Solo (ANTARA) - Tarian Bedhaya Ketawang menjadi momen sakral Tingalan Dalem Jumenengan ke-19 SISKS Paku Buwono (PB) XIII yang diselenggarakan di Dalem Ageng Probosuyasa di Kompleks Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kamis.
Berdasarkan pantauan, Tari Bedhaya Ketawang dibawakan oleh sembilan orang perempuan muda. Mereka menarikan tarian tersebut usai Raja PB XIII duduk di singgasana.
Suasana mistis terasa di setiap sudut keraton selama acara berlangsung. Ratusan abdi dalem dan tamu terlihat memenuhi bagian dalam keraton tersebut, baik di dalam dalem ageng maupun di halaman luar.
Acara jumenengan kali ini terasa sejuk mengingat kedua pihak keluarga keraton yang sempat berseteru kembali menyatu dan larut dalam acara yang sama.
Perwakilan keluarga keraton Kanjeng Pangeran Edhy Wirabhumi mengatakan Tingalan Dalem Jumenengan merupakan acara adat Keraton Surakarta.
"Ya seperti pada tahun-tahun sebelumnya, diadakan pada hari dan tanggal yang sama mengikuti kalender Jawa. Secara umum sama karena intisarinya adalah menampilkan Bedhaya Ketawang," katanya.
Ia mengatakan Bedhaya Ketawang hanya ditampilkan pada momen tersebut yang terselenggara sekali dalam setahun.
"Latihannya juga ditempatkan khusus, tidak boleh ditempatkan di mana-mana (sembarang tempat, red.). Penarinya juga penari khusus, tidak boleh sembarangan penari," katanya.
Ia mengatakan tarian tersebut normalnya berdurasi 1 jam 40 menit. Setelah rangkaian acara di dalam keraton selesai, akan dilanjutkan dengan kirab.
Sementara itu, terkait dengan menyatunya dua pihak yang sempat berseteru, suami dari Gusti Kanjeng Ratu Wandansari Koes Moertiyah yang merupakan adik dari PB XIII ini mengatakan saat ini suasananya menjadi lebih sejuk.
"Mungkin ini kebetulan, dengan bantuan mas wali kan suasananya lebih sejuk. Menurut saya juga lumrah, kalau kemudian ini menjadi momen buat kami menyelenggarakan ini lebih semarak," katanya.