"Rapat tadi itu masih meminta agar dilakukan verifikasi. Dan menyatakan putusan 24 November batal demi hukum," katanya di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan hal itu terjadi karena, orang-orang yang ikut rapat MKD pada Rabu (24/11) tidak memiliki legal standing anggota.
Kedua menurut dia, disebutkan rapat tanggal 24 November itu dinilai tidak memenuhi dua ahli karena tidak cukup menghadirkan ahli bahasa namun juga ahli Hukum Tata Negara.
"Padahal faktanya, kesepakatan rapat mengatakan setelah mendengarkan ahli bahasa maka tidak perlu ahli HTN karena yang dipersoalkan bukan perundang-undangan," ujarnya.
Dia mengatakan hasil rapat sebelum jeda istirahat, tetap meminta untuk melakukan verifikasi dan tidak untuk menyusun jadwal persidangan.
Hal itu menurut dia menjadi debat yang tidak selesai sehingga Pimpinan MKD menskors beberapa menit untuk kemudian dilanjutkan kembali.
"Tadi ada masukan dari salah satu anggota agar di(lakukan) voting saja mengenai hal tersebut," katanya.
Namun politikus PDIP itu menilai tidak perlu voting karena meskipun mekanisme itu diatur dalam tatib namun MKD lebih menjalankan sistem mufakat.
Dia menilai putusan Rapat MKD pada Rabu (24/11) harus dijalankan sehingga tidak perlu voting.
"Kalau voting pilihannya verifikasi barang bukti atau lanjut ke sidang namun saya tidak setuju voting," katanya.
Dia menyarankan agar dilakukan proses klarifikasi dengan mengundang Menteri ESDM Sudirman Said dan Presiden Direktur PT. FI Maroef Sjamsuddin.
Hal itu menurut dia bukan dalam bentuk persidangan namun klarifikasi apa saja sebenarnya bukti yang dimiliki Sudirman Said.
"Rekaman yang beredar di luar selama satu jam lebih namun yang masuk ke MKD tidak sampai 12 menit, itu mau kami klarifikasi," katanya.