Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Kesehatan melakukan sinergi dengan berbagai pihak guna menekan persebaran infeksi HIV/AIDS karena estimasi kasus di provinsi itu mencapai 52.677 orang dengan kasus terkonfirmasi 35.238 orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
"Semua harus bersinergi, termasuk penderita dan keluarganya. Angka tadi banyak namun jangan kaget karena kita berkewajiban mengungkap, mencari, dan menemukan agar bisa segera diobati," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Yulianto Prabowo di Semarang, Kamis.
Ia menyebut semakin dini ODHA ditemukan akan lebih cepat pula pengobatan yang dilakukan sebab ketika terinfeksi penyakit ini, orang yang bersangkutan harus meminum obat seumur hidupnya.
Baca juga: Temanggung tambah tempat pelayanan perawatan dan pengobatan HIV/AIDS di puskesmas
Dinkes Jateng memperkirakan ada 52 ribu kasus HIV/AIDS, namun hingga saat ini baru ditemukan sekitar 72 persen dari angka tersebut.
Dengan kondisi itu, lanjut dia, pihaknya tidak pernah berhenti melakukan edukasi melalui berbagai media, bahkan edukasi mengenai bahaya penyakit itu juga disampaikan di sekolahan.
Wakil Gubernur Jawa Tengah sekaligus Ketua Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Jateng Taj Yasin Maimoen mengakui ada kesullitan tersendiri dalam pengungkapan kasus ini karena penderita penyakit ini seringkali mendapatkan stigma negatif dari masyarakat sekitar.
"Untuk mengungkap cukup sulit karena ada justifikasi dari masyarakat. Kalau terpapar HIV/AIDS langsung bicara ke dokter karena semakin kita mengakui, kita bisa menyelamatkan keluarga," katanya.
Oleh karena itu, Pemprov Jateng terus
melakukan edukasi agar masyarakat mengetahui betul tentang penyakit ini agar stigma negatif dapat dihapus.
Sementara itu, Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinkes Jateng Irma Makiah menambahkan, penanganan HIV/AIDS sempat terkendala dengan pandemi COVID-19, tapi kini pihaknya terus mendorong tes bagi populasi berisiko.
Ia mengungkapkan orang yang berisiko terinfeksi penyakit ini, diantaranya wanita pekerja seks (WPS), pengguna jarum suntik (narkoba suntik) atau penasun, lelaki suka lelaki (LSL), dan mereka yang pernah kontak dengan orang yang positif HIV/ AIDS.
"Kami dorong kabupaten dan kota mencapai standar pelayanan minimum, kemudian reagen sempat tertunda karena impor, sekarang sudah tersedia kembali. Oleh karenanya kita dorong untuk menjalankan layanan mobile VCT, lakukan pencarian kasus, kita supervisi dan mentoring secara rutin," ujarnya.
Baca juga: Anak dengan HIV/AIDS butuh dukungan sosial
Baca juga: Januari-Oktober 2021, HIV/AIDS di Kudus capai 102 kasus