Wonosobo cocok jadi lokasi paralayang internasional
Jakarta (ANTARA) - Kesuksesan penyelenggaraan kejuaraan Paralayang Trip of Indonesia (TroI) seri II di Wonosobo, Jawa Tengah, pada pengujung Juni 2019 tidak hanya dirasakan Kementerian Pemuda dan Olahraga sebagai pelaksana utama, namun juga Pemerintah Kabupaten Wonosobo selaku tuan rumah kegiatan.
Merujuk pada besarnya animo masyarakat dan peserta, Pemkab Wonosobo menilai olahraga aerosport ini bisa diolah menjadi sport tourism atau olahraga pariwisata yang menguntungkan dan memberdayakan.
Bukit Kekep di Desa Lengkong yang menjadi pelaksanaan Paralayang TroI Seri II pada 28-30 Juni berada pada ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut, menawarkan pemandangan khas pegunungan dengan vegetasi alami dan udara yang dingin.
Pemandangan tersebut menjadi hal lumrah bagi warga di Desa Lengkong, namun tidak bagi penonton atau 156 peserta paralayang yang bertandang ke lokasi itu.
Dalam penyelenggaraan Paralayang TroI, ada lima lokasi yang dijadikan arena perlombaan yaitu Seri I di Batang (Jawa Tengah), Seri II Wonosobo (Jawa Tengah), Seri III Mandalika (Lombok), Seri IV Modangan (Jawa Timur), dan Seri V Dharmasraya (Sumatera Barat).
Dari kelima lokasi itu, Wonosobo menjadi satu-satunya venue yang menawarkan keindahan pegunungan, lain halnya dengan empat lokasi lainnya yang berada di perbukitan tepi pantai.
Lanskap
Wanda Kristi Petranela yang berasal Manado Sulawesi Utara misalnya, mengaku takjub dengan lanskap yang ada di Bukit Kekep karena berbeda dengan arena paralayang yang pernah ia kunjungi sebelumnya.
Wanita yang baru menekuni paralayang ini rela datang seorang diri ke Wonosobo hanya untuk melihat medan yang berbeda sekaligus menimba ilmu dari para atlet paralayang yang sudah senior.
Baginya, mencoba paralayang di area pegunungan adalah sebuah tantangan yang harus ditaklukkan, oleh karenanya ia berharap Pemkab Wonosobo ke depannya bisa menjadikan Bukit Kekep sebagai arena tetap untuk pelaksanaan kejuaraan paralayang baik lokal maupun internasional.
Bahkan Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) berkeinginan untuk mendorong Bukit Kekep Desa Lengkong sebagai destinasi arena paralayang berkelas internasional.
Mengingat lokasi dan medannya yang apik, wajar jika Bukit Kekep akan diajukan menjadi destinasi agenda paralayang internasional, kata Ketua Paralayang Indonesia Wahyu Yudha.
Selain itu Wonosobo juga sudah dikenal dengan daya tarik pariwisata baik budaya, alam, dan kuliner, sehingga bisa disinergikan dengan promosi kegiatan paralayang untuk menarik peserta datang ke kabupaten yang terletak di antara Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro ini.
Jika ada agenda kejuaraan paralayang baik kelas nasional dan internasional, katanya melanjutkan, FASI akan merekomendasikan Wonosobo sebagai lokasi pelaksanaan.
Lebih lanjut, pelaksanaan TroI di Wonosobo juga berdampak di tiga aspek, yaitu prestasi, edukasi, dan rekreasi.
Prestasi ditandai dengan keikutsertaan peserta, edukasi berupa pengenalan olahraga paralayang kepada masyarakat agar lebih dikenal, sedangkan rekreasi terletak pada potensi wisata.
Kemenpora juga sepemahaman dengan FASI, bahwa paralayang merupakan olahraga yang bisa menghidupkan roda ekonomi khususnya di sektor mikro.
Selain berolahraga untuk urusan jasmani, keolahragaan juga bisa mengembangkan ekonomi, kata Asdep Pengelolaan Olahraga Rekreasi Kemenpora Teguh Raharjo.
Dengan adanya kegiatan berskala internasional di daerah, bisa dipastikan tingkat okupansi hotel pun meningkat tajam karena banyak peserta yang berasal dari luar daerah.
Melalui konsep yang bersinergi ini, Kemenpora juga menaruh harapan agar kegiatan ini bisa dijalankan tidak hanya di wonosobo, namun juga merambah ke daerah lain.
Kesiapan Pemda
Sebuah bangunan permanen multifungsi dibangun di sisi pintu masuk menuju lapangan pendaratan, menandakan pemda mulai serius untuk mengelola lokasi tersebut agar tidak menjadi aset sekali pakai.
