"Sepanjang Januari lalu, sudah ada satu orang meninggal karena leptospirosis," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Semarang dr Mada Gautama di Semarang, Selasa.

Ia menyebutkan setidaknya ada empat orang yang terinfeksi penyakit leptospirosis yang tersebar di sejumlah wilayah pada Januari 2014, dan satu orang penderita di antaranya meninggal dunia.

Menurut dia, sebenarnya penyakit leptospirosis memang banyak menyerang di daerah-daerah rawan banjir, mengingat kotoran dan kencing tikus bisa saja bercampur dengan genangan banjir.

"Sekarang ini kan sering banjir. Karena itu, masyarakat harus waspada, terutama mereka yang tinggal di daerah yang rawan banjir maupun rob. Sebisa mungkin, hindari kontak langsung dengan banjir," katanya.

Sebagai langkah antisipasi, kata dia, warga yang mungkin akan membersihkan kotoran atau lumpur sisa-sisa banjir bisa menggunakan alat pelindung diri, seperti sarung tangan dan sepatu boots.

Meski serangan leptospirosis sering ditemui di daerah rawan banjir, Mada mengingatkan masyarakat yang tinggal di daerah tidak rawan banjir atau rob harus tetap mewaspadai serangan penyakit tersebut.

"Hujannya kan merata, tidak hanya di daerah rawan banjir. Air hujan ini juga bisa membawa penyakit leptospirosis, misalnya dari bangkai tikus yang dibuang sembarangan di jalan," katanya.

Ia menyayangkan masyarakat yang tidak bertanggung jawab dengan membuang bangkai tikus sembarangan di pinggir maupun tengah jalan, sebab dampaknya berbahaya dan bisa merugikan orang lain.

"Bangkai tikus itu harus dikubur, kalau bisa dibakar. Jangan dibuang sembarangan di jalanan, bisa menimbulkan penyakit. Kasihan pengguna jalan yang lewat. Apalagi, sekarang ini sering hujan," katanya.

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024