Mereka dengan dipimpin Romo Yosep Nugroho Tri Sumartono yang didampingi sejumlah prodiakon dan puluhan putra altar membawa berbagai piranti, berjalan kaki dari pertigaan Dusun Gemer, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menuju ke Sendang Waringin, sekitar 300 meter dari dusun setempat, di kawasan hutan Gunung Merapi.

Lantunan tembang berbahasa Jawa berjudul "Tuk Mancur" terdengar dalam iringan tabuhan terbang saat prosesi pada hari Rabu (25/12) itu sebagai tradisi mereka dalam perayaan Natal Tani Merapi.

Perayaan Natal mereka pada tahun 2013 bertema "Rawuh Dalem Gusti Dadia Banyu Bening Tumraping Wong Kang Ngorong Marang Kaadilan" (Kelahiran Yesus menjadi Air Bening untuk Manusia yang Haus Keadilan).

Prodiakon Sugiyanto yang berdiri di balik altar di sumber air itu mendampingi Romo Nugroho membuka acara pemberkatan air Sendang Waringin itu dengan melantunkan tembang Dandang Gula, karya pemuka umat setempat, Barnabas Delan (70).

"'Pamintaku berkah saka Gusti. Kang tinampi tumrap kabeh titah. Amrih langgeng saklawase. Bareng bareng direngkuh. Kang aran tuk Sendang Waringin. Toya kang binerkahan. Saka kang Ma Agung. Muga dadyo panguripan. Ngudi lestarine. Warih mili bening. Dadyo papan sembahyang'," demikian syair tembang itu.

Kira-kira maksud kalimat syair itu berupa permintaan berkah Allah untuk semua makhluk supaya hidup bersama melestarikan air dari Sendang Waringin. Harapannya, air itu menjadi sumber penghidupan masyarakat dan lestari, selalu mengalir bening dan tempat itu menjadi tempat bersembahyang.

Romo Nugroho yang mengenakan pakaian adat Jawa, antara lain surjan, belangkon, dan berkalung stola warna putih, kemudian didampingi para prodiakon dan misdinar yang umumnya berpakaian dengan nuansa adat Jawa dan petani, memberkati sumber air yang oleh warga setempat dinamai Sendang Waringin itu.

Air dari sumber itu kemudian dimasukkan ke dalam ratusan bumbung dan botol plastik untuk diarak menuju Gereja Stasi Tangkil, Desa Ngargomulyo, sekitar 3 kilometer dari mata air itu.

"Kita bersyukur karena air dari sumber di Merapi mengalir berlimpah. Ini karya Allah yang agung. Air harus terus kita jaga turun-temurun dengan menjaga lingkungan meskipun harus menghadapi banyak tantangan," kata Delan dalam bahasa Jawa.

Air yang melimpah keluar dari berbagai sumber air di kawasan Gunung Merapi setiap hari dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk kebutuhan rumah tangga dan untuk mengairi areal pertanian mereka yang umumnya berupa sayur-sayuran.

Prosesi mengarak air berkah itu disambut oleh kalangan seniman petani Sanggar Bangun Budaya Desa Sumber, Kecamatan Dukun, pimpinan Untung Pribadi dengan pertunjukan teater "Sajen Buangan" selama beberapa saat di pertinggan jalan Dusun Gemer.

Umat kemudian melanjutkan prosesi dengan menuju ke gereja wilayah setempat dengan diiringi tabuhan musik rebana dari Grup Asyiqin Nasyid dari Desa Ngadipura, Kecamatan Dukun, pimpinan Muhammad Zainudin.

Romo Nugroho juga memercikkan air berkah dari Sendang Waringin terhadap berbagai alat-alat pertanian dan aneka bibit sayuran milik umat setempat yang ditata di tanah lapang di Dusun Tangkil, sekitar 7 kilometer barat daya puncak Gunung Merapi di kawasan alur Kali Lamat.

Selain itu, di depan gereja setempat juga dilakukan pemberkatan aneka hasil bumi, panenan petani setempat.

Dalam khotbahnya, Romo Nugroho mengharapkan air yang bening membuat hati umat juga jernih sehingga selalu bisa melakukan berbagai perbuatan kebaikan setiap hari.

Air yang keruh, kata dia, karena kemasukan berbagai kotoran. Ia mengibatkan air sebagai kehidupan, sedangkan kotoran bisa berupa perselisihan, sikap curiga, gengsi, benci, dan penghayatan iman yang dangkal.

"Bukan hanya air yang keruh, melainkan sumber air pun makin tak terawat. Sumber air kehidupan yang baik itu adalah keluarga yang tenteram dan damai. Sumber air kehidupan itu adalah persaudaraan di masyarakat, kelompok-kelompok yang rukun, komunitas yang menjadi wadah aspirasi kejujuran dan ketulusan, semangat kebangsaan, dan negara yang diperintah oleh pemimpin yang bijaksana," katanya.

Perayaan Natal 2013 menjadi momentum yang baik umat kawasan Gunung Merapi yang umumnya bekerja sebagai petani untuk tidak sekadar menjalani upacara liturgi memperingati kelahiran Yesus Kristus.

Namun, katanya, umat juga merayakan cinta kasih Allah yang tak terkira bagaikan air bening dari Sendang Waringin yang mengalir berlimpah-limpah menjadi sumber kehidupan mereka.

"Hidup kita yang keruh karena menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari yang makin rumit diendapkan agar sedikit demi sedikit merasakan suara hati yang bening. Manusia yang tulus dan suci akan menjalani hidup dengan segar dan total mencintai kebaikan," katanya.

Pewarta : M Hari Atmoko
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025