Semarang (Antaranews Jateng) - Pakar teknologi informasi Doktor Pratama Persadha mengatakan penggunaan teknologi di lingkungan pemerintah merupakan solusi pembangunan sekaligus meminimalkan usulan daerah otonomi baru (DOB).
"Teknologi, utamanya e-government, sebaiknya memang dimaksimalkan untuk membantu kerja birokrasi sehingga masyarakat merasakan hasil kerja pemerintah," kata Pratama Persadha, Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC, kepada Antara di Semarang, Sabtu malam.
Dengan begitu, kata Pratama yang pernah menjadi Wakil Ketua Tim Lemsaneg (sekarang BSSN) Pengamanan Pesawat Kepresidenan RI, akan menekan keinginan membentuk daerah otonomi baru (DOB) karena ketidakpuasan akan ketimpangan di daerah.
Pratama mengemukakan hal itu ketika menjawab pertanyaan Antara terkait dengan 318 wilayah mengajukan DOB ke pemerintah maupun Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
"Tentu bila ada 30 saja yang disetujui, pasti akan sangat membebani anggaran pemerintah pusat. Bila anggaran yang ada dialokasikan untuk pembenahan birokrasi yang serba digital dan terbuka, akan lebih baik," kata Pratama.
Ia lantas mencontohkan Uganda, Pakistan, dan India yang pelayanan kesehatan dan pendidikan di negara tersebut meningkat 25 persen hanya karena pemerintahnya menggunakan presensi lewat aplikasi mobile.
"Ternyata di negara lain, teknologi meningkatkan kinerja birokrasi, secara langsung kinerja tersebut dirasakan masyarakat," kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.
Menurut dia, kegagalan DOB antara lain kapasitas manajemen pemerintah yang tidak memadai, kualitas sumber daya manusia aparat pemerintah daerah dan DPRD rendah, sarana dan prasarana pemerintahan minim, munculnya konflik perbatasan/lokasi ibu kota, pelayanan publik yang tetap buruk, kesejahteraan masyarakat tidak meningkat, dan demokrasi lokal yang tak kunjung membaik.
Kasus kegagalan DOB tersebut, lanjut dia, seharusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah pusat dalam meluluskan tuntutan pemekaran. Apalagi, dengan adanya kemajuan teknologi membuat birokrasi seharusnya berbenah.
Bagi masyarakat yang belum tersentuh anggaran daerah, katanya lagi, bisa melakukan ajuan untuk daerahnya. Karena alasan utama pengajuan DOB adalah tidak meratanya anggaran dikucurkan. Misalnya, daerah pusat kota selalu dipercantik setiap tahun, bahkan banyak yang setiap 6 bulan, sedangkan daerah pinggiran jarang mendapat perhatian.
Dengan keterbukaan yang diiringi teknologi, menurut Pratama, seharusnya penataan anggaran menjadi lebih terbuka dan mendapatkan umpan balik (feedback) langsung dari masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat bisa ikut mengontrol anggaran dan ikut mengajukan.
"Pemerataan kuncinya adalah pada persebaran anggaran, masyarakat harus benar-benar diberikan akses untuk ikut mengusulkan lewat teknologi yang ada. Jangan sampai kasus jembatan rusak bertahun-tahun tidak tersentuh anggaran, membuat masyarakat cederung menjadikan DOB sebagai solusi," kata Pratama.