Perluasan lapangan pendaratan juga dilakukan dengan meratakan sejumlah kecil area bukit untuk mengakomodasi kehadiran penonton agar tidak terlalu dekat dengan titik darat atlet.
Satu-satunya kekurangan yang masih tersisa ialah akses jalan yang sangat kecil, dengan lebar hanya sekitar 2-3 meter, jelas menyulitkan mobilitas kendaraan yang akan masuk atau meninggalkan lokasi.
Menanggapi hal ini, pemkab Wonosobo sudah menyatakan keseriusannya untuk melakukan penataan Desa Lengkong dengan infrastruktur pendukung lokasi sport tourism andalan kabupaten.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo One Andang mengatakan, Lengkong akan bisa semakin dikenal dunia jika punya arena (paralayang) yang bagus.
Menurut dia, penyelenggaraan kejuaraan "Paralayang TroI" di Lengkong menjadi sarana tepat dalam mengenalkan potensi sport tourism di wilayah itu.
Keikutsertaan atlet paralayang asing juga secara tidak langsung membantu mengenalkan keindahan Desa Lengkong dan Wonosobo ke komunitas internasional, katanya.
Kesan positif dan kemauan untuk kembali ke Lengkong ternyata terbesit dalam keinginan salah seorang peserta asing.
Jaeryun Ha, pilot paralayang wanita asal Korea Selatan, mengaku mendapatkan pengalaman menarik dalam kejuaraan tersebut.
Tidak hanya berhasil menyabet juara dua di kelas senior putri, Ha juga bisa merasakan keramahan masyarakat dan pengalaman budaya tradisional selama berkunjung di Wonosobo.
Ha yang datang bersama dua rekannya itu bisa secara langsung berinteraksi dengan masyarakat yang memiliki sifat jauh berbeda dengan warga Korea.
Dengan pengalaman positif yang didapat di Wonosobo, dia pun ingin berbagi kisahnya ke rekan-rekannya sekembalinya ke Korea Selatan dan mengajak mereka untuk berkunjung ke Indonesia.
Untuk mendukung pengembangan infrastruktur dan kesiapan sosiologis, Pemkab Wonosobo akan merancang program fasilitasi kebutuhan desa, pembinaan, dan pembahasan anggaran melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
Mengingat kejuaraan paralayang sudah berulang kali dilakukan setiap tahun, sudah sepantasnya jika Lengkong disulap sebagai desa wisata olahraga berkelas internasional secepat mungkin.
Merujuk pada besarnya animo masyarakat dan peserta, Pemkab Wonosobo menilai olahraga aerosport ini bisa diolah menjadi sport tourism atau olahraga pariwisata yang menguntungkan dan memberdayakan.
Bukit Kekep di Desa Lengkong yang menjadi pelaksanaan Paralayang TroI Seri II pada 28-30 Juni berada pada ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut, menawarkan pemandangan khas pegunungan dengan vegetasi alami dan udara yang dingin.
Pemandangan tersebut menjadi hal lumrah bagi warga di Desa Lengkong, namun tidak bagi penonton atau 156 peserta paralayang yang bertandang ke lokasi itu.
Dalam penyelenggaraan Paralayang TroI, ada lima lokasi yang dijadikan arena perlombaan yaitu Seri I di Batang (Jawa Tengah), Seri II Wonosobo (Jawa Tengah), Seri III Mandalika (Lombok), Seri IV Modangan (Jawa Timur), dan Seri V Dharmasraya (Sumatera Barat).
Dari kelima lokasi itu, Wonosobo menjadi satu-satunya venue yang menawarkan keindahan pegunungan, lain halnya dengan empat lokasi lainnya yang berada di perbukitan tepi pantai.
Lanskap
Wanda Kristi Petranela yang berasal Manado Sulawesi Utara misalnya, mengaku takjub dengan lanskap yang ada di Bukit Kekep karena berbeda dengan arena paralayang yang pernah ia kunjungi sebelumnya.
Wanita yang baru menekuni paralayang ini rela datang seorang diri ke Wonosobo hanya untuk melihat medan yang berbeda sekaligus menimba ilmu dari para atlet paralayang yang sudah senior.
Baginya, mencoba paralayang di area pegunungan adalah sebuah tantangan yang harus ditaklukkan, oleh karenanya ia berharap Pemkab Wonosobo ke depannya bisa menjadikan Bukit Kekep sebagai arena tetap untuk pelaksanaan kejuaraan paralayang baik lokal maupun internasional.
