Shinta Nuriyah ajak umat beragama jaga persaudaraan
Kudus (ANTARA) - Ibu Negara RI keempat Dr (HC) Hj. Shinta Nuriyah Wahid mengajak semua umat beragama menjaga tali persaudaraan, rasa cinta kasih dan saling menghargai dan menyayangi agar bisa hidup rukun dan damai.
"Karena dengan bersatu padu akan menjadi soko guru utama bagi tegaknya Negara Indonesia. Dengan situasi wilayah yang aman dan damai tentunya akan menjadi negara gemah ripah loh jinawi," ujarnya saat menghadiri buka puasa bersama di Kampung Sawah Segaran Undaan Lor, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, di Kudus, Minggu.
Ajakan menjaga tali persaudaraan terhadap semua umat beragama disampaikan, karena yang menghadiri acara buka puasa bersama tidak hanya dihadiri umat Muslim, melainkan ada umat agama lain, seperti Kristen, Budha, Konghucu serta aliran penghayat kepercayaan.
Dalam rangka mewujudkan tali persaudaraan antar-umat, kata dia, selama mendampingi Abdurahman Wahid atau Gus Dur saat menjabat Presiden RI keempat sering membuat acara sahur bersama dengan kaum marjinal, di antaranya pengamen, dhuafa, pedagang sayur di pasar tradisional, kuli bangunan, serta tukang becak.
Baca juga: Shinta Nuriyah: Perbedaan itu berkah, bukan memisahkan diri
Tujuan mengajak sahur bersama dengan kaum dhuafa, di antaranya agar mereka bisa menjalankan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya.
Tujuan lainnya, yakni ingin mempersatukan semua orang bisa hidup rukun dan damai, karena dengan bersatu padu akan menjadi Soko guru utama bagi tegaknya bangsa Indonesia.
Sementara acara buka bersama, imbuh dia, justru tidak pernah karena sudah banyak yang menyelenggarakannya. Sedangkan yang menyelenggarakan dan yang diundang terkadang juga tidak menjalankan puasa.
Berbeda dengan acara sahur bersama, kata dia, bertujuan memberikan kesempatan kaum marjinal makan sahur yang terbaik, karena selama ini mereka belum tentu mampu menyiapkannya dengan baik.
Bahkan, kata dia, pihaknya juga tidak segan untuk sahur bersama di tempat yang tidak biasa, seperti di kolong jembatan tempat para kuli bangunan bermukim sementara.
"Kalau sahur bersama dengan mbok-mbok bakul sayur di pasar, ya di tengah-tengah mereka berjualan, karena tentunya mereka juga tidak bisa menyiapkan menu sahur dengan sebaik-baiknya," ujarnya.
Sementara sahur bersama pengamen dan tukang becak, katanya, akan digelar di alun-alun atau dekat terminal maupun stasiun.
"Karena juga dengan umat beragama lain, pelaksanaannya juga bisa di halaman gereja dan klenteng atau di mana saja, karena kita bersaudara," ujarnya.
Baca juga: Shinta Nuriyah sahur bersama penyandang disabilitas
Baca juga: Shinta Nuriyah: Toleransi Harus Diajarkan Sejak Dini
"Karena dengan bersatu padu akan menjadi soko guru utama bagi tegaknya Negara Indonesia. Dengan situasi wilayah yang aman dan damai tentunya akan menjadi negara gemah ripah loh jinawi," ujarnya saat menghadiri buka puasa bersama di Kampung Sawah Segaran Undaan Lor, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, di Kudus, Minggu.
Ajakan menjaga tali persaudaraan terhadap semua umat beragama disampaikan, karena yang menghadiri acara buka puasa bersama tidak hanya dihadiri umat Muslim, melainkan ada umat agama lain, seperti Kristen, Budha, Konghucu serta aliran penghayat kepercayaan.
Dalam rangka mewujudkan tali persaudaraan antar-umat, kata dia, selama mendampingi Abdurahman Wahid atau Gus Dur saat menjabat Presiden RI keempat sering membuat acara sahur bersama dengan kaum marjinal, di antaranya pengamen, dhuafa, pedagang sayur di pasar tradisional, kuli bangunan, serta tukang becak.
Baca juga: Shinta Nuriyah: Perbedaan itu berkah, bukan memisahkan diri
Tujuan mengajak sahur bersama dengan kaum dhuafa, di antaranya agar mereka bisa menjalankan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya.
Tujuan lainnya, yakni ingin mempersatukan semua orang bisa hidup rukun dan damai, karena dengan bersatu padu akan menjadi Soko guru utama bagi tegaknya bangsa Indonesia.
Sementara acara buka bersama, imbuh dia, justru tidak pernah karena sudah banyak yang menyelenggarakannya. Sedangkan yang menyelenggarakan dan yang diundang terkadang juga tidak menjalankan puasa.
Berbeda dengan acara sahur bersama, kata dia, bertujuan memberikan kesempatan kaum marjinal makan sahur yang terbaik, karena selama ini mereka belum tentu mampu menyiapkannya dengan baik.
Bahkan, kata dia, pihaknya juga tidak segan untuk sahur bersama di tempat yang tidak biasa, seperti di kolong jembatan tempat para kuli bangunan bermukim sementara.
"Kalau sahur bersama dengan mbok-mbok bakul sayur di pasar, ya di tengah-tengah mereka berjualan, karena tentunya mereka juga tidak bisa menyiapkan menu sahur dengan sebaik-baiknya," ujarnya.
Sementara sahur bersama pengamen dan tukang becak, katanya, akan digelar di alun-alun atau dekat terminal maupun stasiun.
"Karena juga dengan umat beragama lain, pelaksanaannya juga bisa di halaman gereja dan klenteng atau di mana saja, karena kita bersaudara," ujarnya.
Baca juga: Shinta Nuriyah sahur bersama penyandang disabilitas
Baca juga: Shinta Nuriyah: Toleransi Harus Diajarkan Sejak Dini