancasila secara tegas dan jelas berseberangan dengan ideologi radikalisme. Di antaranya, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam kegiatan tersebut, dihadirkan pula mantan napi teroris, yakni Abu Tholut yang juga dikenal dengan nama Mustofa, Imron, dan Herman.
Abu Tholut mengungkapkan bahwa peran santri cukup strategis dalam menjaga keamanan negeri ini, termasuk berperan sebagai navigator, stabilisator, dan dinamisator, sehingga perlu pelibatan masyarakat, bukan hanya diserahkan kepada aparat keamanan.
"Bagi saya, radikalisme ada dua, yakni konstruktif dan destruktif. Kalau konstruktif sebenarnya tidak ada permasalahan karena ajarannya soal taat beragama dengan benar, penuh tanggung jawab, bersikap jujur, menegakkan keadilan, kasih sayang sesama atas dasar kebenaran," ujarnya.
Sementara destruktif, kata dia, abai terhadap ajaran agama atau ikut aliran sesat, tidak bertanggung jawab, berdusta, menebarkan kedoliman, serta menghalalkan segala cara untuk merenggut hak orang lain.
Sementara pembicara lainnya, Kapolsek Kota Kudus Iptu Subkhan yang sebelumnya bertugas sebagai Kanit Keamanan Satuan Intelijen Polres Kudus mengungkapkan santri harus bangga dengan bangsa Indonesia, harus yakin se yakin-yakinnya bahwa NKRI dan Pancasila adalah yang paling tepat.
"Indonesia terdiri atas belasan ribu pulau, sehingga potensi perpecahan sangat besar, tetapi alhamdulillah kita masih berkumpul dan bisa mengikat satu sama lainnya," ujarnya.
Untuk menangkap paham radikalisme, kata dia, dibutuhkan peran para santri yang belajar tentang ajaran agama Islam serta memahami Alquran dengan benar.
Baca juga: Wali Kota Magelang : Santri penjaga terdepan melawan kebodohan