Bahkan Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) berkeinginan untuk mendorong Bukit Kekep Desa Lengkong sebagai destinasi arena paralayang berkelas internasional.
Mengingat lokasi dan medannya yang apik, wajar jika Bukit Kekep akan diajukan menjadi destinasi agenda paralayang internasional, kata Ketua Paralayang Indonesia Wahyu Yudha.
Selain itu Wonosobo juga sudah dikenal dengan daya tarik pariwisata baik budaya, alam, dan kuliner, sehingga bisa disinergikan dengan promosi kegiatan paralayang untuk menarik peserta datang ke kabupaten yang terletak di antara Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro ini.
Jika ada agenda kejuaraan paralayang baik kelas nasional dan internasional, katanya melanjutkan, FASI akan merekomendasikan Wonosobo sebagai lokasi pelaksanaan.
Lebih lanjut, pelaksanaan TroI di Wonosobo juga berdampak di tiga aspek, yaitu prestasi, edukasi, dan rekreasi.
Prestasi ditandai dengan keikutsertaan peserta, edukasi berupa pengenalan olahraga paralayang kepada masyarakat agar lebih dikenal, sedangkan rekreasi terletak pada potensi wisata.
Kemenpora juga sepemahaman dengan FASI, bahwa paralayang merupakan olahraga yang bisa menghidupkan roda ekonomi khususnya di sektor mikro.
Selain berolahraga untuk urusan jasmani, keolahragaan juga bisa mengembangkan ekonomi, kata Asdep Pengelolaan Olahraga Rekreasi Kemenpora Teguh Raharjo.
Dengan adanya kegiatan berskala internasional di daerah, bisa dipastikan tingkat okupansi hotel pun meningkat tajam karena banyak peserta yang berasal dari luar daerah.
Melalui konsep yang bersinergi ini, Kemenpora juga menaruh harapan agar kegiatan ini bisa dijalankan tidak hanya di wonosobo, namun juga merambah ke daerah lain.
Kesiapan Pemda
Sebuah bangunan permanen multifungsi dibangun di sisi pintu masuk menuju lapangan pendaratan, menandakan pemda mulai serius untuk mengelola lokasi tersebut agar tidak menjadi aset sekali pakai.
Perluasan lapangan pendaratan juga dilakukan dengan meratakan sejumlah kecil area bukit untuk mengakomodasi kehadiran penonton agar tidak terlalu dekat dengan titik darat atlet.
Satu-satunya kekurangan yang masih tersisa ialah akses jalan yang sangat kecil, dengan lebar hanya sekitar 2-3 meter, jelas menyulitkan mobilitas kendaraan yang akan masuk atau meninggalkan lokasi.
Menanggapi hal ini, pemkab Wonosobo sudah menyatakan keseriusannya untuk melakukan penataan Desa Lengkong dengan infrastruktur pendukung lokasi sport tourism andalan kabupaten.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo One Andang mengatakan, Lengkong akan bisa semakin dikenal dunia jika punya arena (paralayang) yang bagus.
Menurut dia, penyelenggaraan kejuaraan "Paralayang TroI" di Lengkong menjadi sarana tepat dalam mengenalkan potensi sport tourism di wilayah itu.
Keikutsertaan atlet paralayang asing juga secara tidak langsung membantu mengenalkan keindahan Desa Lengkong dan Wonosobo ke komunitas internasional, katanya.
Kesan positif dan kemauan untuk kembali ke Lengkong ternyata terbesit dalam keinginan salah seorang peserta asing.
Jaeryun Ha, pilot paralayang wanita asal Korea Selatan, mengaku mendapatkan pengalaman menarik dalam kejuaraan tersebut.
Tidak hanya berhasil menyabet juara dua di kelas senior putri, Ha juga bisa merasakan keramahan masyarakat dan pengalaman budaya tradisional selama berkunjung di Wonosobo.
Ha yang datang bersama dua rekannya itu bisa secara langsung berinteraksi dengan masyarakat yang memiliki sifat jauh berbeda dengan warga Korea.
Dengan pengalaman positif yang didapat di Wonosobo, dia pun ingin berbagi kisahnya ke rekan-rekannya sekembalinya ke Korea Selatan dan mengajak mereka untuk berkunjung ke Indonesia.
Untuk mendukung pengembangan infrastruktur dan kesiapan sosiologis, Pemkab Wonosobo akan merancang program fasilitasi kebutuhan desa, pembinaan, dan pembahasan anggaran melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
Mengingat kejuaraan paralayang sudah berulang kali dilakukan setiap tahun, sudah sepantasnya jika Lengkong disulap sebagai desa wisata olahraga berkelas internasional secepat mungkin.