Jakarta, ANTARA JATENG - Praktisi media sosial Burhan Abe menilai layanan siaran langsung (live streaming) akan semakin tren di 2017 berkat kemudahan akses internet.
"Sejak internet lebih mudah. Dulu, pakai pulsa. Sekarang paket data, ponsel lebih ringan buat buka apa pun," kata Abe saat dihubungi Antara News, Senin.
Aplikasi live streaming seperti Bigo, Nono dan Kitty Live muncul sejak dua tahun belakangan, namun baru mendapat audiens di Indonesia tahun lalu.
Penggunaanya semakin akrab bagi orang di kota besar berkat paket data yang dibuat oleh para operator. Misalnya, menyediakan paket internet yang menyediakan kuota ekstra untuk menikmati layanan live streaming.
Sejak live streaming muncul, platform media sosial seperti Facebook dan Instagram turut serta menyediakan fitur tersebut untuk merebut hati para penggemarnya.
Perkembangan media sosial juga menimbulkan pergeseran perilaku penggunanya, termasuk ketika live streaming masuk.
Ingin tampil
Live streaming ini memberikan panggung bagi siapa saja untuk tampil, tanpa melihat apakah dia sebelumnya merupakan orang terkenal.
"Orang ingin tampil. Sekarang, nggak ada hubungannya dia public figure atau bukan," kata dosen tamu di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta itu.
Ia memberi contoh pada tahun 90an, orang meniru tokoh terkenal. Tahun 2000an, orang terkenal menciptakan sendiri audiens mereka, seperti yang terjadi pada ajang pencarian bakat.
"Sekarang, mau ngetop di media sosial," kata dia.
Para penyiar menggunakan platform tersebut untuk menghasilkan uang antara lain dari orang yang menonton siaran mereka.
Sayangnya, ada pengguna yang memanfaatka platform ini untuk membuat konten negatif, misalnya pornografi, sehingga membuat layanan seperti Bigo sempat diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) beberapa waktu lalu.
Menurut dia, pengguna layanan memanfaatkan hal tersebut untuk mendorong pengunjung di akun mereka.
Tetapi, ia menilai penyalahgunaan tersebut akan dapat diblokir oleh operator.
Bila pun ada yang masih membandel membuat konten negatif, pengguna lain yang merasa tidak nyaman dapat melaporkannya sebagai "spam" dan dapat ditindaklanjuti oleh penyelenggara.
Lama-kelamaan, menurut dia, kebiasaan seperti itu dapat menimbulkan pemahaman bahwa konten seperti itu tidak dibenarkan.